Jujur
“Beneran suka gue?”
-
"Nath? Nih makan buburnya" Jae meletakkan semangkuk bubur hangat yang baru dibeli depan gedung apartemen, diatas meja ruang tamu. Gue menatap bubur tersebut, kemudian mengangguk pelan. Cowok itu mendaratkan bokongnya di tempat duduk kosong sebelah gue. Ia tersenyum, lalu menaruh telapak tangannya pada dahi gue untuk mengecek apakah demam gue sudah turun atau belum.
Ya . . Jujur, setelah kejadian dua hari lalu gue langsung demam dua hari, sampai sekarang. Segitu lemahnya gue cuma karena hal sepele seperti itu, gue bisa langsung jatuh demam. Dan selama gue sakit, Jae-lah yang menemani gue, merawat gue, dan menjaga gue. Yea—karena dia tetangga gue, dan juga sekarang menjadi teman gue, jadi nggak ada salahnya juga kan membantu gue disaat seperti ini. Amora juga ikut merawat gue di rumah, teman-teman kerja gue seperti Winar, Nara, dan Azka pun juga ikut membantu gue sih. Cuma karena kelaknatan seorang Jae Arkha, Winar dan Azka sering diusir duluan dari sini.
Padahal ini ruang apartemen gue, tapi dia yang berani-beraninya seenak jidat mengatur semuanya bahkan ngusir teman gue sendiri. Gue ada rasa nggak enak sama Winar dan Azka, apalagi Winar bebeb gue. Asoy. Soalnya apa, gue mau negur Jae juga saat itu gue gak ada daya sama sekali buat ngomel-ngomel seperti biasanya ke dia. Tolong maklum karena gue sedang berada diposisi lemah, jadi apa boleh buat.
"Masih demam, Nath. Abis makan bubur langsung istirahat aja ya? Mau disuapin nggak?" tawarnya.
GAK TAU KENAPA YA, TITISAN AYAM SATU INI SIKAPNYA BENAR-BENAR BERUBAH DRASTIS SEJAK DUA HARI LALU.
Gue nggak tahu Jae abis kepentok dimana, tapi intinya ini super duper bukan seperti yang gue kenal. Biasanya dia nyebelin abis, suka ngegas, suka teriak, dan lain-lain, serta membuat rusuh. Tapi pas gue sakit, sikap dia berubah drastis. Perhatian, baik, lemah lembut (walaupun nggak cocok), dan sok manis. Dan darisitu gue hanya ber-positif thinking bahwa Jae sedang menghargai gue yang lagi sakit, jadi dia nggak mau membuat kericuhan untuk sementara. Atau mungkin disisi lain dia ada maksud lain ya. HEHEHEHEHE.
Gue menggeleng, "Nggak usah, gue bisa sendiri" ucap gue sambil mengambil sendok dan menyendokkan bubur dengan tangan yang agak gemetar. Jae terkekeh pelan, lantas merebut sendoknya dari gue kemudian mulai menyuapi gue.
"Gak usah maksain diri, ada gue disini jadi lo tenang aja" katanya dengan nada yang pelan. Gue hanya bisa menatapnya sambil melahap bubur yang ia suapi ke gue. Jae menghusap pelan area bibir gue karena ada sisa bubur yang menempel disitu, dengan jarinya. "Makan yang banyak biar lo ada energi, biar cepet sembuh juga. Gak tega gue ngeliat lo yang biasanya ngebacot setiap hari, eh jadi diem kayak gini."
"Harusnya lo bersyukur karena nggak dengar bacotan gue lagi, karena gue tahu sekalinya gue ngebacot, gendang telinga lo udah kayak mau pecah. Iya nggak?" ucap gue.
Jae menggelengkan kepalanya, "Nggak ah. Malahan gue kangen dengar suara lo yang lagi berisik itu" ia terkekeh kecil.
DEG.
Gue cuma terpaku dengan kata-katanya, sambil sesekali melahap suapan bubur yang Jae berikan. Jae menatap wajah gue dengan lekat, sampai akhirnya posisi kita saat ini saling bertatapan. Gue memberinya tatapan sendu, sedangkan Jae memberi sebuah tatapan harapan kepada gue. Ia tersenyum tipis, lantas mengelus pipi gue dengan lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
True Friends
Fanfic"Teman sejati antara cewek dan cowok itu harusnya nggak boleh pacaran, tapi bolehnya langsung ***** aja." Copyright © 2018, mjoaxxi.