25

1.3K 231 12
                                    

Day7

"Selamat pagi. oh, maksud saya selamat malam, Hyunjin. Saya sengaja tidak membangunkan kamu tadi pagi karena kamu pasti butuh persiapan untuk remedial kan? Sudah siap sayang?" Suara Irene menyapa pendengarannya.

Hyunjin menelan ludah.

Wanita itu tersenyum cerah sambil membuka satu-per satu ikatan tali di tangan dan kaki Hyunjin.

Hyunjin melirik kunci yang tergantung di saku belakang celana Irene.

Diam-diam tangannya yang sudah terbebas menggapai kunci itu.

Demi apapun, tubuhnya sangat lemas.

Percobaan pertama, gagal.

Percobaan kedua, gagal.

Hyunjin menghela nafas gusar.

Sekali lagi,

Coba sekali lagi, Hyunjin memantapkan hatinya.

Hati-hati ia berusaha menggapai kunci itu.

Gagal lagi.

Irene berbalik untuk menyiapkan suntikan. Dan itu kesempatan bagus bagi Hyunjin karena kuncinya terpampang jelas dihadapannya.

Hyunjin segera meraihnya dan menyimpannya didalam saku celana.

Hyunjin menenangkan nafasnya yang memburu.

Ia harus lari.

HARUS!

Dalam hitungan ketiga Hyunjin berdiri dan mendorong Irene hingga terjerembab kedepan dan kesempatan itu ia gunakan untuk berlari keluar kamar.

Dengan langkah tertatih-tatih Hyunjin berusaha membuka pintu depan dengan kunci yang ia bawa.

Hah?

Kuncinya tidak pas.

"Itu bukan kunci pintu utama Hyunjin"

Suara Irene menginterupsi.

Hyunjin seketika berbalik dan mendapati Irene tengah berdiri didepannya sambil membawa suntikan.

Sialan!

Hyunjin menghindar ketika wanita itu dengan spontan menghujamkan jarum suntik kearahnya.

Hyunjin terus berusaha menghindari wanita yang ia yakini sudah gila itu.

"Kamu mau kemana?" Irene tertawa dibelakangnya.

"Kamu bahkan gapunya tenaga buat lari" sambungnya.

Iyakan saja, Hyunjin lelah.

Pemuda itu berhenti dengan nafas terengah-engah.

"Anak pintar, kemari" Irene memberi gesture mendekat.

Hyunjin berjalan maju.

Satu langkah

Dua langkah

Di langkah ketiga ia meraih lampu duduk diatas meja dan menghantamkannya ke kepala Irene.

"Ya Tuhann" Tangan Hyunjin bergetar saat tubuh Irene ambruk didepannya.

Hyunjin berbalik.

Jantung serasa berhenti berdetak saat mendapati Yeri berdiri sambil tersenyum pedih kearahnya, ujung mata meloloskan sebulir kristal bening.

Tangan gadis itu menunjuk pintu belakang rumahnya.

Ah iya, pintu belakang.

Hyunjin mengucapkan terimah kasih sebelum berlari keluar.

PARESTHESIA ●HwangHyunjin●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang