Satu jam berlalu. Matahari sudah akan terbenam di ufuk barat dan Jeongguk masih setia menunggu sang sahabat di rumah sakit. Ia baru saja keluar dari kamar mandi dan rahangnya terbuka saat menemukan Seokjin sudah terbangun dan pria itu terlihat panik di atas tempat tidur.
"Hyung, apa yang terjadi?" ia langsung berlari mendekati ranjang tunggal yang berjarak kurang dari 3 meter dari kamar mandi.
"Ia tadi datang kesini... Itu benar bukan?" tanyanya getir. Matanya yang bulat sudah tampak berkaca-kaca
"S-siapa maksud Hyung?" Jeongguk sangat terkejut dengan pernyataan tiba-tiba yang dilontarkan Seokjin. Alih-alih bertanya ia sekarang ada dimana, laki-laki itu malah menanyakan hal lain.
"Hyerim. Dia tadi ada disini..."
Sebuah denyut kencang menyapa hati Jeongguk. Ia sudah berjanji pada Hyerim kalau ia tidak boleh mengatakan kedatangannya pada Seokjin. "Hyung pasti sedang bermimpi. Tidak ada yang datang kesini selain Hayoung," Jeongguk terpaksa berbohong.
"Kau tidak bisa membohongiku," Seokjin menggelengkan kepala. "Ini wangi parfum miliknya. Aku masih bisa mencium aromanya dengan jelas. Dia tadi ada disini, aku sangat yakin kalau ia tadi datang kesini!" ia tiba-tiba histeris. Matanya makin membulat. Seokjin mencoba melepas selang infus yang melilit di pergelangan tangannya.
"Hyung, tenanglah..." Jeongguk buru-buru menenangkan. Ia duduk bersama Seokjin di atas ranjang dan menariknya ke dalam pelukan.
"Aku sangat bodoh. Kenapa bisa-bisanya aku tertidur padahal aku tahu ia datang mengunjungiku? Aku merindukannya. Aku sangat merindukannya dan aku sangat ingin bertemu dengannya..." ucap Seokjin dengan tubuh gemetar.
"Aku tahu, Hyung. Aku tahu," Jeongguk menepuk punggungnya. Ia bisa merasakan air mata Seokjin jatuh dan membasahi sisi atas pakaian yang ia kenakan. "Tapi sekarang hyung harus beristirahat dulu disini. Nuna berpesan kalau hyung harus banyak makan, jadi nanti hyung akan punya tenaga untuk menemuinya lagi."
Jeongguk berusaha untuk memperbaiki mood Seokjin dengan melanggar janji yang ia buat dengan Hyerim. Walaupun begitu, ia tampaknya cukup berhasil. Karena setelah mendengar perkataan itu, sebuah senyum terukir dari wajah pucat Seokjin.
***
Park Chorong terpaksa meninggalkan pertemuan dengan salah seorang klien pada sore hari itu, saat ia mendapat kabar bahwa suaminya dilarikan ke rumah sakit. Namun, bukannya langsung memberi kunjungan ke kamar tempat Seokjin dirawat, Chorong lebih dulu menemui dokter yang memberi perawatan.
"Silahkan masuk!" seorang dokter dalam balutan jas putih, berkata saat ia mendengar seseorang mengetuk pintu ruangan kerjanya.
Chorong mendorong kenop pintu ke arah bawah, sehingga kini ia bisa melihat sebuah ruangan berukuran 2x2 dicat dengan warna yang sama dengan seisi tembok rumah sakit. "Selamat sore, dokter Lee," ia langsung menyapa saat iris hitamnya menangkap sesosok pria paruh baya yang duduk di balik meja. "Saya adalah istri Kim Seokjin."
Saat Chorong memperkenalkan diri, Dokter Lee langsung menyunggingkan senyum ramah dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk. Suara derit terdengar samar saat roda kursi bergesekan dengan lantai porselen. Dan Chorong sekarang sudah berhadapan dengan dokter yang bertanggung jawab atas suaminya saat ini.
"Apa yang terjadi dengan suami saya, dok?"
"Kim Seokjin sempat pingsan siang tadi dan seseorang membawanya kesini,"
Pupil mata Chorong melebar mendengar informasi itu. Menjadi makin penasaran, ia kembali melontarkan pertanyaan. "Apa dia mengidap penyakit serius atau sejenisnya, dok?"
Dokter Lee menarik nafas panjang sebelum melanjutkan penjelasan. Kedua tangan yang terbungkus rapi dalam balutan kain katun diletakkan di atas meja. "Awalnya aku mengira kalau ia sedang menjalani diet. Namun pada saat kami melakukan tes lebih mendalam, kami menemukan keadaan psikis pasienlah yang sebenarnya bermasalah. Ia tampak sedang menanggung masalah yang berat dalam hidup dan menanggung beban itu sendirian."
Mendengar itu semua, Chorong seakan tertampar. Apalagi sang dokter menambahkan, kalau saat ini Kim Seokjin didiagnosa menderita stress berat dan itu bukan masalah kesehatan yang harus disepelekan.
Susah payah, Chorong menelan ludah. "Apa yang harus saya lakukan?" tanyanya karena ia merasa begitu samar dengan permasalahan yang dihadapinya sekarang.
Dokter Lee memperbaiki letak kacamata sebelum kembali berbicara. "Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian karena itu kehidupan pribadi yang menjadi privasi. Tapi Nona Park, demi kesehatan suami anda, berusahalah untuk selalu mengerti keadaannya atau kondisi mental pasien Kim akan semakin memburuk."
Chorong mengangguk mengerti. Walau sebenarnya, hatinya masih berkecamuk. Ia sendiri sejujurnya kurang paham dengan keadaan emosi Seokjin, karena lelaki itu tidak pernah bercerita apapun tentang kehidupan sebelum ia memutuskan untuk menikah dengan Chorong.
"Namun jangan pernah memaksa untuk membuatnya bercerita tentang masalah yang dihadapinya. Biarkan dia mencari situasi yang nyaman bagi dirinya sendiri. Anda harus lebih bersabar."
Sekali lagi, Chorong hanya bisa menganggukkan kepala sebelum ia bangkit dari tempat duduk dan permisi meninggalkan ruangan.
Chorong melangkahkan kedua kaki yang saat itu terasa amat berat. Lobby rumah sakit memang tampak cukup ramai dengan banyak pasien, dokter, perawat hingga keluarga pasien yang memenuhi ruangan.
Ia melangkah gontai dan sekali dua kali, terdengar suara desah nafas keluar dari bibirnya. Ia juga terlihat sempat mengacak rambut hitam panjang yang menjuntai hingga pundak. Chorong sedang mengalami dilema.
"Aku tidak menyangka kalau pernikahan ini akan membawa dampak yang begitu buruk untuknya," ujarnya lebih kepada dirinya sendiri.
Chorong yang berjalan dengan kepala tertunduk, tidak menyadari kalau ada seseorang yang juga berjalan dengan posisi sama datang dari arah berlawanan.
Tabrakan tidak terelakkan. Chorong yang tidak siap merasakan badannya mulai limbung dan ia merasa akan segera mendarat ke atas lantai yang keras. Beruntung, orang yang ditabraknya dengan cekatan meraih tangannya untuk mencegah ia terjatuh.
"Maafkan aku," suara gadis yang terdengar serak dan parau, membuat perhatian Chorong segera teralihkan.
Tepat didepannya, ada seorang gadis-tidak lebih tinggi darinya, masih memegangi tangan kanannya dan menatap dengan tatapan yang tidak bisa diterka. Mata Chorong melebar saat menangkap gurat kesedihan dari sepasang matanya yang bengkak. Chorong yakin gadis itu baru saja habis menangis. Namun walaupun penampilannya sedikit berantakan tanpa make-up, Chorong memuji kecantikan alami yang dimilikinya.
"Aku yang seharusnya meminta maaf padamu," Chorong berkata sambil menegakkan badan. Pegangan gadis asing itu pun terlepas.
Sebuah senyum yang dipaksakan terukir di wajah sendunya. "Tidak apa-apa. Sampai jumpa," gadis itu membungkuk sopan sebelum meninggalkan Chorong yang masih memandangi punggungnya hingga bayangannya menghilang di balik kerumunan orang.
"Mengapa akhir-akhir ini aku sering sekali bertemu orang yang sedang bermasalah sih?" ia bergumam sebelum membalik badan dan bersiap melangkah menuju kamar 312. Kamar tempat Kim Seokjin dirawat.
***
(2019.8.9)
A/N: Adakah yang bisa menebak siapakah kira-kira gadis yang tidak sengaja bertabrakan dengan Chorong?
Maaf untuk chapter ini agak pendek karena agenda author hari ini menumpuk :'))
Btw, adakah yang sudah menonton "Bring the Soul: The Movie"-nya BTS? Malam ini author bakal berkesempatan menontonnya! Kyyaaaa <3
Terimakasih untuk yang selalu setia memberi vote dan komen. Sampai jumpa di update selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're Still Mine
Storie d'amore"Walaupun aku sudah menjadi milik orang lain, hatiku selamanya akan menjadi milikmu. Itu janjiku padamu," - Kim Seokjin #1 in Apink (2019.08.17 - 2019.09.20) #1 in btsapink (2019.08.20) #1 in apinkeunji (2019.09.22) #8 in Chorong (2019.08.27) #10 in...