Chapter 21

263 32 1
                                    

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan Seokjin pun terbangun dari tidurnya. Dengan mata yang masih berat, ia mencoba untuk menutupi sinar matahari yang masuk melalui celah jendela yang begitu menyilaukan. Setelah berhasil mengumpulkan segala kekuatan, ia pun bangkit dari sofa panjang hitam yang semalam suntuk menopang tubuhnya. Tanpa selimut, tanpa kasur empuk dan luas, hanya ditemani sebuah bantal.

Sembari mereka-reka kejadian tadi malam, perlahan ia mengingat bahwa kemarin Park Chorong tidak berhenti menangis hingga kedua matanya memar sebesar mata panda. Seokjin pun terpaksa menghibur dan menemani wanita itu semalaman suntuk hingga tanpa disadari, ia pun tertidur di sofa yang letaknya berseberangan dengan kasur queen size milik Chorong.

Park Chorong memang sempat mengaku kalau ia tidak pernah bisa tidur sendirian, karena saat belum menikah ia selalu ditemani oleh asisten rumah tangga kesayangannya ataupun oleh ibunya. Namun setelah menikah dengan Seokjin, wanita itu sering menghabiskan malam di apartemen Kim Taehyung karena tidak mungkin baginya meminta suami palsunya untuk menemaninya tidur.

Tetapi tadi malam ceritanya berbeda.

Chorong yang mendadak diputuskan secara sepihak oleh sang kekasih, merasa begitu terpukul. Tidak ada pilihan lain bagi Seokjin karena ia satu-satunya anggota rumah itu dan artinya, ia pun harus menemani wanita itu semalaman.

Ia memijat keningnya yang terasa sedikit nyeri sebagai akibat tidurnya yang kurang nyenyak. Tidur di sofa bukanlah pilihan terbaik tapi ia tidak punya opsi lain. Kim Seokjin bukanlah seorang pria tanpa belas kasihan. Ia tidak sanggup meninggalkan wanita yang notabene sekarang sudah menjadi salah satu teman dekatnya itu sendirian, tatkala ia sedang menderita.

Seokjin kemudian memutuskan untuk turun dari sofa dan membiarkan telapak kakinya menyapa lantai kamar yang dingin. Ia sempat melirik ke depan dan melihat tubuh Chorong yang masih bersembunyi di balik selimut tebalnya. Kepala wanita itu menyembul keluar dan Seokjin bisa menangkap ekspresi sedih sekaligus lelah terpancar begitu nyata.

Tak ingin mengganggu tidurnya, perlahan dengan bertelanjang kaki, Seokjin keluar dari kamar. Ia berjalan menuju ruang tamu utama untuk menemukan hoodie dan handphonenya tertinggal di meja ruangan itu. Dengan cepat ia mengambil ponsel berwarna gold miliknya dan membuka kunci layar. Matanya membulat ketika melihat sudah terpampang sepuluh panggilan tak terjawab dan kesemuanya dari Jung Hyerim.

Sepenggal rasa bersalah menyapa hatinya tatkala Seokjin baru menyadari bahwa tadi malam ia terlalu fokus untuk memperhatikan Park Chorong, hingga melupakan permasalahan yang ia hadapi dengan kekasihnya. Dan rupanya, gadis itu lebih dulu mencoba untuk menghubunginya namun sayang, ia tidak mengaktifkan mode suara sama sekali di handphonenya.

Mengacak rambutnya yang sudah cukup berantakan, Seokjin mengerang pelan. "Aku harus menemuinya pagi ini juga," putusnya seraya buru-buru masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri.

***

"Nuna paling suka diajak barberque-an. Sebenarnya dari awal tahun ini, dia sempat mengajakku sampai sudah membeli peralatan lengkap. Sayangnya karena aku terlalu sibuk dengan kuliah semester akhir, hingga kini kami belum sempat merealisasikannya."

Setelah mendapat pesan dari Hoseok pagi itu, Jimin langsung pergi ke pasar swalayan yang buka paling pagi di kotanya. Mengenakan kaos putih tanpa motif dan celana jeans belel, pemuda itu tengah sibuk dengan belanjaannya seorang diri. Diantara deretan ibu-ibu, Jimin menjadi satu-satunya lelaki muda yang mengantri untuk membeli daging segar.

Tidak segan beberapa diantara ahjumma itu memuji ketampanan yang ia miliki, bahkan ada yang to the point menanyakan apakah Jimin mau menjadi menantunya kelak. Dan dengan sopan, ia mengaku sebagai seorang lelaki yang telah bertunangan sehingga tidak ada lagi yang mencoba menganggunya.

You're Still MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang