Bab 8 - Astra dan Jingga

114 8 0
                                    

"Jingga kemana ya? Dia menghilang setelah selesai kelas Mister Kingsley," tanya Astra pada kedua teman kembarnya. Mereka berdua menaikkan kedua bahunya tanda tak mengetahui jawabannya.

"Mungkin dia sedang mengunjungi pria bernama Mark. Kurasa dia menyukai pria itu," kata Evan sambil tersenyum simpul.

"Ah, mungkin saja. Aku jadi penasaran seperti apa sosok Mark itu," Peter menimpali.

Akhirnya mereka lebih memilih untuk kembali ke asrama. Mereka berencana untuk menghabiskan waktu di kamar Astra.

Kemudian ketiga remaja laki-laki tersebut berjalan menuju asrama. Ketika mereka baru sampai halaman akademi, mereka berpapasan dengan dua orang perempuan, namanya Julie dan Natalie. Natalie merupakan penyihir elemental, seperti mereka. Sedangkan Julie adalah penyihir penyembuh. Astra tak menyadari sejak kemarin, Natalie memperhatikannya ketika mereka sedang berlatih.

Ketika Astra sedang memperhatikan guru Kostas, diam-diam Natalie mencuri pandang ke arahnya. Natalie, remaja perempuan asal Rusia itu sepertinya jatuh hati pada Astra. Dia memang tampan. Wajahnya yang khas Indonesia semakin terlihat menarik dengan kumis tipisnya. Dia tipikal laki-laki yang mudah disukai dalam sekali pandang. Begitu juga bagi Natalie, ketika dia melihatnya pertama kali, dia langsung jatuh hati, barangkali. Dia menyapa Astra,

"Hai, Astra. Aku Natalie. Kita satu aliran sihir dan kemarin kita berlatih bersama, ingat?" sapa Natalie.

"Oh, hai. Kamu sudah tahu namaku ya, aku ingat," sahut Astra sambil mengulurkan tangannya dan disambut Natalie dengan senang hati.

Mereka saling melempar senyum. Lalu Natalie mengenalkan Julie kepada mereka bertiga. Setelah berbasa-basi, akhirnya mereka berpisah.

Ketika berjalan di koridor asrama, Evan menggoda Astra,

"Ehm, sepertinya ada yang sedang jatuh cinta." Evan dan Peter tertawa.

"Siapa? Aku?" tanya Astra.

"Siapa lagi?"

"Apaan sih. Ya enggak lah."

"Apa kamu tak menyadari, dari cara dia menatap kamu, dari cara dia berbicara, dia seperti ingin mengenalmu lebih jauh," Peter tampak yakin dengan ucapannya.

Wajah Astra menunjukkan raut tak setuju.
"Sudah ah, jangan bahas itu."

Akhirnya mereka sampai di kamar Astra.

—————————————————

Rak-rak buku di perpustakaan agung Sundapura menjulang hampir sampai ke langit-langitnya. Jingga masih sibuk mencari buku tentang sejarah. Akhirnya Jingga menemukan sebuah buku yang sangat tebal yang menceritakan sejarah negerinya. Dia kemudian mengambil buku itu lalu membacanya sekilas.

Pada zaman dahulu, masyarakat Eropa masih belum mengetahui tentang daerah Nusantara kecuali dari manuskrip-manuskrip kuno yang mereka dapatkan di Perpustakaan Agung Alexandria kecuali seorang penyihir bernama Sam. Dia telah lama tahu sejarah tempat ini sejak dahulu, dan bagaimana peradaban-peradaban masa lalu yang menghuni wilayah ini begitupun kehebatannya. Dia menginformasikan kepada pasukannya agar mendatangi negeri ini ...

Wah sepertinya jawabannya ada di buku ini, pikirnya. Jingga berniat untuk meminjam buku tersebut. Akhirnya Jingga kembali ke asrama dan membawa buku itu. sesampainya di asrama, Jingga berpapasan dengan Evan dan Peter yang akan kembali ke kamarnya.

"Hei, Jingga. Dari mana saja kamu? tadi kami semua mencarimu," tegur Evan.

"Oh, aku dari perpustakaan agung."

"Wah, buku apa itu?" Peter melihat buku yang digenggam Jingga.

"Sejarah,"

"Rupanya kamu masih penasaran dengan pertanyaan Mister Kingsley tadi siang?" tanya Evan

"Ya, begitulah."

"Ya sudah, kami duluan ya," Evan dan Peter berlalu.

"Hei, Astra mana?" tanya Jingga. "Dia ada di kamarnya." Sahut mereka sedikit berteriak karena jarak mereka sudah jauh. Akhirnya Jingga masuk ke kamarnya.

Dia tak lantas membaca buku itu. Rasa lelah membuat dirinya mengantuk. Sejenak dia rebahkan badannya di atas kasur lalu Jingga terlelap.

—————————————————

"Jingga, tadi siang kamu kemana?" tanya Astra yang menyusul Jingga ketika mereka menuju akademi. Evan dan Peter belum kelihatan, sepertinya sebentar lagi mereka akan datang.

"Oh, iya. Tadi aku ke perpustakaan agung, aku masih penasaran dengan penjelasan Mister Kingsley," sahut Jingga yang tampak cantik dengan dress selutut berlengan ¾ berwarna hitam.

"Haha, memangnya kamu sangat suka sejarah ya? Kalau aku justru kurang suka."

"Iyalah, aku suka sejarah. Dari dulu aku memang suka hal-hal yang berbau sejarah. Bahkan di sekolah, aku sangat antusias belajar sejarah."

"Mengenai sekolah, aku jadi ingat teman-temanku di Jerman. Apa kabar mereka ya," gumam Astra.

Menanggapi hal itu Jingga juga teringat teman-temannya. Betapa menyedihkan dirinya yang selalu menjadi bahan cacian hanya gara-gara dirinya dicap aneh dan misterius. Dia merasa seolah-olah itu sudah lama berlalu, nyatanya dia baru hampir dua minggu ada di tempat ini.

"Gimana teman-teman kamu?" tanya Astra membuyarkan lamunan Jingga.

"Eu, b-biasa saja. Aku sebetulnya gak terlalu dekat dengan teman-temanku."

"Kenapa?"

"Karena aku aneh, haha," jawab Jingga dengan tawa yang terdengar dipaksakan.

"Oh ya? Sebetulnya aku juga gak terlalu dekat dengan teman-temanku. Mereka mendekatiku hanya karena lagi butuh bantuan, yaa, aku sudah mulai terbiasa sejak setahun lalu. Walaupun awalnya aku paling gak bisa diperlakukan seperti itu," Astra tersenyum simpul.

"Tahun ini seharusnya aku kembali tinggal di Indonesia untuk melanjutkan kuliah. Namun kenyataannya tak sesuai harapan. Kedua orangtuaku meninggal, sekarang aku di sini, menjadi seorang penyihir, dan menceritakan kehidupanku pada seorang penyihir."

"Aku juga, beberapa bulan lagi seharusnya aku ikut Ujian Nasional. Tapi, aku memutuskan untuk pergi ketika Mark mendatangiku. Mungkin teman-temanku, guruku, sekarang sedang bertanya-tanya kemana aku pergi. Tapi kupikir ini keputusan paling tepat."

"Orangtuamu tak tahu kamu ada di sini?"

Jingga menggelengkan kepalannya. "Dan tak ingin tahu, barangkali." Astra mengangguk paham.

"Oh iya, seperti apa sih pria bernama Mark itu?" tanya Astra berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

"Dia penyihir yang bertugas menjemput para calon penyihir. Dia baik dan ...." Jingga malah membayangkan Mark. Dia dilanda rindu lagi.

"Jadi, kamu tertarik dengan seorang petugas? Pfff," Astra meledek dan berusaha menahan tawa.

"Haha, biarin," Jingga memeletkan lidahnya.

Mereka tertawa. Hidup memang penuh lika-liku. Semua orang memiliki jalan dan ceritanya masing-masing, namun akan selalu ada pelajaran yang bisa dipetik dari kisah hidup seseorang.

Evan dan Peter muncul dari arah belakang mereka.

"Good Night, Witches!" teriak Evan.

Jingga dan Astra terkejut. Evan dan Peter tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi terkejut keduanya. Setelah saling melempar canda, mereka pergi ke akademi.

4 ELEMENTS [Diterbitkan Oleh Jejak Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang