PART 7

3.5K 571 217
                                    

Kak Satrio






“He is very kind. Who he's name?”






-







Setidaknya sekarang gue bisa bernapas lega kembali, setelah mengurus manusia tidak tahu diri semacam Jae itu. Gue bersyukur karna dia udah berhenti mengganggu gue, ck, ternyata saat gue mengobati sedikit kakinya kemudian memberikannya camilan beberapa hari lalu, memang ada guna yang sangat lumayan untuk kembali hidup normal tanpa sebuah spam chat, bahkan telepon.

Kemudian, saat gue bertemu dengan dia pun, yang biasanya kami sering ribut nggak jelas sampai entah kapan selesainya, sekarang kita berdua sama-sama diam. Tanpa menyapa satu sama lain—dan sejujurnya gue juga ogah buat nyapa dia, kemudian mencari ribut dari salah satu kedua pihak. Nggak lagi deh gue buat nyari ribut sama dia, karna gue tahu urusannya bakal sepanjang dan serumit seperti urusan yang kemarin. Meskipun gue masih agak ilfeel melihat kealayan dia setiap hari di kampus.

Tapi bodo lah ya, gue beneran nggak mau nyari masalah sama dia.

Cukup.

Gue nggak mau kejadian yang kemarin itu bakal terulang lagi.

Dan hari ini adalah hari Selasa, kemudian hari ini pula gue ada jam matkul siang. Sebenarnya hari ini gue pengen izin dulu, karna badan gue lagi sedikit nggak enak. Tapi Amora bilang semua mahasiswa/i dari fakultas hukum, harus hadir hari ini karna bakal ada ujian mendadak. Tadi pagi saat mendengar kabar itu, rasanya gue pengen mendadak kejang-kejang seketika. Dari tiga hari diam di rumah tanpa ada kerjaan ataupun matkul, eh pas masuk harus mulai dengan ujian. Malah mendadak pula, nggak ada waktu deh gue buat belajar.

Eh tapi biarin aja sih ya, sejujurnya gue bukan tipikal orang yang suka belajar saat mau ujian. Cukup berdo'a, dan mengejarkan soal ujian itu dengan penuh sungguh-sungguh sampai semuanya keisi, kemudian soal nilai ataupun hasil bisa belakang. Saat lagi beruntung, gue bisa dapat nilai yang cukup memuaskan, padahal nggak belajar sama sekali. Kalau nggak beruntung, ya cukup terima nasib bahwa nilai gue rendah. Ck, hidup harus dibawa se-simple itu, biar nggak pusing.

"UJIANNYA DI UNDUR BESOK WEH, DOSENNYA HARI INI PADA JENGUK PAK RAVI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT. JADI MAHASISWA DAN MAHASISWI DARI FAKULTAS HUKUM, HARI INI BOLEH PULANG" suara teriakan Daniel terdengar dari ambang pintu kelas. Semua mahasiswa di kelas ini langsung ricuh kemudian bersorak ria karna hari ini nggak jadi ujian, hufh, begitupun gue yang bisa bernapas lega lagi.

Kenapa ngabarinnya nggak dari tadi aja? Jadinya gue nggak perlu repot-repot pergi ke kampus, buang-buang ongkos, dengan tubuh yang amat lemas. Mana sekarang kepala gue pusing banget, serasa kayak pengen pecah. Untungnya gue masih libur kerja, jadinya—mungkin gue bisa istirahat penuh setelah pulang dari kampus.

"Nath?" panggil Amora. Gue menoleh kearahnya yang duduk dibangku sebrang sebelah kiri gue, Amora mengernyitkan dahi, kedua manik matanya terlihat fokus memperhatikan wajah gue saat ini. "Lo pucet banget, Nath" ucapnya.

"Heu, udah biasa" ujar gue.

"Udah biasa apanya? Ini muka lo pucet banget deh, kayak mayat hidup" Amora memelankan suara diakhir kata. Gue hanya terkekeh, kemudian menggendong tas dipunggung seraya bangkit dari tempat duduk. "Mau pulang? Gue anter ya" katanya.

"Nggak usah, gue bisa sendiri kok. Nanti gue naik taksi aja" kata gue.

"Tapi nanti kalo lo pingsan di jalan gimana?" nada suara Amora mulai terdengar khawatir, lucu sih.

True Friends Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang