EPISODE 19. Home

109 24 9
                                    

Eisha memandang pantulan dirinya di depan kaca dengan gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eisha memandang pantulan dirinya di depan kaca dengan gugup. Jika dipikir ini adalah kali pertama dalam hidupnya membuat persiapan sedemikian rupa hanya untuk berjalan-jalan dengan seorang teman. Pada kesempatan yang lalu Moza menjemputnya langsung dari sekolah dan langsung mengajaknya ke mall, namun kali ini semuanya berbeda.

Dia benar-benar tampak berbeda dalam balutan gaun sederhana berwarna biru muda itu. Alih-alih seperti sedang berjalan-jalan bersama seorang teman, ia justru terlihat seperti akan pergi kencan ke taman atau kebun binatang bersama pacarnya. Eisha langsung menahan napasnya begitu pikiran itu merebak dalam pikirannya. Dengan cepat Eisha segera menepis pikiran itu dan meraih tas selempang miliknya di atas kasur.

Tidak lama kemudian Eisha mendengar suara deru mesin mobil yang masuk ke halaman rumah. Reflek ia menggenggam erat tali tasnya dan beralih ke arah jendela hanya untuk membuat detak jantungnya berpacu lebih cepat. Di bawah sana sudah ada mobil yang amat dikenalinya sejak beberapa hari. Harusnya Eisha merasa biasa saja, namun nyatanya ia tidak bisa melakukan itu.

“Kak Eisha! Kakak Tinggi datang!”

Dari balik pintu kamarnya Eisha bisa mendengar dengan jelas suara keras Zio yang diikuti dengan ketukan antusias yang terkesan membabi buta. Dengan sedikit gugup berjalan ke pintu itu dan menguaknya. Di sana ada Zio yang tersenyum lebar dengan mata berbinar menatapnya.

“Kak Eisha cantik banget!”

Eisha membalasnya dengan tatapan salah tingkah lalu berjalan keluar kamar dan turun ke bawa diikuti Zio di belakangnya. Saat turun di lantai bawah sudah ada tante dan om-nya yang tampak mengobrol bersama Moza dengan wajah cerah. Moza segera menyadari kehadirannya dan tersenyum lebar kala tatapan mereka bertemu.

“Eisha udah turun.”

Dengan kompak Restu dan Tari memutar kepala mereka ke arah yang sama. Keduanya tersenyum lalu senyuman itu semakin lebar saat Eisha berjalan ke arah mereka. Mereka berempat mengobrol sebentar dan memberi tahu jika Moza harus memulangkan Eisha paling lambat setelah makan malam. Zio masih di sana dengan wajah ceria dengan sesekali menari-narik baju Moza.

“Kalau gitu kita pamit dulu, Om.”

Restu mengangguk lalu membiarkan keduanya berjalan berdampingan dan menghilang saat masuk ke dalam mobil. Eisha tersenyum dengan canggung saat keduanya sudah berada di dalam mobil yang masih disopiri oleh orang yang sama.

“Kita mau ke mana? Apa jauh?” Eisha tidak mau membuang waktu dan ingin segera tahu tujuan mereka.

Moza yang tadinya menatap ke arah jendela menoleh ke arahnya. Kepalanya menggeleng lalu menyodorkan minuman favorit laki-laki itu. Eisha mengernyit namun tetap menerimanya. Singkatnya Moza pernah bilang padanya jika dia minum ini ketika sedang bersedih. Laki-laki tu juga pernah memberikan minuman ini saat ia sedang sedih.

“Gue nggak lagi sedih, Kak. Kenapa ngasih ini?”

Laki-laki itu menyandarkan punggungnya ke belakang dan menatap lurus ke depan. “Memang kelihatannya lo nggak sedih di depan, tapi gue cuma nggak mau aja lo sedih. Makanya tadi gue mampir ke indomaret buat beli ini.”

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang