Ternyata Dia
"Sekarang giliran gue?"
-
"Gimana, Ra? Hati lo udah enakan?" Gue berbicara dengan Amora ditelepon. Sesungguhnya gue masih mengkhawatirkan keadaannya yang sudah dua bulan ini merasakan patah hati, akibat ditinggal jadian oleh Brian. Melihat Amora yang biasanya cheerful setiap harinya, kemudian tiba-tiba terlihat murung seperti nggak semangat hidup, membuat gue ngerasa aneh sendiri.
"Gue udah nggak apa-apa Nath, santai aja. Yah, walaupun emang masih ada yang ngeganjel dikit sih didada," ungkapnya dalam telepon. Gue hanya menghela napas kasar seraya memijat pelipis secara perlahan.
"Ya udah, jangan galau lagi, ya? Gue harap lo bisa buang jauh-jauh perasaan lo buat Kak Brian. Gue nggak mau ngelihat sahabat gue galau begini, apalagi kelihatan kayak nggak semangat hidup. Inget ya, Ra, laki-laki di dunia ini bukan cuma Kak Brian doang kok. Pasti diluar sana masih banyak laki-laki lain yang baik dan pasti buat lo. Gue tahu kalau move on itu nggak gampang, tapi gue yakin kalau lo bisa. Oke?" sekali lagi, gue mencoba menenangkan sekaligus menyemangatinya.
Setelah beberapa detik gue berbicara seperti tadi ditelepon, tak lama kemudian terdengar suara kekehan kecil dari Amora. "Iya Nath, makasih ya sekali lagi. Gue senang banget disaat lagi begini, ada lo yang selalu khawatir dan ngasih gue semangat. Gue ngerasa beruntung punya lo sebagai sahabat gue."
Seriously, gue merasa senang dan lega setelah Amora mengatakan hal tersebut. Gue juga merasa beruntung punya Amora sebagai sahabat gue, dia selalu ngebantu gue di banyak hal yang gue lakuin. Bukan cuma sebagai sesosok sahabat, Amora juga seperti sesosok Ibu buat gue. Hehe.
"Nath, besok 'kan kita udah mulai liburan akhir semester. Gimana kalau kita have fun bareng? Sekali-kali ngilangin rasa penat dan stress gitu," ajaknya.
Tentu saja, gue langsung tersenyum sumringah dan menerima ajakannya. Yah, nggak salah juga 'kan kalau sekali-kali liburan? Gue juga butuh refreshing setelah gue melewati hari-hari gue yang berat, tanpa Jae selama dua bulan penuh ini. Jae kemana? Spesifiknya gue nggak tahu dia kemana, yang jelas, selama dua bulan penuh ini dia nggak terlihat di Apartemen maupun di Kampus. Nomornya pun nggak aktif.
Gue tanya ke teman se-fakultasnya bahkan sampai teman se-angkatannya, mereka juga nggak tahu menahu soal keberadaan Jae. Satrio, bahkan Brian, mereka yang teman dekat Jae pun ikut bingung dengan Jae yang tiba-tiba menghilang. Rumah keluarga Jae yang Brian tahu pun, saat didatangi 'katanya' sepi. Gue bingung sendiri.
Winar selalu kesal ketika gue terlihat melamun, karena ia tahu saat gue melamun, yang ada dipikiran gue cuma ada Jae. Gue masih bertanya-tanya dan menyalahkan diri sendiri atas kepergian Jae entah kemana. Tapi mau gimana lagi, meskipun Winar adalah pacar gue, gue ngerasa gue nggak begitu bebas dan bahagia bersama dia. Disisi lain pula, gue harus bersyukur karena gue punya dia yang mau dengerin setiap keluh kesah gue tentang kehidupan sehari-hari, walaupun respon dia nggak semenyenangkan itu.
***
Keesokan harinya pun tiba.
Amora: Udah siap, sist? Gue udah di tempat parkiran gedung Apartemen lo, nih. Cepetan turuuuuuun
read
KAMU SEDANG MEMBACA
True Friends
Fanfiction"Teman sejati antara cewek dan cowok itu harusnya nggak boleh pacaran, tapi bolehnya langsung ***** aja." Copyright © 2018, mjoaxxi.