Possessive Boy
“Kenapa sekarang lo jadi begini?”
-
"Pokoknya ya, Nath.. Sebelum gue keluar dari kampus, lo gak boleh pulang. Lo harus pulang sama gue, gak boleh di anterin sama Satrio apalagi dijemput Winar. Awas aja!" Jae terus mengoceh panjang lebar sejak sepuluh menit lalu.
Gue hanya terdiam dan tidak merespon apa perkataannya, seraya memakan sandwich cokelat yang Jae berikan saat kami bertemu pagi ini didepan gedung Apartemen. Cowok berkacamata itu berdecak kesal, lantas mencubit kencang pipi kanan gue hingga gue pun refleks meringis kesakitan dan menatapnya dengan kedua mata yang terbelalak.
"WTF, WHAT ARE YOU DOING?!" omel gue sekejap kepada Jae.
"You don't hear me" ucapnya dengan wajah yang melas.
Gue melengos, kemudian melahap habis sandwich yang tersisa setengah itu. Tak lama setelah sandwich itu tertelan dan masuk kedalam perut, gue menatapnya kembali. "Berisik, ngatur-ngatur aja bisanya."
Jae mengerucutkan bibirnya, "Biarin!" katanya dengan nada yang kesal.
"Harus banget gue ikutin perintah lo?" tanya gue dengan serius.
"Ya harus lah, pake nanya lagi. Bodoh sekali" katanya.
Gue mendelik, lantas berdecak. "Cih, emangnya lo siapa? Beraninya ngatur gue."
Raut wajah cowok itu berubah menjadi murung, dan dengan tiba-tiba ia memeluk gue erat tanpa ragu sama sekali. Disaat yang bersamaan, jantung gue langsung berdebar sangat kencang dari biasanya. Kali ini degupannya sangat kuat, sampai rasanya jantung gue mau loncat dan pecah. Gue hanya terdiam saat Jae memeluk gue, untuk yang pertama kalinya.
"NURUT NATH, NURUTTT" pintanya sambil merengek seperti anak kecil yang meminta permen.
Gue hanya terdiam kaku, tapi tak lama gue sadar dan akhirnya memberontak untuk melepaskan pelukannya kemudian melotot kearahnya. "Apaan sih, Jae!" pekik gue.
Cowok itu masih mengecurutkan bibirnya, "Sama gue terus ya, Nath?"
Gue menaikkan sebelah alis, menatapnya penuh dengan kebingungan. Ada apa dengan Jae? Makin lama, gue makin ngerasa ada yang aneh dengan cowok itu. Tambah perhatian, posesif, dan manja. Padahal kalian tahu sendiri 'kan bagaimana sikap Jae diawal? Super duper menyebalkan sampai gue rasanya pengin banget nonjok mukanya. Tapi lama kelamaan, semuanya berubah menjadi sebaliknya.
Well, gue nggak paham kenapa sikap dan sifatnya berubah 180° terhadap gue. Padahal gue yakin Jae nggak pernah membenturkan kepalanya disuatu tempat. Gue menatapnya sinis agak lama, sebelum akhirnya menghela napas panjang kemudian pergi meninggalkan-nya sendirian di halaman Kampus. Dan saat itu juga ia kembali mengejar gue.
"Nath, tunggu!" ujarnya sambil terus mengejar gue.
Gue menghentikan langkah, dan berbalik badan untuk menatapnya yang kini berdiri dihadapan gue lagi. "Apalagi? Gue mau masuk kelas nih, dikit lagi masuk. Lagian lo ngapain sampai ikut ke gedung fakultas hukum? Pergi sana. Nanti bisa ketemu lagi 'kan pas pulang kuliah?" ucap gue.
Jae terdiam, kemudian menganggukan kepalanya pelan. "Yaudah, gue bakal tungguin lo di tempat parkiran nanti pas pulang. Kabarin ya kalo misalkan lo keluar kelas duluan atau telat-nya." Sedangkan gue hanya mengangguk untuk mengiakan perkataannya, ia tersenyum tipis sambil melambaikan tangannya kearah gue sebelum pada akhirnya pergi menuju gedung fakultas musik.

KAMU SEDANG MEMBACA
True Friends
Fanfiction"Teman sejati antara cewek dan cowok itu harusnya nggak boleh pacaran, tapi bolehnya langsung ***** aja." Copyright © 2018, mjoaxxi.