1

4.9K 461 9
                                    

Musik lawas dari Ebiet mengalun pelan memenuhi mobil.

Papa Hwang ikut bernyanyi dari balik kemudi.

Mama Hwang sesekali ikut bersenandung.

Sementara kedua Hwang dibelakang hanya diam.

Si gadis dengan mata tajam menyumpal kedua telinganya dengan headset, enggan mendengar lagu yang tengah disetel ayahnya. Kuno.

Pemuda disebelahnya hanya diam sambil menatap keluar jendela.

'Hyunjin sudah makan?'

Sebuah pertanyaan dilontarkan Mama Hwang untuk si bungsu.

Ah, nama nya Hyunjin.

Tapi sayang, pemuda masih diam menatap keluar jendela.

Atensi ketiganya kini berpindah pada si pemuda.

Ayah Hwang melirik dari spion tengah.

Yeji melepas headset nya.

'HEH!' Satu tangan Yeji digunakan untuk memukul lengan pemuda disampingnya.

Hyunjin tersentak kaget.

'Ya?'

'Hyunjin sudah makan?' ulang Mama Hwang.

Hyunjin menggeleng.

'Aku baru bangun pas Yeji telfon ma, belum sempet makan'

'emang kebo' ejek Yeji disebelahnya.

'Ah udah, lagian Hyunjin baru sampai tadi pagi, dia pasti capek ji' bela Mama Hwang.

Yeji mendecih sebal.

Tapi memang benar. Ia baru sampai subuh dinihari dan harus menginap di hotel karena keluarganya baru bisa menjemputnya agak siangan.

Setelah terpisah hampir 7 tahun dengan keluarganya, kini Hyunjin kembali ke sini. Kota kelahirannya.

Terlahir kembar memang sesuatu yang istimewa.

Masa kecilnya ia habiskan untuk bersenda gurau dan bermain bersama seorang gadis yang merupakan kembarannya. Kadang terasa seperti adiknya, kadang terasa seperti kakaknya, temannya, pacarnya, bahkan musuhnya.

Namun menginjak usia sepuluh tahun kondisi keuangan keluarga Hwang memburuk.

Dan nenek dengan senang hati menawarkan untuk mengasuh dan merawat satu dari kembar.

7 tahun itu Hyunjin tinggal bersama kakek dan neneknya. Melewati masa remaja terpisah dari keluarga kecilnya dan hanya bisa berkumpul bersama pada saat liburan saja.

Hyunjin lahir dan besar sebagai anak yang spesial.

Selama ini nenek yang menjaga dan mengajari Hyunjin menggunakan kemampuannya.

Namun setelah sebulan yang lalu kakek dan neneknya wafat, Hyunjin akhirnya kembali kesini.

'Mau makan diluar atau di rumah?' tawar Papa Hwang.

'Di rumah aja, kangen masakan mama' cengir si bungsu dari bangku belakang.

Mama tertawa mendengarnya.

Ah, andai saja suasana ini bisa Hyunjin rasakan sejak dulu.





■■■■■■■

Berat.

Seluruh badan Hyunjin terasa berat.

Begitu keluar dari mobil, tubuh Hyunjin langsung limbung. Beruntung ada Yeji yang meski kewalahan tetap menahan tubuh kembarannya agar tidak ambruk ke tanah.

Dan disinilah Hyunjin sekarang. Dikamar dengan nuansa abu-abu. Kamar yang sudah jauh-jauh hari mama dan Yeji tata untuk si Bungsu.

Pemuda itu berbaring disana. Matanya terpejam rapat. Tangannya terkepal erat. Dahinya dikompres kain.

'Hyunjin kenapa, pa?' Nada bicara Mama Hwang kentara khawatir.

'Mungkin kecapean ma. Udah, biar istirahat dulu' Ucap Papa Hwang menenangkan.

'Yeji disini aja gapapa kan?' gadis Hwang akhirnya bersuara.

Mama dan Papa terlihat saling melempar pandangan untuk beberapa saat.

Yeji menggigit bibir bawahnya, gugup.

Papa akhirnya mengangguk. Kemudian beranjak keluar diikuti Mama Hwang.

Kemudian hening.

Yeji hanya diam menatap wajah kembarannya. Bibirnya pucat, Yeji khawatir.

'Ji, haus' suara serak Hyunjin membuayarkan lamunan Yeji.

Dengan sigap Yeji mengambil gelas diatas nakas dan pelan-pelan membantu Hyunjin minum.

'Ada yang sakit, Jin?' Yeji melirik tangan Hyunjin yang masih terkepal erat.

Hyunjin menggeleng.

'ji'

Yeji menatap wajah kembarannya itu lamat-lamat.

'Lo, ehm, bisa liat?'

Satu alis Yeji terangkat.

Maksudnya?

'Gue ga buta, jin'

Kedua mata Hyunjin terbuka.

'Bukan itu maksudnya ji'

Yeji tertawa.

'Ji?' Hyunjin bergidik ngeri melihat gadis dihadapannya kini.

'Gue gak bisa jin. Cuma elo di keluarga kita'

'Nenek juga bisa'

'Ah, iya'

Tawa Yeji sudah berhenti.

'Bagaimana rasanya, punya the sixth sense?' nadanya berubah serius.

'entahlah ji' Jawab Hyunjin tersenyum ketir.

Yeji tidak menjawab.

Tangannya bergerak mengusap surai gelap Hyunjin.

'Gue tau elo kuat Jin' ucapnya.

'Gue bersyukur' Ucap Hyunjin kembali memejamkan matanya.

'Elo bersyukur bisa liat?' Heran Yeji.

'Gue bersyukur itu gue'

Yeji diam dan kehilangan kata-katanya.


'Gue bersyukur itu gue, bukan yeji'




Usapan dikepala hyunjin berhenti. Digantikan dengan dekapan hangat dari seorang kakak.

PARESTHESIA ●HwangHyunjin●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang