Hinata sedang berjalan menuju ruang 78, tempat di mana ruang ujiannya berada. Di lantai dua gedung Universitas Senja tersebut, Hinata bertemu dengan teman-teman yang satu jurusan dengannya. Ia tersenyum kecil ketika beberapa mahasiswa menghampirinya.
"Jangan lupa tugas dari Pak Iruka, Nat,"
"Iya," kata Hinata malas, "ini aku juga mau ke ruang 75 dulu, mau lihat situasi dan kondisi."
Saat sampai di ruang 75, Hinata langsung mengeluarkan HP dan merekam kediatan beberapa mahasiswa yang sedang melakukan ujian praktik. Yang tanpa sadar kalau ternyata cahaya kameranya itu menyala.
Ya, sebenarnya Hinata juga enggan melakukan tugasnya, tapi karena ini permintaan langsung dari Pak Iruka, jadi mau tidak mau harus dilakukan. Terlebih lagi, Iruka adalah asisten dosen Pak Iruka.
"Kak, tolong itu cahaya kameranya dimatikan!" ujar salah seorang mahasiswa dengan nada cukup tinggi. "Dan lagi, tidak seharusnya Kakak merekam atau memotret apa yang terjadi di dalam ruangan ini." Ucapannya cukup sinis hingga membuat Hinata jadi jengkel.
Hinata hanya menatap datar mahasiswa berbaju garis-garis itu. Sepertinya mahasiswa semester awal yang belum mengenal dirinya, terlihat dari nada bicaranya yang agak songong. Maklum saja, mahasiswa lama tidak akan berani melakukannya. Kenapa? Karena status Hinata yang merupakan asisten dosen dari Pak Iruka, membuatnya disegani dan hormati layaknya putri kandung pria yang terkenal tegas itu.
"Bisakah Kakak keluar dari kelas ini? Kehadiran Kakak hanya akan mengganggu kami saja."
"Anda bisa bicara dengan sopan apa tidak?" tanya Hinata kalem. "Jangan berlagak seperti mahasiswa berkuasa. Karena jika Anda berurusan dengan mahasiswa yang benar-benar memiliki kuasa di kampus ini, maka katakan selamat tinggal pada kehidupan perkuliahan yang tenang dan damai."
"Lo ngancem gue?!" seru mahasiswa itu yang kemudian berdiri dari duduknya. "Jangan mentang-mentang lo senior, lo jadi bertindak sesuka hati lo!"
"Indra, udah," sela Obito, salah seorang teman mahasiswa itu. "Lo jangan mancing keributan, kita lagi ujian berpraktik. Lo bisa kena sanksi,"
"Kenapa harus gue? Harusnya si senior itu yang dapet hukuman. Ngerekam di ruang ujian tanpa ijin termasuk pelanggaran."
"Duh, masalahnya lo gak tau siapa mahasiswi itu," bisik Moegi dengan tatapan yang tertuju pada Hinata. Ia cukup harap-harap cemas melihat ekspresi Hinata yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan buruk. "Udah, jangan ngomong lagi. Lo diem aja mendingan, daripada lo dalam bahaya."
"Lo ngomong apaan, sih? Justru senior yang model begitu harus kita lawan. Jangan karna kita mahasiswa tingkat awal, terus bisa diperlakukan seenaknya. Gak adil itu namanya." Indra menatap tajam Hinata yang masih berdiri di samping pintu. "Lo ngapain masih di sini? Mending lo pergi aja sana! Ruang ujian lo gak di sini juga, 'kan?"
Tanpa mempedulikan mahasiswa bernama Indra tersebut, Hinata menanyakan hal yang lain. Sebuah pertanyaan yang entah akan memberikan dampak positif atau malah negatif. Tanpa mengubah mimik wajahnya, gadis cantik itu langsung melontarkan pertanyaan.
"Semester berapa kalian?"
"S-semester 3, Kak."
"Jurusan apa?"
"J-jurusan Ilmu Fisika, Kak," jawab Moegi gugup.
"Ilmu Fisika?" ulang Hinata dengan senyum penuh arti. "Wah, berarti mahasiswa di ruangan ini pintar semua, dong?" pujinya. Senyum sinis Hinata terukir. Jelas terlihat kalau sedang mencibir mahasiswa bernama Indra.
Perhatian beberapa mahasiswa di kelas tersebut kemudian teralihkan pada sekelompok mahasiswa yang menghampiri Hinata. Mereka tampak berbisik-bisik sebentar. Lalu Hinata dan kedua temannya pergi dari sana begitu saja. Sedangkan yang lain masih bertahan di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Hinata Hyuuga ala Lokal
Kısa HikayeHinata dan sekawanannya milik Oom Masashi Kishimoto. Azur cuma pinjam nama tokohnya doang. --- Suka, boleh baca. Ngga suka, enyah aja. . . . Setiap bagian memuat cerita yang berbeda. Pasangan setiap bagian tidak sama. Ada beberapa cast yang dominan...