EPISODE 1. Gadis Berpayung Hitam

954 62 10
                                    


Hari sudah mulai beranjak sore ketika Moza berdiri bersama beberapa orang lainnnya di sebuah pelataran toko untuk berteduh. Sore itu pasca selesai berkumpul bersama teman-temannya usai jadwal kuliahnya selesai Moza hendak pulang ke apartemennya dengan motor miliknya.

Sebenarnya kalau bisa Moza ingin ikut ke klub malam bersama teman-temannya malam nanti, akan tetapi itu tidak bisa dilakukannya. Setidaknya untuk saat ini. Besok pagi orang tuanya yang tinggal secara terpisah di kota asalnya berencana untuk mengunjungi apartemen miliknya.

Sebenarnya itu bukanlah kunjungan mendadak karena mama dan papa selalu menyempatkan diri untuk mengunjunginya dua minggu sekali atau sebulan sekali kalau pekerjaan papa sedang menumpuk di kantor. Karenanya rencananya ke klub malam terpaksa ditunda karena tentu saja Moza tidak mau mulutnya berbau alkohol saat orang tuanya datang.

Moza mengeratkan dekapannya pada jaket yang sedang dipakai. Berusaha sebisa mungkin menghangatkan tubuhnya dengan mata yang terus menatap ke arah motor yang sebagian sedang diguyur hujan. Orang-orang di sampingnya melakukan hal yang tidak jauh beda darinya. Beberapa yang lain sedang menikmati pentol hangat yang mereka beli pada tukang keliling yang kebetulan juga sedang berteduh dan beberapa juga mulai saling mengobrol. Tadi sempat ada bapak-bapak yang mengajak Moza berbicara namun bapak itu sudah pergi sepuluh menit lalu walau hujan masih mengguyur deras.

Alasan bapak itu menerjang hujan dengan motor tuanya sungguh mengharukan. Bapak itu baru saja selesai bekerja dan hendak pulang setelah membeli buah apel kesukaan istrinya. Tadinya bapak itu berteduh bersamanya dan sempat mengobrol, akan tetapi setelah beberapa lama dan tidak ada tanda-tanda hujan akan segera berhenti bapak itu nekat menerobos hujan. Katanya tidak masalah nanti dia dapat omelan dari istrinya, toh itu lebih baik dari pada membuatnya khawatir.

Dalam sekali pertemuan itu Moza langsung bisa menyimpulkan bapak itu adalah tipe pria yang romantis.

"Hey, Lihat tuh! Ada cewek masuk kuburan!" Seorang gadis mendadak berteriak mengalahkan suara hujan untuk bicara dengan teman perempuannya yang lain.

Karena suara itu cukup keras untuk Moza dengar mau tidak mau ia jadi ikut tertarik. Kepalanya tersentak ke depan tepat ke arah area pemakaman yang ada di seberang jalan. Benar saja, di seberang jalan sana baru saja ada seorang gadis berseragam putih abu-abu tengah menerjang derasnya hujan dengan payung hitamnya. Gadis itu tampak tidak terganggu sama sekali dengan keadaan yang basah di sekitarnya lalu dengan langkah yang tenang kakinya membawa masuk ke area pemakaman.

"Lah! Kenapa tuh cewek masuk ke sana?" Seorang perempuan di sebelahnya bicara lagi.

"Ziarah kubur kali."

Gadis satunya berdecak, seperti tidak habis pikir dengan jawaban temannya itu. Dalam diam Moza mendengarkan pembicaraan dua gadis yang memakai seragam dari salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. "Elah ... mana ada orang ziarah kubur pas hujan deres waktu mau maghrib begini. Gue jadi curiga sama cewek itu."

"Curiga apa?"

Apa yang dikatakan gadis lainnya sangat mewakili apa yang ingin Moza katakan. Jangan salahkan jika ia ingin terus mendengar percakapan kedua gadis yang sepertinya seumuran dengannya. Keduanya yang berbicara serupa ada toa di depan mulutnya. Lelaki itu yakin benar bahwa bukan hanya dia, tapi bahkan beberapa orang lainnya juga mendengar pembicaraan mereka.

"Curiga jangan-jangan cewek barusan bakal ngelakuin ritual yang nggak-nggak."

"Maksud lo apa, sih?! Lo ngelantur apa gimana?"

"Gue curiga kalau itu cewek ngelakuin ritual buat pesugihan...."

Dan setelahnya Moza sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dibicarakan kedua gadis itu. Sangat konyol bagaimana orang yang hidup di era ini masih percaya dengan hal-hal tidak masuk akal semacam itu.

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang