Bab 16 - Pencarian Pusaka

77 10 6
                                    

Kakinya sesekali menendang kerikil-kerikil kecil. Berjalan sendiri menyusuri jalan berbatu menuju asrama. Benaknya semakin bertambah berat dengan rasa penasaran. Tetapi, Dokter Anthony benar. Saat ini Sundapura adalah satu-satunya harapan setelah dia kehilangan segalanya.

Astra, berjalan menuju taman di dekat asrama. Namun, langkahnya terhenti ketika dari kejauhan dia melihat dua orang sedang duduk berdekatan di kursi taman. Rupanya Jingga sedang bersama Erick. Sebenarnya Astra berniat untuk berbalik dan langsung pergi ke asrama, karena dirinya tak ingin menjadi pengganggu, namun sebelum sempat dirinya berbalik, Jingga melihatnya dan memanggil Astra untuk menghampiri mereka berdua. Dalam hatinya, Astra bertanya-tanya sejak kapan Jingga dekat dengan Erick? Tetapi pertanyaan itu menguap seketika setelah dirinya mendekat, terlihat jelas lepuhan kulit tangan Jingga sehingga Astra meyakini telah terjadi sesuatu padanya.

"Jingga, apa yang terjadi?" Tanya Astra yang terlihat panik.

Jingga hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa, jangan khawatir. Ini hanya luka kecil," jawab Jingga kemudian.

"Luka kecil bagaimana, itu kulit kamu jadi melepuh dan hitam."

"Cuma melepuh sedikit kan? Tidak sampai luka yang serius."

Astra menghela napas. Lalu mengalihkan perhatiannya pada Erick yang sedari tadi tak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Jadi, apa yang terjadi dengan Jingga, Rick?"
"Tadi—," cerita Erick terpotong ketika Jingga memberi isyarat padanya untuk tak menceritakan apapun. Astra mengangkat kedua alisnya tanda ingin cerita Erick diteruskan.

"Ah, hanya kesalahpahaman para gadis."
"Siapa?"
"Natalie."

Dia lagi. Gumamnya. Saat Astra ingin bertanya alasannya, tiba-tiba Evan dan Peter datang menyapa mereka.

"Hi, guys!"

"Evan, Peter, kalian sudah kembali!" binar pada mata Jingga terlihat jelas, begitupun senyuman Astra yang sumringah melihat dua anak kembar itu kembali ke Sundapura.

"Rupanya jiwaku sudah terikat di tempat ini," sahut Peter disambut gelak tawa semua yang mendengarnya, kecuali Erick —tentu saja—, dia tampak canggung berada di tengah kehangatan suasana persahabatan mereka. Makanya dia mohon undur diri dan kembali ke asrama.

"Hei, sejak kapan dia jadi dekat denganmu, Jingga?" Tanya Evan pada Jingga setelah Erick berlalu dari tempat itu.

"Dia hanya membantu aku saja."

"Memangnya ada apa?"

"Nih!" Sahut Jingga sambil menunjukkan lukanya yang sudah mengering. Rupanya Erick juga memiliki kekuatan penyembuh. Sekarang bekas lukanya hampir menutup sempurna dan dalam beberapa waktu kemudian akan kembali mulus seperti sedia kala.

"Natalie yang melakukannya," kata Astra pada kedua anak kembar itu. Mereka berdua terkejut.

"Keterlaluan. Sepertinya dia harus diberi pelajaran," sahut Peter dengan senyum jahil terukir di wajahnya. Ah, jika sudah seperti itu, bersiap saja mereka melihat tingkah konyol Peter.

"Jangan mulai lagi," Evan mengingatkan. Tetapi dia tahu, Peter akan tetap melakukan kekonyolannya. Dia hanya memamerkan giginya yang sedikit kuning.
"Tenang saja teman-teman, ini tidak akan membahayakan dia. Hanya untuk memberinya peringatan."

"Ya sudah, ayo kita kembali ke akademi!" Ajak Astra.

Mereka pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju akademi.

Sesampainya di akademi, mereka berempat dipanggil dewan tertinggi Sundapura untuk menghadap ke istana. Ternyata tim senior mereka juga sudah ada di sana.

4 ELEMENTS [Diterbitkan Oleh Jejak Publisher]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang