23

1.3K 230 24
                                    

Double Up!
Cek chapter sebelumnya ya 😊

👀






Yeji terbangun dengan rasa nyeri di tangan kanan yang dibalut perban.

Teringat dengan kejadian semalam, Yeji segera berlari kekamar kembarannya.

PIntu terbanting terbuka ketika Yeji memaksa masuk.

Kosong.

Segala kekacauan sudah dibereskan. Begitu pula dengan beberapa barang milik Hyunjin.

Yeji menutup mulutnya tidak percaya.

"Mama!" Gadis itu berteriak histeris.

"Yatuhan apa Yeji?" Mama naik dengan tergesa kelantai dua.

"Hyunjin dimana, ma??!" Suara gadis itu bergetar.

"Tenang sayang, Hyunjin sudah dibawa kerumah tante Irene"

Yeji menatap mamanya tidak percaya.

"Kenapa tante Irene, ma? Mama tahu sendiri kalau tante Irene itu-

"Mama tau ji!" Kalimat Yeji dipotong begitu saja.

"Mama tau, tapi cuma Irene yang bisa nyembuhin Hyunjin"

"Mama! Aku setuju Hyunjin dibawa ke psikiater, tapi bukan tante Irene ma!"

Yeji kini terisak. Memikirkan adiknya berada dirumah psikiater yang mungkin saja sedang berusaha membuatnya sembuh dengan cara apa apapun.

"Hyunjin baik-baik saja, sayang" Mama berujar menenangkan.

"Mama bisa jamin itu? Bagaimana kalau nasib adikku sama seperti Kak Yeri?"

Mama diam.

Yeji pun turut diam.

"Yang terpenting Hyunjin bisa sembuh kan, sayang?" Mama tersenyum.


Hah?

Yeji tidak habis pikir dengan mamanya.

Air mata menetes begitu saja dari sudut matanya.

Hyunjin,

Semoga adiknya itu baik-baik saja dimanapun ia berada.



👀

Day1

"Kita mulai ya, jin" Irene memberi instruksi.

Hyunjin yang duduk disofa dengan nyaman mengangguk setuju.

"Jadi, ada yang ingin kamu ceritakan?"

"Saya-





Tusuk tangan kakak saya dengan pecahan gelas"

Hati Hyunjin serasa diremas ketika mengakuinya.

"Alasannya?" Irene menarik kursi dan duduk dihadapan pemuda itu.

Hyunjin menggeleng.

"Kamu tidak tahu? Bagaimana bisa?"

"Bukan saya"

Irene mengernyit.

"Tadi kamu bilang, itu kamu"

"Ya, tangan saya yang melakukannya, tapi itu bukan saya" Aku Hyunjin.

"Lalu siapa?"

Hyunjin memutus kontak matanya dengan Irene.

"seorang nyonya dulunya, saya tidak tahu namanya"

"manusia?"

Hyunjin menggeleng.

"bukan"

Irene membenarkan letak kacamatanya.

Dia terlihat berpikir sebentar sebelum akhirnya berdiri dan mengambil bingkai foto diatas meja kerjanya.

"Ini anak saya, yang saya ceritakan tadi pagi" Telunjuknya mengarah pada gadis berambut hitam yang duduk ditengah dalam foto.

"cantik?"

Hyunjin mengangguk saja, toh dia sudah lihat langsung pada malam sebelumnya.

"Dia dulu juga bilang bisa lihat hantu, sama seperti kamu"

"Ibu percaya?"

Irene menggeleng.

"Dengarkan saya, Hyunjin. Tidak ada yang namanya hantu didunia ini. Kalaupun ada, seharusnya baik kamu dan anakku tidak bisa melihatnya. Bukan begitu?"

Hyunjin diam.

"JAWAB IYA!"

Hyunjin tersentak mundur.

"Tidak. Buktinya kami melihatnya, bu" Ucap Hyunjin tanpa takut.

"wah wah, kamu benar-benar mirip dia, Hyunjin" Irene tertawa pelan.

"Ikut saya" Irene membanting pigura yang dipegangnya keatas meja, kemudian berjalan keluar ruangan.

Hyunjin mengikuti langkah wanita itu.

Keduanya berbelok kearah ruangan kecil didekat dapur.

Irene membuka pintu ruangan itu dengan serangkaian kunci ditangannya.

Setelah pintu terbuka, Hyunjin rasakan udara pengap berlomba-lomba keluar dari dalam sana.

Sekilas memori tentang teriakan kesakitan juga dirasakannya.

"ruangan apa ini, bu?"

Langkahnya berat saat memasuki ruangan.

Irene didepannya menekan saklar lampu dan membuat ruangan seketika dihadiahi cahaya temaram dari lampu kecil ditengah ruangan.

Selanjutnya wanita itu sibuk membuka kain putih yang menutupi sesuatu ditengah ruangan.

"Dulu, saya dan anak saya membuat kesepakatan Hyunjin. Jika setelah seminggu terapi dengan saya dia masih bisa melihat mereka, saya akan beri anak saya remedial"

Kain putih disingkap.

Menampakkan alat yang Hyunjin tidak paham apa itu, dengan kabel-kabel terulur menjuntai kelantai.

"Ap-apa i-itu bu?"

Hyunjin berjalan mendekat.

Namun detik berikutnya ia tersentak mundur melihat angka volt yang tidak main-main dan tanda-tanda tegangan tinggi tertempel hampir disetiap sisi alat yang menyerupai helm tersebut.

"Kamu mau coba remidialnya?"

Hyunjin menatap Irene ngeri.


Wanita itu tengah tersenyum lebar.

PARESTHESIA ●HwangHyunjin●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang