PART 30

2.2K 221 48
                                    

Vote dan komen sangat di perlukan, hehe. Terimakasih banyak^^ semoga enjoy!

Final










“Kita sudah mencapai sampai akhir.”










-






            

          

"Nath, lo masih sama Winar?" Nara menatap gue dengan tatapan yang begitu bertanya-tanya. Gue yang saat itu sedang menyeruput es mentimun yang sangat menyegarkan di siang hari ini, mendadak tersedak setelah mendengar pertanyaan yang Nara lontarkan. Ia terkejut bukan main, dan langsung menepuk-nepuk punggung gue perlahan seraya menyodorkan selembar tisu untuk mengusap bibir gue. "Eh, sorry sorry, lo nggak apa-apa?" cewek itu bertanya lagi, dengan nada yang begitu khawatir.

       Dengan wajah yang memerah sebab habis tersedak, gue membenarkan posisi duduk sambil mengangguk untuk memberitahunya bahwa gue baik-baik saja. Ia menghela napas lega. Gue pun kembali menyeruput es timun tersebut lewat sedotan, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Nara yang pertama, "Gue udah putus sama Kak Winar."

Nara melotot, "HAH?" gue nggak menyangka, mendengar jawaban yang gue lontarkan barusan, ia terkejut bukan main. "K—Kok bisa . . . ?" Nara begitu penasaran.

"Kalau gue bilang, lo bakal percaya nggak?" gue menatapnya lekat sambil menompang dagu dengan telapak tangan.

"Of course! Ya kali gue nggak percaya sama omongan lo, emangnya kita itu temanan baru-baru ini aja? 'Kan enggak" ujarnya. Gue terkekeh sambil mengangguk, setuju dengan perkataannya; Iya juga.

"Winar selingkuh, di depan mata gue sendiri."

     Nara yang hendak menyeruput es jeruknya itu, langsung terdiam kaku. Kedua matanya kembali melotot, dan untuk kedua kalinya, lagi-lagi ia terkejut bukan main. Ia meletakkan kembali sebuah gelas berisi es jeruk yang ia pegang, ke atas meja, dengan perlahan. Sorot matanya benar-benar terkunci kepada gue, raut wajahnya pun lama-lama berubah seperti tidak percaya dengan omongan gue barusan. Nara hanya terdiam, lalu beberapa detik kemudian akhirnya mengerjapkan mata.

"Seriously?" cewek itu bertanya dengan nada yang lirih, gue mengangguk tanpa ragu. "Kurang ajar..." umpatnya.

"Faktanya emang begitu, Nar. Gue juga awalnya terkejut, nggak percaya, dan berpikir bahwa itu nggak mungkin. Tapi kejadiannya benar-benar terjadi dan gue lihat dengan mata kepala gue sendiri, semua pikiran yang ada di otak gue sebelumnya tentang dia yang nggak bakal ngelakuin hal brengsek macam itu, mendadak sirna."

"Gue nggak habis pikir. Gue kira, Winar orang yang benar-benar kayak malaikat gitu, ternyata, dia bisa jadi kayak setan juga."

Gue menggidikkan bahu, "Ya udah lah, yang penting sekarang gue udah nggak ada hubungan apa-apa lagi sama dia."

"Sumpah ya Nath, kalau gue ada disitu juga ... gue bakal bikin Winar babak belur sampai masuk UGD!" kini, Nara begitu tampak kesal dan berapi-api. Namun, dalam sekejap kekesalannya hilang, raut wajahnya berganti menjadi khawatir dan agak takut. "Gimana kalau Dikta juga begitu ya, Nath?" tanyanya, lirih.

"Menurut gue, Dikta orang yang baik, dan dia nggak mungkin ngelakuin hal itu. Apalagi, dia tuh kelihatan banget sayang sama lo . . . So, percaya aja sama dia," gue tersenyum tipis. "Gue bakal berdo'a biar hubungan lo dan dia baik-baik aja."

   
  Senyuman manis begitu terlihat di bibirnya, ia mengangguk cepat dengan eskpresi yang begitu semangat. Tentu saja, gue nggak mau orang-orang terdekat gue bernasib nggak bagus sama seperti apa yang gue alami akhir-akhir ini. Rasanya gue nggak rela lahir batin kalau hal itu terjadi.

True Friends Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang