Chapter 3

516 50 3
                                    

Malam hari itu kerlip bintang tampak menghiasi langit. Cahayanya yang redup menuntun pasangan pengantin yang baru saja meresmikan pernikahan, ke depan pintu rumah baru mereka.

"Wow, jadi ini rumah yang akan kita tempati," ujar Chorong takjub sambil menatap sebuah rumah mungil yang terletak di ruas jalanan kota Seoul yang padat. "Lumayan," gumamnya sambil menoleh ke belakang.

Senyumnya memudar saat menangkap gurat kesedihan di wajah laki-laki yang baru beberapa jam resmi menjadi suaminya. Kim Seokjin tidak mengucapkan sepatah katapun sesaat setelah janji pernikahan terucap dari bibirnya. Chorong sebenarnya ingin berbicara dengannya tentang banyak hal. Namun melihat ekspresinya yang seperti itu, ia mengurungkan niatnya. Chorong tahu kalau Seokjin sebenarnya membenci pernikahan mereka.

"Um, Jin..." panggilannya sukses membuat sang lelaki mengangkat dagunya. "Ada 2 kamar di rumah ini... Jadi apa yang akan kita lakukan?" Chorong bertanya saat keduanya sudah menjejakkan kaki di ruang utama.

Jin melemparkan pandangannya ke sekeliling rumah yang masih terlihat asing baginya. Itu adalah rumah pemberian orang tua Chorong sebagai hadiah pernikahan putrinya. Rumah itu memang tidak lebih luas dari 3 are, tapi terlihat tampak begitu nyaman dengan perabotan minimalis yang sudah diatur dengan sangat baik di tiap sisinya.

"Aku akan menempati kamar tamu," Jin akhirnya buka suara dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamar yang berada di sisi kanan. Ia mengetahui itu bukanlah kamar utama karena di pintunya tidak ada hiasan bertuliskan 'newly wed room'.

"Jin, tunggu sebentar," Chorong tiba-tiba berada di depannya. Gadis yang sudah kembali mengenakan pakaian casualnya itu menghalangi jalannya. "Aku hanya bertanya, jangan salah sangka padaku ya?"

Seokjin mengangkat sebelah alisnya sambil menunggu pertanyaan keluar dari bibir tipis Park Chorong.

"Bagaimana kalau kedua orangtua kita tiba-tiba datang kesini dan menemukan kalau kita tidak tidur di kamar yang sama? Kau tahu kan kalau itu bisa menjadi masalah untuk kita nantinya," gadis itu berbicara panjang lebar sambil melipat kedua tangannya di dadanya.

Seokjin menghela nafas panjang. "Maksudmu kita harus tidur bersama dalam satu kamar, begitu?"

Dengan ekspresi polos, Chorong menganggukkan kepalanya.

"Jangan terlalu banyak bermimpi, Park Chorong," Seokjin berkata tegas sambil memberi sinyal kepada gadis mungil itu untuk tidak menghalangi jalannya menuju kamar barunya.

Ia langsung mengunci pintu kamarnya dengan rapat, sementara Chorong masih tetap berdiri di tempatnya semula. "Oh Tuhan," ia memijat keningnya sambil berjalan menuju kamar utama.

Kamar itu rupanya sudah diatur rapi dan ditaburi mawar merah di atas ranjang berukuran queen sizenya. Tanpa pikir panjang, Chorong langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuk tersebut. Ia bahkan tidak sempat melepas sepasang sepatu Nike putih yang masih melekat di kedua kakinya. Ia begitu lelah dengan upacara pernikahannya, jadi ia langsung menutup matanya sebelum kemudian benar-benar tertidur pulas.

***

Seokjin menatap layar handphonenya sebelum desahan keluar dari bibirnya. Tidak ada satupun pesan maupun missed call darinya. Ia sempat mencoba menghubungi Hyerim pagi hari sebelum upacara pernikahan diselenggarakan, namun gadis itu tampaknya memilih untuk menon-aktifkan handphonenya.

Akhirnya, Seokjin menaruh ponselnya di atas meja kaca dan ia pun menatap pantulan wajahnya dari cermin tempatnya duduk. Ia menyentuh wajahnya dengan tangannya, sambil mengamati kedua matanya yang masih merah dan bengkak. Ia tahu dengan jelas kalau itu adalah efek dari dirinya yang menangis tanpa henti setelah ia diputuskan secara sepihak oleh wanita yang ia cintai.

You're Still MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang