Kata-katamu membuatku semakin yakin. Jika aku memang harus tetap selalu bersabar.
~April Yana~Saat di kelas. Rafi tidak fokus pada guru yang menerangkan. Dia masih memikirkan keadaan Vano. Walaupun Vano sudah sadar, Rafi tetap khawatir dengan keadaan Vano.
Karena dari dulu, Vano jarang yang namanya sakit. Kalau Vano sakit, pasti sakitnya harus dirawat di rumah sakit.
Guru yang mengajar menyadari jika Rafi sedang melamun.
"Rafi," panggil Ara--Guru yang mengajar di kelas Rafi.
Rafi tidak menyaut. Tatapannya masih kosong.
"RAFI!" teriak Ara.
Rafi terkejut dengan suara ibu Ira.
"Kenapa ya Bu?" tanya Rafi polos.
"Dari tadi kamu kenapa melamun? Gak dengerin saya lagi jelaskan!" jawab Ara dengan suara yang sedikit meninggi.
"Maaf Bu, saya lagi gak enak badan," alibi Rafi supaya tidak dimarahi oleh Ara.
"Baiklah, jangan diulangi lagi. Kalau kamu memang kurang sehat, lebih baik kamu istirahat di UKS," ucap Ara sedikit melembut.
"Saya di sini aja Bu," kata Rafi.
Ara melanjutkan pembelajaran. Rafi sudah tidak melamun. Dia mendengarkan semua penjelasan dari Ara. Walaupun sedikit pikirannya masih terbayang sosok Vano yang berwajah pucat.
/*\
Saat bel istirahat, Rafi meninggalkan teman-temannya menuju taman.
Eza dan Andra yang merasa aneh dengan sikap Rafi hanya diam. Dan mereka memutuskan untuk ke kantin. Mereka tahu jika Rafi sudah siap untuk cerita, pasti akan diceritakannya.
Di taman, Rafi hanya duduk diam. Memandang kosong objek bunga yang ada di depannya.
Qaila yang kebetulan melewati taman, merasa bingung ketika melihat kakak kelasnya itu sedang melamun.
Niat untuk ke kantin tidak jadi dikarenakan dia penasaran kenapa Rafi berada di sini.
"Kak," panggil Qaila namun tidak dijawab oleh Rafi.
"Kak," panggil Qaila lagi dengan mengibaskan telapak tangannya di depan muka Rafi.
Rafi terkesiap, dia menatap orang yang memanggilnya.
"Kenapa?" tanya Rafi datar.
"Kakak kok di sini? Melamun lagi, nanti kesambet lo," jawab Qaila berusaha mencairkan suasana.
Namun, tampaknya Rafi tidak suka dengan becandaannya.
"Aduh maaf Kak, becandaan saya gak lucu ya," kata Qaila.
"Kakak lagi ada masalah ya?" tanya Qaila lalu duduk di samping Rafi.
Rafi menatap lurus ke depan. Tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Qaila.
"Kalau Kakak ada masalah, aku siap kok dengerin, tenang aja Kak, aku bisa jaga rahasia Kakak," tawar Qaila membuat Rafi memandang ragu ke arah Qaila.
"Yah walaupun kita baru kenal. Apa salahnya kalau kita berteman Kak," ucap Qaila yang menyadari arti pandangan Rafi.
Rafi kembali menatap lurus ke depan. Menghela napas lalu berusah untuk bercerita. Mungkin setelah bercerita pikirannya sedikit berkurang.
"Lo tahu adik gue?" tanya Rafi.
"Ooh yang di lapangan waktu itu ya?" jawab dan tanya Qaila.
"Iya, dia adik sepupu gue. Dia benci sama gue," jawab Rafi membuat Qaila tertegun.
"Kenapa dia benci sama Kakak?" tanya Qaila penasaran.
Rafi menceritakan semuanya dengan Qaila dengan singkat, jelas, dan padat. Entahlah dia sangat yakin pada Qaila.
"Kakak jangan nyerah ya. Terus semangat, aku yakin kok kalau sebenarnya Vano masih sayang sama Kakak. Mungkin dia masih belum bisa terima karena papanya selalu beda-bedakan Kakak. Di sini Kakak gak salah kok, di sini yang gak ada yang benar dan gak ada yang salah. Vano salah karena dia pendendam, tapi dia juga gak salah karena papanya udah gak percaya sama dia. Om Reno salah karena membeda-bedakan dia sama Kakak, tapi Om Reno juga gak salah karena dia mau membuat motivasi supaya Vano mau belajar, walaupun caranya salah.
"Dan Kak Rafi gak salah. Di sini Kakak cuma orang yang terkena imbasnya. Vano marah sama papanya bukan sama Kakak. Tapi karena Kakak yang dibandingkan dengannya, itu sebabnya dia benci sama Kakak. Tapi aku yakin kok Kak, kalau dia itu masih sayang sama Kakak. Jadi Kakak jangan patah semangat ya," ujar Qaila memberi semangat pada Rafi.
Rafi mencermati kata demi kata yang dilontarkan adik kelasnya itu. Sungguh Rafi merasa sedikit tenang mendengar ucapan Qaila.
"Makasih ya Qai. Lo baru kenal gue, tapi udah bisa jadi orang yang pertama gue ceritakan tentang masalah gue," kata Rafi tulus.
"Loh jadi sahabat-sahabat Kakak gak tahu?" tanya Qaila.
"Makasudnya selain mereka yang udah lama sahabatan sama gue. Lo itu anak baru dan cuma lo yang gue kasih tahu ini selain sahabat-sahabat gue," jawab Rafi.
"Ooh gitu. Terima kasih kembali Kak. Karena Kakak udah yakin sama aku," kata Qaila.
Bel masuk berbunyi.
"Udah bel Kak, masuk kelas yuk," ajak Qaila.
Rafi mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju kelas masing-masing.
Para siswa dan siswi yang masih di koridor memandang Rafi dan Qaila.
Rafi mengantarkan Qaila hingga sampai di kelas Qaila.
"Masuk sana," ucap Rafi ketika mereka sudah berada di depan pintu kelas Qaila.
"Iya Kak, Kakak juga masuk kelas ya," kata Qaila.
"Iya, belajar yang rajin," ucap Rafi sambil tersenyum tipis.
Qaila tertegun. Baru kali ini dia melihat Rafi tersenyum, walaupun hanya senyuman tipis.
Qaila mengangguk dan masuk ke dalam kelasnya. Terdengar sorakan 'cie-cie' dari teman-teman sekelasnya. Pipinya memanas. Qaila melangkah dengan cepat menuju bangkunya.
"Ehem-ehem ada yang lagi kasmaran nih," ledek Dea.
"Apaan sih De," ucap Qaila malu.
Dan semuanya tertawa. Qaila benar-benar malu sekarang. Pipinya merona. Dia merasa menjadi wanita paling beruntung sekarang. Dan selalu berharap jika kejadian ini akan bertahan lama.
/*\
~826~Part selanjutnya yaa:)
Terus dukung aku dengan vote dan komennya yaa:)
Doakan cerita ini menang WWF2019 ya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Limited Time ✔ [TERBIT]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Beberapa part dihapus untuk keperluan penerbitan. 🙏 Rafi Angga Dinata, seorang cowok pintar di SMA Garuda Bangsa. Dia berjumpa dengan murid baru bernama Qaila. Awal yang dibilang tidak begitu baik karena sesuatu. Qaila Ayu...