EPISODE 4. Kesedihan Tak Berujung

169 36 5
                                    

Hari sudah mulai malam saat Eisha duduk di salah satu kursi yang berada di depan UGD

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sudah mulai malam saat Eisha duduk di salah satu kursi yang berada di depan UGD. Kedua tangannya memeluk tas ransel hitam milik Slender Man yang ternyata memiliki nama asli Moza Tadya Samudra. Ia tahu itu saat salah satu petugas ambulan menyerahkan tas itu dan menyuruhnya untuk memeriksa kartu pengenal di dalamnya untuk memastikan pemiliknya.

Eisha memejamkan matanya gugup lalu berusaha bernapas dengan tenang. Lebih dari lima belas menit yang lalu ponsel milik Moza berbunyi. Eisha awalnya ragu untuk menjawabnya tapi ia tidak punya pilihan lain saat beberapa orang yang lewat mengernyit dengan wajah terganggu mendengar nada dering yang tak kunjung berhenti. Masih dengan tangan yang bergetar, Eisha membuka resleting tas dan meraih ponsel itu kemudian mengangkat panggilan.

"Halo...."

Tidak ada sahutan yang terdengar dari seberang sana. Eisha mengernyit lantas kemudian mengulangi sapaannya tadi.

"Ini ... hapenya Moza, kan?"

Ada sebuah kelegaan saat mendengar orang di seberang sana mengenal Moza. "Iya. Lo ... bisa tolong ke sini?" Dengan susah payah Eisha menjaga suaranya agar tidak bergetar namun sayangnya sama sekali tidak berhasil. Dia masih terlalu lemah dan cengeng.

"Ke mana? Di situ ada Moza? Itu anak ke mana, sih?!"

"Saya ... di rumah sakit, teman kamu baru aja—kecelakaan."

Seharusnya Eisha bisa mengatakan hal itu dengan suara yang biasa-biasa saja, karena demi apapun ia bahkan tidak mengenal laki-laki bernama Moza itu. Sayangnya hatinya terlalu lemah hingga membuat lelehan air mata kembali menjatuhi pipinya. Berkali-kali Eisha menghapus lelehan kesedihan namun berulang kali pula kesedihan itu kembali datang.

Sial! Dia terlalu cengeng!

"Ini buat lo."

Eisha mendongak ketika sebuah bayangan samar menimpanya. Ia menatap lemah laki-laki berwajah oriental bernama Ichi. Seseorang yang sekitar dua puluh lima menit yang lalu berbicara dengannya melalui sambungan telepon. Kepala Eisha menggeleng pelan yang langsung ditanggapi laki-laki itu dengan decakan dan tanpa memedulikan responnya meletakkan kotak makanan di pangkuannya.

"Gue nggak lapar."

Ichi beranjak dari tempatnya kemudian duduk di sampingnya. "Gue tadi sempat tanya perawat dan mereka bilang Moza udah dibawa ke sini sejak sore tadi. Terima ini."

Eisha tidak mempunyai kata-kata balasan yang bisa dikatakannya, dan menerima dengan pasrah kotak makanan berbahan kardus di hadapannya. Suasana jadi hening dan yang terdengar adalah suara samar dari kejauhan. Eisha memandang dengan tenang ke depan tepat ke arah tembok koridor berwarna pucat. Namun, tidak serupa dengan pandangannya yang tenang, hatinya justru sedang tidak karuan. Di dalam kepalanya muncul berbagai asumsi tentang kondisi yang kemungkinan dialami oleh Moza.

"Gue nggak tahu apa hubungan lo sama Moza, tapi ... dia pasti baik-baik aja."

Hela napas panjang keluar dari hidung Eisha. "Orang yang menabrak teman lo kehilangan nyawanya, jadi gue rasa lo ngga bisa ngomong kayak gitu. Setidaknya buat saat ini."

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang