• Now playing :
Let me down slowly
-Alec Benjamin.● ○ ●
Perlahan Haneul membuka kedua matanya. Ia terpaksa harus mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan diri dengan pembiasaan cahaya silau yang menerangi ruangan. Ia menoleh ke kanan-kiri, tapi tak menemukan seorang pun di sana.
Kening Haneul berlipat-lipat, ia berusaha mengingat hal terakhir yang terjadi sebelum ia pingsan. Hera berbicara dengan seseorang di telepon, kemudian berbicara dengan seseorang lain yang bernama--Jihoon--lalu blank. Gelap.
Perhatian Haneul tertuju pada pintu coklat yang sedikit terbuka itu. Dengan hati-hati, ia bangkit dari kasur dan melangkah keluar. Indera pengelihatannya tak sengaja menangkap adanya tiga orang yang tengah duduk di sebuah sofa pada ruang tengah rumah tersebut.
Haneul sedikit mendekati mereka dan menguping pembicaraan yang terlihat cukup serius itu.
"Dimana ibuku?!" Pekik Hera.
"Pelankan suaramu, Hera! Atau Haneul akan terbangun dan mengacaukan seluruh rencana."
Hera mendengus, "mari to the point saja. Sekarang katakan, dimana ibuku. Mengenai Haneul, kau bisa membawa gadis bisu itu pergi kemanapun kau mau karena aku tidak perduli padanya. Jadi sekarang katakan padaku, dimana kau mengurung ibuku!" Desaknya.
"Jaga ucapanmu, Hera! Kau harus tahu sedang berbicara dengan siapa!"
Hera tersentak mendengar perubahan nada bicara pria berjaket hitam itu barusan.
"Aku sudah memintamu untuk tenang, tapi kau terus berteriak ... tenanglah, Hera ... ibumu sudah baik-baik saja di rumah sakit, ia tengah menjalani operasi dan akan segera sembuh. Ia akan tetap baik-baik saja selama aku terus membiayainya. Dan oleh sebab itu, kau harus melakukan apapun yang kusuruh agar ia selalu baik-baik saja."
Hera menunduk dan bungkam.
"Aboji," panggil lelaki bermasker hitam yang terakhir kali berbicara dengan Hera saat mereka dalam perjalanan tadi.
Haneul memicingkan matanya ketika lelaki misterius tersebut mulai membuka masker yang menyamarkan identitasnya.
Huft, Haneul penasaran.
Seorang lelaki berkulit pucat. Siapa lelaki itu? Pikirnya.
"Aku merindukanmu," Lelaki itu memeluk pria berjaket itu erat dan yang dipeluk membalas dengan tak kalah erat, "Perancis adalah pilihan terburuk yang pernah kubuat. Aku tidak suka di sana."
Terdengar sebuah tawa yang begitu familiar ditelinga Haneul. Demi memenuhi rasa penasarannya, ia pun mendekatkan dirinya agar bisa melihat wajah si pria berjaket.
Alangkah terkejutnya Haneul saat melihat sosok Seokjin di sana. Pria berhati mulia itu tak lain adalah si pria berjaket hitam. Dan jika tidak salah dengar tadi, lelaki berkulit pucat tersebut memanggil Seokjin dengan sebutan ayah. Setahu Haneul, Taehyun tidak pernah punya saudara laki-laki. Jadi ... siapa lelaki berkulit pucat itu?
"Aku juga merindukanmu," sahut Seokjin tersenyum lebar.
Tiba-tiba saja manik hitam legam milik si lelaki berkulit pucat mengarah kepada Haneul. Gadis itu lantas terperanjat kaget dan refleks mundur hingga tanpa sengaja menjatuhkan vas bunga yang berada di atas meja.
Haneul panik dan refleks berlari layaknya orang yang dikejar setan ke arah pintu berharap ia bisa lari. Ya, ketiga orang yang berada di ruang tamu itu tentu tidak tinggal diam. Mereka mengejar Haneul sebelum gadis itu pergi lebih jauh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dream;Taehyun
FanfictionBACA DULU, NANTI JATUH CINTA "Bagaimana jika kubilang aku mencintaimu? Apa itu terdengar aneh?" ---- Yuk, dibaca yaa!