Pingsan

2.6K 130 4
                                    

Apa kesalahanku? Aku hanya ingin membantu. Bukankah kita dulu pernah saling tertawa?
~April Yana~

Bel masuk berbunyi. Membuat para siswa dan siswi berbondong-bondong untuk masuk ke kelas masin-masing.

Termasuk Rafi. Dia sedikit telat masuk kelas dikarenakan membantu guru yang ada di perpustakaan.

Saat di koridor, tidak sengaja dia berpapasan dengan adik sepupunya--Vano.

Vano hanya diam setelah melirik sebentar ke arah Rafi. Entahlah perasaan benci tiba-tiba muncul saat Rafi mengambil hati papanya.

"Vano," panggil Rafi.

"Apa?" tanya Vano datar.

"Muka lo pucat, lo sakit?" tanya Rafi khawatir.

Pasalnya, dia melihat wajah Vano pucat, tidak seperti biasanya. Walaupun jarang bertatap muka, Rafi masih ingat warna kulit Vano. Karena dulu, mereka adalah dua orang yang selalu bersama. Sebelum semuanya berubah seperti sekarang.

"Gak usah sok peduli," tukas Vano yang tidak menjawab pertanyaan Rafi.

"Gue Kakak lo Van," kata Rafi meyakinkan.

"Lo Kakak gue? Kok gue baru tahu ya?" tanya Vano lalu berjalan meninggalkan Rafi.

Rafi hanya diam, berbalik sambil melihat punggung Vano yang perlahan menjauh.

Namun, tiba-tiba Rafi melihat Vano pingsan. Dengan perasaan khawatir, dia langsung berlari kecil ke arah Vano.

Setelahnya, Rafi menidurkan Vano di pahanya. Sambil menepuk-nepuk pipi Vano dan memanggilnya.

"Van, sadar Van, buka mata lo," ucap Rafi.

Setelah beberapa kali Vano tidak merespon. Rafi pergi dari sana untuk meminta bantuan untuk membawa Vano ke UKS.

/*\

Di UKS, Rafi memandang cemas tubuh Vano yang sedanh diperiksa oleh dokter. Dokter yang memang disediakan oleh sekolahnya untuk bekerja di UKS sekolahnya.

"Bagaimana keadaan adik saya Dok?" tanya Rafi ketika melihat sang dokter selesai memeriksa.

"Sepertinya dia kelelahan. Tapi dia harus cek ke rumah sakit, takutnya ada hal yang serius yang tidak bisa diperiksa langsung," jawab Rahma--sang Dokter ramah.

"Adik saya baik-baik aja kan Dok?" tanya Rafi lagi.

Dia sangat mengawatirkan keadaan Vano. Vano sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Dari dulu mereka selalu bersama. Hingga Rafi dibenci oleh Vano sejak kedua orang tua Rafi meninggal.

"Kamu tenang saja, doakan yang terbaik, sebentar lagi mungkin Vano akan sadar. Kalau begitu, saya permisi dulu, kalau ada sesuatu, ruangan saya di sana," jawab Rahma lalu menunjuk sebuah ruangan yang ada di dalam UKS.

"Baik Dok, terima kasih," ucap Rafi sedikit menunduk.

Rafi duduk di bangku yang terletak di samping ranjang Vano.

Mengambil ponsel yang ada di sakunya untuk memberi pesan singkat pada Eza.

Eza
Za, gue di UKS. Izinkan sama guru. Vano sakit.
07.57

Setelah mengirim pesan singkat itu. Rafi memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

Vano membuka matanya, Rafi langsung berdiri.

"Van lo udah sadar, gimana keadaan lo?" tanya Rafi membuat Vano memandang tidak suka.

"Gue udah bilang jangan sok peduli, mending lo sana, muak gue lihat muka lo," tukas Vano yang tidak menjawab pertanyaan Rafi.

"Tapi Van--"

"Gue bilang pergi!" bentak Vano.

Rafi mengalah, dia berusaha bersabar menghadapi adik sepupunya itu. Berusaha untuk mengambil kembali hati Vano. Dia yakin jika Vano masih menyayanginya.

"Yaudah gue pergi, kalau udah gak kuat minta tolong sama teman untuk antar pulang ya," kata Rafi.

"Iya," balas Vano.

Rafi melangkah meninggalkan UKS menuju kelasnya. Vanonya memang sudah berubah. Vano yang selalu mendukungnya berubah. Vano yang selalu tersenyum padanya sudah berubah.

Dia sangat ingat. Dulu, saat kedua orang tuanya meninggal. Vano adalah orang pertama yang menyemangatinya.

"Kakak jangan sedih ya, kan masih ada aku,"

Dia masih ingat betul perkataan Vano untuknya. Dia merindukan itu semua.

Setelah orang tuanya meninggal. Almarhumah ibunya Rafi mengamanatkan pada Reno untuk menjaga Rafi.

Saat awal-awal, Rafi masih diterima dengan baik oleh Mesya dan Vano. Namun, setelah Rafi mulai masuk sekolah lagi, dia pintar dan selalu dibanding-bandingkan dengan Vano yang tidak sepintar Rafi oleh Reno.

Awalnya, Vano biasa saja. Namun, lama-kelamaan, dia bosan. Dia tidak suka dibanding-bandingkan. Dan saat itu juga dia mulai membenci Rafi. Membenci segala kelakuan baik Rafi.

Walaupun saat itu mereka masih kecil. Vano sangat membenci Rafi hingga sekarang. Dan dia tidak terima jika papanya sendiri selalu membanding-bandingkan dengan Rafi. Padahal Rafi bukan anak kandung dari papanya.

Itu alasan dia membenci Rafi. Sepele memang. Namun, setiap orang punya titik jenuh masing-masing. Dan Vano sudah sangat jenuh mendengar perbandingan yang dilontarkan oleh Reno.

/*\
~669~

Halo semua ...

Part selanjutnya yaa. Terus dukung aku dengan vote dan komennya ya:)

Doakan juga cerita ini menang dalam WWF2019.

Limited Time ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang