Siang ini Hinata kembali menemui Naruto di kantornya. Tahun ini hubungan mereka memasuki tahun ke-4. Dan Hinata berharap tahun depan mereka menikah.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Naruto dengan nada dingin.
"Aku ingin ngajak kamu makan siang," Hinata berujar sembari tersenyum lebar. "Kamu bisa, 'kan?"
"Lain kali aja," Naruto tak memandang Hinata tetap fokus pada tumpukan berkas di meja kerjanya, "aku sibuk."
"Cuma sebentar, kumohon,"
Naruto menatap tajam Hinata. "Pulanglah,"
Senyum Hinata memudar. Ia menundukkan kepalanya, tak kuasa memandang Naruto. Hatinya berdenyut setiap kali mendapat perlakuan kasar ataupun tatapan tajam lelaki itu. Padahal, Hinata sudah sering mendapatkannya.
"Baiklah, aku pulang dulu. Kamu jangan lupa makan siang," kata Hinata yang begitu sarat akan perhatian. Sayangnya, tetap tak ada respon dari Naruto.
***
Hinata melihat ponselnya. Tak mendapati notifikasi apapun dari Naruto. Pesan singkat tidak ada, chat media sosial juga tidak ada, apalagi telepon.
Menghela napasnya, Hinata mengirimkan beberapa pesan singkat untuk Naruto. Seperti biasa, ia selalu memberikan perhatian pada kekasihnya. Meski Hinata tahu, Naruto takkan pernah mereponnya dengan baik.
"Aku selalu cinta sama kamu, Naruto. Tapi kenapa kamu tidak pernah cinta sama aku?" Hinata meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia memeluk gulingnya begitu erat. "Aku berikan semua apa yang kamu inginkan, tapi sekali aja kamu ngga pernah melihat aku dengan tatapan cinta."
Airmata jatuh dari kedua mata Hinata. Lagi, perempuan itu menangis. Hal yang memang kerap dilakukannya saat kembali teringat akan sikap Naruto yang begitu tak acuh padanya.
Hinata dan Naruto sudah berteman sejak kecil. Mereka juga bersekolah di tempat yang sama hingga tingkat SMA. Sampai pada akhirnya, Naruto memutuskan kuliah di luar negeri. Lelaki itu mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di Inggris.
Ketika itu Hinata sudah jatuh cinta pada Naruto namun tak sekalipun Hinata berani mengungkapkannya. Hinata hanya bisa mengagumi Naruto dalam diam. Sosok Naruto yang begitu acuh tak acuh membuat Hinata yang pendiam merasa takut. Hinata tidak bisa mendekati Naruto atau bersikap agresif seperti gadis-gadis lain. Maka dari itu, saat mengetahui Naruto kuliah di luar negeri, Hinata hanya bisa berdoa untuk kebaikan Naruto. Hinata juga berharap ia dapat bertemu lagi dengan lelaki itu.
Sekian tahun berlalu. Naruto sudah menyelesaikan kuliahnya, begitu juga dengan Hinata yang sudah menjadi seorang sarjana. Saat acara reuni SMA, Hinata begitu terpukau pada sosok lelaki yang masih mendiami hatinya hingga kini. Sosok itu semakin terlihat rupawan, lebih dewasa dari sejak terakhir mereka bertemu di acara kelulusan SMA beberapa tahun yang lalu.
Seminggu kemudian, Hinata mendapat kabar bahwa dirinya akan dijodohkan. Awalnya Hinata tak begitu antusias ketika malam itu keluarganya datang ke sebuah restoran untuk bertemu dengan keluarga yang akan dijodohkan dengannya. Wajah sendunya dengan cepat berubah menjadi binar kebahagiaan kala mengetahui ternyata lelaki yang akan dijodohkan dengannya adalah Naruto.
Sebulan sejak pertemuan itu, Hinata dan Naruto resmi menjadi pasangan kekasih. Hingga kini, hubungan yang sudah berjalan 4 tahun, tetap saja datar. Hubungan mereka tidak ada kemajuan sama sekali. Naruto semakin tak acuh dan begitu dingin pada Hinata. Setiap kali Hinata membicarakan tentang masa depan, Naruto selalu menghindar.
-SKIP-
Naruto tampak menikmati makanan yang dimasak oleh Hinata. Ia mengakui kalau Hinata adalah sosok perempuan yang baik, jago memasak, dan merupakan calon istri idaman. Tapi berapa kali Naruto mencoba membuka hati pada Hinata, tetap saja hasilnya sama. Naruto tak bisa mencintai Hinata seperti halnya perempuan itu mencintainya.
Jujur saja, Naruto memang sudah memiliki perempuan lain yang dicintainya. Itu mungkin menjadi salah satu alasan mengapa sampai saat ini Naruto belum juga bisa mencintai Hinata, meski hubungan mereka sudah berjalan 4 tahun lamanya. Naruto hanya menganggap Hinata temannya, dan tak bisa lebih dari itu. Perempuan yang dicintai Naruto adalah gadis yang dulu dikenalnya saat kuliah di Inggris.
Sekembalinya ke tanah kelahirannya, Naruto ingin memperkenalkan perempuan tersebut pada orang tuanya. Satria ingin secepatnya menikahi perempuan yang sangat dicintainya itu. Sayangnya takdir berkata lain, Naruto justru dijodohkan dengan Hinata.
Bisa saja saat itu Naruto bersikap egois. Hanya saja sang ibu yang menjadi alasan utama Naruto menerima perjodohan tersebut. Wanita yang telah melahirkannya itu meminta pada Naruto agar bersedia dijodohkan dengan Hinata dan menikahinya kelak jika waktunya sudah tepat.
Akhirnya, Naruto benar-benar menerima perjodohan itu. Menjadi kekasih dari Hinata tak seburuk yang ia bayangkan, namun tetap saja cintanya tak bisa ia berikan. Dan ia belum berpikir untuk siap menikahi Hinata dalam waktu dekat, walau mereka sudah 4 tahun bersama.
Kini perhatian Hinata beralih pada layar ponselnya yang menyala. Sebuah pesan singkat yang dikirim oleh teman lamanya. Ya, perempuan yang sangat dicintainya. Tanpa disadarinya, ia mengulas senyum yang membuat Hinata agak curiga.
"Kamu kenapa tersenyum seperti itu?" tanya Hinata hati-hati agar tak menyinggung perasaan Naruto.
Naruto tersadar, lalu menatap Hinata yang masih duduk tenang di depannya. "Ngga apa-apa," jawabnya singkat, yang kemudian kembali melanjutkan acara makannya.
Hinata menundukkan kepalanya. Ia tahu Naruto berbohong padanya. Tak mungkin tak terjadi apa-apa pada lelaki itu saat melihat layar ponsel sambil tersenyum. Bahkan, Hinata tak pernah diberikan senyuman yang seperti itu oleh Naruto.
-SKIP-
Hinataa berlari di sekitar stasiun kota. Mencari Naruto yang tiba-tiba saja tadi meminta putus darinya. Lalu ibu Naruto menghubunginya, mengatakan kalau lelaki itu berniat pergi ke luar kota. Langsung saja Hinata bergegas pergi, mengabaikan pekerjaannya di restoran.
"Naruto!" teriak Hinata yang melihat lelaki sedang duduk di kursi tunggu. Ia menghampiri Naruto dengan airmata yang berlinangan. "Kenapa kamu ingin pergi? Ke luar kota dalam jangka waktu yang kamu sendiri ngga bisa menentukan?" Napas Hinata tercekat. "Apa yang akan kamu lakukan di sana?"
"Maafkan aku, Hinata." Naruto hanya menatap datar perempuan itu. "Aku udah coba buat cinta sama kamu, tapi ternyata aku ngga bisa." Ia berdiri dari duduknya, menarik koper berukuran sedang yang berisi pakaiannya.
"Kumohon, jangan pergi! Jangan tinggalin aku," kata Hinata seraya menarik lengan baju Naruto. "Bagaimana dengan ayah dan ibumu?"
"Ayah dan ibuku pasti baik-baik saja. Aku juga akan ngasih pengertian ke mereka terkait keputusanku,"
"Naruto…"
"Maafin aku, Hinata," ujar Naruto seraya menepis tangan Hinata pelan. "Aku harus pergi." Seulas senyum tipis tanpa makna ia berikan pada Hinata. "Jaga dirimu baik-baik, Hinata. Dan tolong, jangan berharap aku akan kembali padamu." Ia berjalan menjauhi Hinata saat kereta yang sedari tadi ditunggunya sudah datang.
Tangis Hinata semakin menjadi ketika Naruto masuk ke dalam kereta tersebut. Lelaki itu bahkan tak membalikkan badan atau menoleh sebentar ke arahnya. Seakan membuktikan kebenaran bahwa selama ini Naruto tidak mencintai dirinya. Cinta Hinata benar-benar tidak pernah berbalas.
.
.
.-SELESAI-
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Hinata Hyuuga ala Lokal
Cerita PendekHinata dan sekawanannya milik Oom Masashi Kishimoto. Azur cuma pinjam nama tokohnya doang. --- Suka, boleh baca. Ngga suka, enyah aja. . . . Setiap bagian memuat cerita yang berbeda. Pasangan setiap bagian tidak sama. Ada beberapa cast yang dominan...