Bab 26 - Serangan Besar

52 7 11
                                    

Jingga berjalan tanpa mengenakan alas kaki, menyusuri sebuah labirin. Gadis itu mendongakkan wajahnya dan menatap langit-langit yang tak terlalu tinggi sembari melangkahkan kakinya pelan-pelan. Semakin dalam dirinya masuk, semakin memuncak rasa penasaran dalam benaknya.

Jingga hanya mengikuti instingnya menelusuri labirin yang terlihat terang benderang seperti diterangi cahaya fluoresen, namun tak ada benda apa pun yang memancarkan cahaya di sana. Kemudian dirinya menemukan dua jalan masuk seperti gua bawah tanah. Dia hanya melanjutkan perjalanannya dan masuk ke salah satu lubang gua yang terlihat gelap dari luarnya.

Tak lama kemudian, dia mendengar suara gemericik air seperti mengalir di bawah tempat kakinya berpijak. Gua itu terasa dingin dan lembab sehingga Jingga harus berhati-hati menyusuri gua tersebut. Jingga khawatir merasa sesak karena semakin jauh masuk ke dalam gua akan semakin kesulitan menghirup udara, pikirnya. Namun, ternyata tidak sama sekali. Justru udara di sana terasa sangat segar, seperti udara pegunungan, atau seperti ketika tongkat sihir kepala agung menyentuh kepalanya ketika ritual penerimaan murid sihir secara resmi

Gua ini masih belum bisa dituju ujungnya yang entah ada di mana. Lama sekali..., semakin jauh, suara gemericik kian lenyap, berganti dengan keheningan yang membuatnya waspada, sebab dirinya tak tahu apa yang ada di depan sana. Tangannya tak lepas meraba dinding gua yang terasa dingin dan basah karena gua itu cukup gelap sehingga penglihatannya tak dapat diandalkan.

Terlihat setitik cahaya berwarna jingga di kejauhan, sepertinya itu ujung gua. Seketika Jingga mempercepat langkahnya agar segera sampai di sana. Namun, beberapa langkah sebelum kakinya menginjak mulut gua, seberkas cahaya putih kebiruan menyeruak, menyebabkan matanya silau. Dengan serta merta tangan kanannya berusaha melindungi kedua matanya dari pancaran cahaya itu sementara tangan yang satunya lagi berpegangan pada bibir gua.

Ternyata dirinya berada dalam sebuah ruangan super luas. Ketika akhirnya cahaya menyilaukan itu sedikit-sedikit berkurang intensitasnya, akhirnya dirinya bisa melihat dengan jelas ke sekeliling ruangan. Ada cahaya api di setiap penjuru angin dan langit-langitnya yang sangat tinggi terlihat seperti transparan dengan sorotan cahaya dari atasnya. Jingga segera menoleh pada sumber cahaya yang menyilaukan tadi. Benda itu sepertinya berbentuk bulat, tersimpan dalam sebuah benda seperti sebuah cawan di atas Piramida kecil berkilau, sepertinya Piramida itu terbuat dari emas. Namun, yang mengejutkannya adalah apa yang menghalangi pandangannya dari benda itu.

Ada tiga sosok yang tinggi besar. Yang satu sedang memegang sebuah kitab yang sangat usang. Jingga berusaha membaca sebuah tulisan yang tertera pada sampulnya yang bergambar pentagram. Grim...
Grim...
Jingga memicingkan matanya, namun tulisan itu tak tampak jelas dan sebagiannya tertutupi jubah hitam yang sosok itu kenakan. Lalu sosok yang berdiri di ujung kanannya hanya tertunduk dengan tangannya yang tertutupi jubah seperti sedang menyembunyikan sebuah benda dalam genggamannya. Sementara sosok yang sangat besar dan tinggi di tengahnya sedang mengangkat benda dari atas cawan. Posturnya yang menjulang membuat Jingga terlihat seperti anak balita.

Tiba-tiba ketiga sosok itu berbalik. Jingga sangat terkejut dan ketakutan. Matanya terbelalak, terlebih ketika dia melihat dengan jelas wajah mereka yang menyeringai. Lalu entah dari mana datangnya, tempat kakinya berpijak tiba-tiba tergenang cairan berwarna merah, barangkali cairan darah. Hal yang lebih mengejutkannya adalah salah satu dari ketiga itu rupanya sosok yang dia kenal. Dia benar-benar mengenalnya.

Namun, si sosok pemegang kitab segera mengeluarkan kaduseus dari dalam jubahnya dan menghunuskan tongkat itu ke arah Jingga sembari merapal sebuah mantra yang terdengar aneh di telinga Jingga.

Kemudian selarik sinar kemerahan meluncur tepat mengenai Jingga hingga ia terlempar jauh.

Jingga segera membuka mata. Rupanya itu hanya sekedar mimpi buruk. Sejenak dirinya terdiam memikirkan apa yang dialaminya baru saja. Apa artinya ini?

4 ELEMENTS [Diterbitkan Oleh Jejak Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang