34 - Story After Incident

3.1K 116 1
                                    

Happy reading guys 🙋

Typo

.

Sudah dua hari terhitung sejak kecelakaan itu, dan Fani bersyukur luka dikepalanya tidak terlalu parah. Hanya saja badannya masih sedikit sakit akibat benturan saat kecelakaan sehingga ia masih harus mengenakan kursi roda untuk ke toilet atau berjalan-jalan ke balkon ketika ia merasa bosan.

Fani juga bersyukur tentang satu hal. Bahwa seseorang yang ia cintai terus bersamanya selama menjalani pengobatan. Pria itu bahkan tak pernah absen menjenguknya ditengah-tengah kesibukan tugasnya sebagai dokter di rumah sakit.

"Dikit lagi ya. Satu sendok lagi"

Fani menggeleng pelan. Farid benar-benar memperlakukannya seperti seseorang yang tidak pernah makan berhari-hari. Belum sempat mulutnya menelan makanan, pria itu sudah menyodorkan kembali sendok selanjutnya.

"Aku ngak akan berhenti nyuapin kamu kalau makanannya belum habis"

"Tapi Fani udah kenyang"

"Satu sendok lagi ya"

Fani mengalah. Akhirnya ia menerima satu suapan lagi dari Farid. Perutnya bisa pecah kalau ia terus membuka mulutnya.

"Ekhem.."

"Nyamuk.. Nyamukk"

"Krikk.. Krikkk"

Fani terkekeh pelan. Ia baru menyadari kalau mereka ternyata tak hanya berdua di ruangan ini. Ada empat orang lain yang pasti sedang menahan kesal sejak tadi karna merasa di acuhkan.

Fani jadi merasa tidak enak hati kepada Leksmana, Hani, Sintia dan Edgar yang menyaksikan adegan absurdnya bersama Farid. Sementara Farid sendiri merasa tak perduli.

Ia sedikit kesal dengan salah satu pria yang datang bersama sepupu dan sahabat Fani. Pria itu adalah pria yang sama saat di hotel dan cafe malam itu. Wajah pria itu juga sangat kentara sekali menyukai kekasihnya. Farid bahkan berfikir untuk memberikan mereka tontonan yang lebih seru agar pria muda itu sadar bahwa Fani adalah kekasihnya. Fani miliknya.

"Lo kayaknya udah sehat banget. Udah bisa kasi kita live show yang bikin Jomblo kayak Leksmana envy"

Fani terkekeh mendengar sindiran Sintia. Mulut nyinyir Gadis itu tidak pernah berubah. Ia bahkan sangat fasih menyindirnya sambil melenggan santai mengambil buah jeruk yang berada di nakasnya.

"Yang udah jadian mah bebas. Nyawapun di korbankan"

Fani meringis mendengar perkataan Leksmana. Sepupunya itu selalu saja tidak menyaring kata katanya. Fani sangat tau kalau pria itu tak terlalu menyukai Farid. Ia jadi khawatir kalau-kalau Farid merasa tersinggung dengan mulut kurang ajar Leksmana.

Merasa Cemas Fani melirik Farid, pria itu juga menatapnya dengan senyuman. Ia bersyukur Farid tak mengambil hati perkataan Leksmana.

"Aduh Edgar.. Baik-baik deh hati lo".

Hani menimpali membuat ketiganya tertawa bersama, sementara Edgar hanya terseyum tipis mendengarnya membuat Fani semakin tidak enak hati. Ia dapat melihat ketidak relaan dimata pria itu.

"Aduh kalian brisik amat sih? Kalau mau rusuh mending pulang deh"

Fani menengahi. Dari pada mereka semakin mengoloknya dengan Edgar. Ia juga tidak enak dengan Farid, teman temannya begitu cerewet.

"Yaelah.. Galak amat. Kita belum dikasi makan loh ini" Fani melongo mendengar perkataan Hani, padahal semua makanan dan jajanan yang mereka bawa untuk menjenguk Fani sudah tandas dihabiskan oleh mereka sendiri.

Step By DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang