Chapter 20

106 22 6
                                    

Chen POV

Malam itu aku ingin pergi ke asrama dengan menggunakan sebuah taxi, namun di sebuah jalan aku melihat sebuah mobil seperti milik P'Godt terparkir didepan sebuah rumah.

"Pak, berhenti disini saja ya?" Aku meminta kepada supir taxi untuk menurunkanku disekitar saja.

"Baik, mas." Jawab supir taxi tersebut.

Taxi sejenak menepi sebelum perempatan dan berhenti disana, aku pun turun dari taxi tersebut setelah aku membayar ongkosnya. Aku berjalan menuju mobil P'Godt selangkah demi selangkah karena aku penasaran untuk memastikan apakah itu benar mobilnya ataukah tidak. Setelah melewati perempatan itu aku terus berjalan hingga sampailah aku di jalanan depan sebuah rumah yang ada mobil P'Godt disana.

Aku tertegun saat melihat P'Godt menggenggam tangan P'Bas didepan pintu, dan aku juga mendengar samar-samar P'Godt mengatakan, "Jika kau benar-benar ingin aku tulus memberikan KOIN ini , maka jadilah pacarku untuk beberapa saat sebelum kau pergi." Ucap Godt.

Ungkapan itu membuat hatiku hancur tak tersisa, sesak menyerang dadaku, karena ternyata cintaku hanya bertepuk sebelah tangan saja untuk P'Bas.

Saat itu juga aku pergi dari sana karena aku sudah tidak mampu menahan rasa sakit hatiku untuk terlalu lama. Air mataku berderaian saat aku lari kembali ke arah sebelumnya untuk pergi mencari halte bus.

Di ujung jalan besar aku menemukan sebuah halte bus yang sepi, aku berhenti disana untuk duduk menghapus air mataku yang berlinang tiada henti.

Ya, pengalaman ini membuatku teringat saat pertama kalinya aku mengalami patah hati. Bahkan ini lebih menyakitkan dibandingkan patah hatiku pertama kali.

Lantas masih pantaskah aku menunggu jawaban dari P'Bas setelah melihat semua ini?

Aku berusaha menghapus air matanya yang terus mengali, begitu aku membuka mataku aku melihat sebuah tangan berada didepan pandanganku sambil memegang sebuah botol teh kemasan. Kemudian aku ikuti darimana arah tangan tersebut datang, begitu aku menengok ke kanan aku melihat pria yang duduk disampingku ketika di bus ada disebelahku saat ini.

"Minumlah." Ucapnya padaku.

Ketika aku menghapus air mataku, dia berkata "Kau tidak perlu menghapus air matamu didepanku. Biarkan itu mengalir sampai berhenti dengan sendirinya agar seluruh masalahmu dapat menghilang meski hanya sementara."

"Kau .... pasti mengataiku cengeng, ya kan?" Ucapku yang bergumam menunduk.

"Ambil ini, tanganku terasa lelah melayang terus." Desaknya dengan ketus.

Aku pun lantas menerima pemberiannya itu namun tidak ku minum karena aku sendiri tidak merasa haus.

"Anggap saja itu sebagai jawabanku yang telah memaafkanmu." Ujarnya.

Aku hanya diam saja karena aku berusaha menahan rasa sedihku tapi aku sadar bahwa aku tidak begitu ahli dalam memendam suatu perasaan. Tidak lama kemudian datanglah sebuah bus yang berhenti di halte mereka, tak lama para penumpang turun secara bergantian.

"Aku pergi dulu." Ucapnya yang hendak ingin bangkit namun ku tahan.

"Tunggu, phi." Pintaku yang menahannya pergi.
"Bisakah kau menemaniku sebentar?" Tanyaku padanya namun masih belum bisa memandang wajahnya.

Dia menoleh padaku tapi aku masih belum bisa menoleh padanya karena kecengenganku, "Aku butuh teman saat ini."

"Baiklah, tapi aku tidak bisa untuk saat ini."

Dan pada akhirnya aku melihat wajahnya untuk berkata, "Lalu bagaimana aku bisa bertemu denganmu?"

"Aku akan ada disini pukul 7.00 , 13,00, 19.00. Itu jadwal Bis datang dan pergi di halte ini."

KOINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang