Hinata memanyunkan bibirnya kesal. Sungguh, ia sudah bosan berada di ruangan Sasuke selama lebih dari 3 jam. Hanya bermain ponsel, mendengarkan musik, menggulirkan layar, melihat-lihat media sosial. Rasanya lelah dan ingin istirahat saja di rumah.
Beberapa kali Sasuke memperhatikan Hinata yang tampak mulai jenuh. Sepertinya ada bagusnya ia dan orang tua Hinata berkompromi untuk mengubah sikap gadis mungil itu. Orang tua Hinata memang meminta tolong pada Sasuke untuk memantau pergaulan anak gadis mereka selama di kampus. Sasuke sendiri mengajukan saran agar Hinata berangkat dan pulang bersamanya, tentu saja hal itu langsung disetujui oleh Papa Hiashi dan juga Mama Hikari.
Menolak, jelas sudah Hinata lakukan. Tapi, Mama Hikari yang cantik sukses membuat ancaman yang membuat Hinata tak bisa berkutik. Semua fasilitas ditarik dan uang saku dikurangi. Betapa teganya Mama Hikari pada sang anak gadis.
"Capek, ya?"
"Udah tau capek, pake nanya lagi," gerutu Hinata dengan suara pelan. "Ini kapan pulangnya, sih? Saya tuh laper, Pak. Pengen makan,"
"Bentar lagi selesai, sabar…"
Hinata mendengus pelan. "Kalo ngga ada anceman, gue udah balik sama Kiba dari tadi,"
"Apa kamu bilang?!" sentak Sasuke tajam. "Awas aja kalo kamu sampe deket sama Kiba lagi,"
"Emangnya kenapa, sih, Pak? Suka-suka saya dong mau deket sama siapapun," Hinata hanya memberikan tatapan malas pada Sasuke. "Lagian Bapak siapa? Sodara bukan, pacar juga bukan,"
Sasuke tetap fokus pada tugasnya. "Aku emang bukan sodara dan juga bukan pacar kamu,"
"Lah terus kenapa Bapak masalahin saya deket sama cowok?"
"Kamu 'kan calon istri aku,"
Gerakan tangan Hinata yang bermain ponsel seketika terhenti. "Gimana, Pak?" tanyanya bingung. "Calon istri? Sejak kapan pula saya jadi calon istri Bapak?"
Senyum tipis Sasuke tercipta. "Sejak kamu nyium aku," jawabnya enteng.
"Pak, saya 'kan sudah bilang kalau itu–"
"Ngga sengaja?" sahut Sasuke cepat. "Lah bodo amat," ujarnya santai. Ia mulai merapikan pekerjaannya dan bersiap pulang. "Sengaja atau engga, kamu tetep udah nyium aku. Tanggung jawab, dong."
"Ish!"
***
Mobil yang Sasuke kendarai sudah sampai di halaman depan rumah orang tua Hinata. Sebelum membiarkan Hinata keluar dari mobilnya, Sasuke menarik tangan kiri Hinata. Ia memasangkan sebuah cincin emas putih di jari manis gadis itu.
"Cincinnya mahal, jangan sampe dilepas,"
Salah satu alis Hinata terangkat. "Bapak melamar saya?"
"Engga," jawab Sasuke cuek.
"Lah ini ngasih saya cincin buat apaan?" tanya Hinata sambil memperhatikan cincin yang kini menghiasi jari manisnya.
"Itu cincin sebagai pengingat buat kamu, kalo kamu punya tanggung jawab sama aku."
Hinata mencibir. "Bilang aja kalo Bapak memang pengen melamar saya," katanya enteng, "tapi ngga bisa karna saya masih kuliah."
"Apa kamu bilang?"
"Saya bilang, Bapak pengen ngelamar saya, tapi belum bisa karna saya masih kuliah. Jelaslah papa saya ngga bakalan langsung ngasih ijin." Hinata melepaskan sabuk pengamannya. Mengabaikan Sasuke yang masih sok-sok'an bersikap tak acuh. "Makasih tumpangannya, Pak." Ia membuka pintu mobil mewah itu dan keluar tanpa menunggu respon Sasuke. "Cincin ini kelihatan bagus dan mahal, jadi ngga akan saya lepas, kalo ngga kepepet. Makasih." Dengan jahil, Hinata mengerlingkan matanya ke arah Sasuke. Ia tersenyum semanis mungkin dan kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Hinata Hyuuga ala Lokal
Historia CortaHinata dan sekawanannya milik Oom Masashi Kishimoto. Azur cuma pinjam nama tokohnya doang. --- Suka, boleh baca. Ngga suka, enyah aja. . . . Setiap bagian memuat cerita yang berbeda. Pasangan setiap bagian tidak sama. Ada beberapa cast yang dominan...