Hopeless Love

4.2K 232 6
                                    

Tzuyu POV
Boleh ku ceritakan kisahku? mungkin bagi segelintir orang, ceritaku ini hampir mirip dengan kalian. Aku terjebak pada kenyataan kalau aku berdiri diseberang garis yang tak bisa ku lintasi. Oh iya, namaku Tzuyu. Kalian bisa memanggilku Tzuyu. Tapi aku lebih suka dengan panggilan Chewy. Kalian ingin tahu kenapa aku menyukai panggilan itu? itu karena panggilan itu dibuat oleh seseorang yang penting untukku. Dia Jeon Jungkook.

Kisah kami ini berawal dari mungkin sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu. Dimana saat itu aku dan Jungkook sama-sama duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu kami seringkali dipanggil oleh guru BP karena kami selalu saja bertengkar. Namun aku selalu saja bingung sampai saat ini kenapa aku dan Jungkook bisa berakhir menjadi sepasang sahabat. Bahkan kami selalu melakukan segalanya bersama.

Ibuku bilang, ibunya Jungkook menitipkan Jungkook pada ibuku sebelum dia meninggal. Untuk itu, aku dan Jungkook selalu bersama. Hingga suatu ketika, tiba-tiba saja perasan aneh muncul. Awalnya aku merasa kalau itu hal yang pasti terjadi karena aku dan Jungkook selalu bersama. Namun semakin aku meyakinkan kalau aku tidak menyukainya, semakin perasaanku mendalam padanya. Aku hanya takut perasaanku itu membuatku kehilangan Jungkook. Karena sorot matanya mengatakan kalau dia tidak memiliki perasaan yang sama denganku.

"Teman" sebuah kata yang bahkan tak ingin kudengar. Lebih baik Jungkook mengatakan kalau aku adiknya. Setidaknya rasanya tidak akan sesakit saat dia mengatakan aku hanya "Teman" untuknya.

Kisah persahabatan kami tidak sampai disitu saja. Saat kami menginjak Sekolah Menengah atas, Lisa juga bergabung bersama kami. Itu karena Jungkook yang mengajaknya. Saat itulah, aku sadar kalau posisiku memang tidak bisa berubah yaitu "Teman". Dan beberapa tahun setelah itu, aku bisa merasakan kalau Jungkook menyukai Lisa. Itu semakin membuat harapan cintaku musnah sebelum aku mengungkapkannya.

Kalian tahu kalau ada sebuah ungkapan yang mengatakan kalau 99,9% persahabatan antara pria dan wanita tidak akan pernah murni? ya, aku merasakan hal itu. Memang awalnya aku menolak pernyataan itu dan mengaggap semuanya omong kosong. Tapi semuanya berubah saat aku mulai menyukainya.

Mungkin ungkapan cinta datang karena terbiasa juga benar adanya. Aku bisa merasakan hal itu karena aku sudah sangat terbiasa dengan keberadaan Jungkook disekitarku dari mulai aku membuka mataku, sampai aku menutup mataku. Dia selalu bersamaku kapanpun dan dimana pun. Bahkan ibuku selalu meminta pada pihak sekolah untuk membuatku dan Jungkook berada dalam satu kelas. Alasannya cukup konyol yaitu agar ibuku mudah mengawasiku. Tapi aku selalu bersyukur karena ibuku melakukan hal itu.

Meski aku menyandang status sebagai sahabat mereka berdua, tetap saja mereka terkadang mengabaikanku dan sibuk dalam dunia mereka berdua. Bahkan aku lebih seperti orang ketiga disana. Banyak hal yang seharusnya aku yang mendapatkannya, tapi malah Lisa yang mendapatkannya.

Bisa kumulai saja? aku akan menceritakan awal mula Lisa menjadi bagian dari persahabatan kami berdua. Kisah ini bermula saat aku dan Jungkook duduk dibangku kelas 8. Saat itu, kami sudah masuk selama kurang lebih 1 bulan sebagai siswa kelas 8.
~
~
~
"Chewy. Kau selalu meninggalkanku." Jungkook mencebikkan bibirnya. Cukup lucu jika dia melakukan hal itu.

"Kau terlalu berlebihan. Seharusnya jika kau tertinggal, kau langsung saja mengejarku."

"Kau terlalu sulit untukku kejar." Dia mulai lagi dengan kata-kata manisnya itu. Aku bahkan sudah malas mendengarnya. Dia tak bicara lagi. Kali ini dia menggenggam tanganku dan berjalan menuju kelas. Saat itu, Lisa merupakan murid baru disekolahku dan dia tak sengaja menabrakku. Dia tak bicara apapun dan langsung saja berlalu.

"Dia tidak sopan." Kata Jungkook. "Kau baik-baik saja kan?" Tanyanya yang langsung membuatku mengangguk. Daripada dia terlibat masalah, lebih baik aku mengangguk saja.

"Aku dengar akan ada murid baru."

"Ya, aku juga mendengarnya."

"Dia cantik."

"Dia dari luar."

Beberapa teman-teman dikelasku membicarakan murid baru yang akan memasuki kelas kami. Ya, aku bisa menebak kalau Lisa memang murid baru nya. Selain karena sikapnya, wajahnya juga bisa menunjukkan kalau dia bukan orang Korea.

"Dia adalah Lalisa Manoban. Dia pindahan dari Thailand. Perlu kalian ingat, dia saat ini sedang belajar bahasa Korea. Jadi ibu harap kalian bisa membantunya." Jelas wali kelasku. "Kau bisa duduk disebelah Jungkook. Disana kosong."

Dia berjalan menuju bangku disebelah Jungkook. Awalnya aku sedikit kesal kenapa dari dulu aku tidak menuruti permintaannya untuk duduk disebelahnya. Aku malah memilih duduk dengan orang lain karena aku bosan dengannya terus mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali.

"Aku Jungkook. Dan kau lihat yang duduk disana? dia Tzuyu." Jelas Jungkook. Ya, meski bangku kami agak jauh, aku tetap bisa mendengarnya berbicara.
~
~
~
"Kau mau ikut bersama kami?" Tanya Jungkook saat aku mengajaknya ke kantin. "Aku yakin kau juga pasti lapar. Ayo." Jungkook menggenggam tangannya. Sakit? tentu saja, tapi aku tak punya hak untuk memarahinya.

Biasanya posisi itu diisi olehku lalu kenapa hanya dalam satu hari, semuanya tiba-tiba berubah? Aku hanya bisa berjalan dibelakang mereka berdua. Jungkook saat ini sedang menjelaskan detail dari sekolah kami. Dia seperti seorang tur guide sekarang.

"Tzuyu." Elkie menghampiriku. Untuk kalian yang belum tahu, Elkie adalah sahabatku di kelas 7. Dia memang dekat denganku. Bahkan dia sering menginap dirumahku. "Kau masih satu kelas dengan Jungkook."

"Pasti." Jawabku dengan nada malas.

"Ada apa? kau bosan terus menerus bersamanya?" Tanya Elkie. "Sepertinya kalian memang ditakdirkan bersama." Takdir? justru hal itu yang membuatku terjebak oleh perasaanku sendiri.

"Takdir?" Tanyaku yang diiringi tawa. Sampai saat mataku terkunci kearah pria yang sibuk menjadi tur guide Lisa itu. Senyumku tiba-tiba mengembang begitu aku melihatnya. "Aku hanya bisa berharap takdir benar-benar akan membuatku bersama dengannya."

Harapan. Ya, bisa dibilang hal itu satu-satunya yang terus menerus menguatkanku. Aku memang belum berani mengungkapkan perasaanku. Tapi aku cukup berani untuk menyimpannya meski hanya aku yang tahu hal itu. Setidaknya hal itu bisa menjadi penyemangatku dalam menjalani hariku.

Next or no?

kritik& saran?

Hopeless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang