EPISODE 9. I Will Help You

108 29 9
                                    

"Jadi beneran Eisha punya pacar? Anak sekolah mana?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi beneran Eisha punya pacar? Anak sekolah mana?"

"Nggak tahu anak mana, yang jelas sih kayaknya orang kaya. Kemarin aja pas nyamperin Eisha merek yang nempel di badannya bikin silau."

"Gue udah menduga sih kalau Eisha pasti pacaran sama anak luar sekolah."

Eisha yang sedang fokus menyalin catatan dari papan ke bukunya saat istirahat mengerjapkan matanya. Telinganya masih baik-baik saja dan sangat sehat sehingga tidak mungkin jika tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh beberapa temannya yang sedang berkumpul di bangku bagian belakang. Salah satu dari suara itu Eisha kenali sebagai suara Ira. Satu-satunya temannya yang mengetahui sosok Moza yang beberapa hari lalu mendatanginya di sekolah.

"Btw, siapa nama pacarnya Eisha tadi?"

"Seingat gue sih namanya Moza."

Dari bangkunya Eisha berusaha keras untuk tidak berbalik ke belakang, tapi sayangnya pertahanan dirinya terlalu lemah untuk itu. Karena sudah terlanjur geram bercampur gemas pada mulut Ira yang memang sudah diketahuinya agak lemes, Eisha dengan perlahan menyentakkan kepala dan sebagian tubuh atasnya ke belakang.

Dilihatnya ketiga temannya yang ternyata adalah Lila, Dista, dan tentunya Ira masih asyik mengobrol seolah ia tidak sedang berada di dalam kelas. Di menit pertama ketiganya masih saja tidak menyadari kalau Eisha sedang memantau apa yang mereka bicarakan dan untuk itu ia masih harus menahan hatinya yang sudah mulai meletup-letup oleh panasnya api kemarahan. Barulah di menit selanjutnya ketiganya tampaknya menyadari tatapan tajamnya dan secara kompak pandangan mereka tertuju pada Eisha.

"Eh, lo di kelas, Sha? Gue kirain ke perpus."

Lila adalah orang yang pertama kali menyahut. Gadis berambut sebahu itu jelas sedang salah tingkah. Samar Eisha dapat melihat dengan jelas teman sekelasnya itu menyenggol bahu Ira yang duduk tepat di sebelahnya. Ira sendiri tampak menelan ludah saat pandangan mereka bertemu lalu tidak lama kemudian tersenyum canggung padanya.

"Kalian ngomongin apa?" Eisha akhirnya memutuskan untuk bersuara.

"Nggak ngomongin apa-apa, kok. Iya 'kan, Sist?" Dista yang memiliki tingkat kepura-puraan paling payah dengan gugup tersenyum padanya kemudian menatap ke arah Ira dan Lila yang tampak sedikit geram dengan tingkah gegabah milik salah satu teman mereka.

Marah dengan cara mengeluarkan suara dengan nada tinggi sama sekali bukan gaya Eisha, karenanya dengan perasaan yang tentu saja masih kesal ia berdiri dari bangkunya dan menghampiri tiga temannya itu. Tiga gadis itu sendiri tampaknya tidak menduga kalau Eisha akan melakukan itu dan sempat mengira teman mereka itu akan melakukan tindakan radikal macam melempar kursi ke arah mereka. Tapi tentu saja itu sama sekali tidak terjadi, karena alih-alih melempar kursi Eisha justru ikut duduk bersama mereka.

"Gue akan jelasin apa yang terjadi sebenarnya."

Ketiga pasang mata temannya itu langsung terbelalak pada bukaan maksimal begitu mendengar perkataannya. Dengan cepat ketiganya merubah posisi duduk mereka sehingga lebih condong ke arahnya. Melihat itu diam-diam Eisha mengepalkan tangannya yang berada di bawah meja. Jika berada dalam situasi seperti ini kadang Eisha ingin memiliki jiwa barbar nan ceplas-ceplos supaya lebih mudah mengekspresikan segalanya.

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang