EPISODE 18. Bright Side

95 25 11
                                    

“Jadi gue harus ngajakin adik lo ke mana? Dan di mana tempat yang bisa membuat Eisha bahagia?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jadi gue harus ngajakin adik lo ke mana? Dan di mana tempat yang bisa membuat Eisha bahagia?”

Moza sejak tadi tidak berhenti mengoceh pada Kara yang saat ini sedang duduk di sebuah kursi tinggi di dapur. Laki-laki itu tertawa lalu menerima piring berisi indomie yang disodorkan Moza. Tidak berapa lama laki-laki yang jelas lebih tinggi darinya itu duduk di sampingnya dengan piring berisi indomie-nya sendiri.

“Terserah.”

Moza berdecak mendengar jawaban itu dan menatap Kara dengan tatapan malas. Laki-laki itu berjalan ke arahnya untuk bergabung duduk bersamanya. Mereka saat ini sedang ada di apartemen Moza yang tentu saja sangat sepi. Dua teman Moza yang kemarin menginap di sini sudah pulang dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

“Jangan kayak cewek yang suka bilang terserah, ya. Lo udah nyaranin gue buat ngajak jalan dia berarti lo harus merekomendasikan tujuannya.”

Kara tidak langsung menjawab tanyanya dan lebih memilih untuk memakan mie penuh micin di hadapannya. Dia memang hantu yang sudah tidak memerlukan makanan, namun misinya yang membuatnya tinggal di rumah Gomet membuatnya sedikit berbeda dengan hantu lainnya. Hal itu membuatnya banyak bersyukur karena itu membuatnya serasa kembali hidup walau ia tahu itu hanya sebuah ilusi yang terasa nyata walau kenyataannya berbanding terbalik.

“Gimana kalau lo ajakin dia ke Dufan aja?”

Moza berpikir dengan mulut yang sibuk mengunyah mie di mulutnya. “Bisa aja, sih. Tapi gue pikir Eisha nggak akan suka sama hal itu.”

“Kenapa? Dulu dia suka banget ke Dufan.”

Dulu hampir setiap dua minggu sekali keluarganya selalu menyempatkan ke Dufan walau ia jarang bisa ikut serta. Memang kadang terasa membosankan karena mereka selalu datang ke tempat yang sama, namun bukan tempat yang menjadi alasan ke sana. Mereka ke sana untuk menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Hal rutin yang mereka lakukan dan kini ia harap akan menjadi kenangan yang Eisha ingat sebagai kenangan indah.

Walau sepertinya tidak seperti itu.
Moza menghembuskan napasnya lelah mendengar pernyataan Kara. Ia menatap laki-laki itu seperti Kara baru saja mengatakan jika ikan tidak membutuhkan air.

“Kara, satu hal yang perlu lo ketahui. Meski Eisha udah bilang dia menganggap gue teman dan percaya sama gue, bukan berarti dia akan suka diajak ke tempat kayak gitu. Lagi pula dia bukan lagi adik yang sama seperti sebelum lo meninggal.”

Kara menghentikan gerakan garpu di tangannya dan menatap sisa mie di piringnya. Moza benar. Adiknya sama sekali bukan gadis yang sama dengan dulu yang selalu ramah pada siapapun. Dia jelas sosok berbeda yang tidak bisa lagi diperlakukan sama seperti dulu. Adiknya menjadi gadis yang terlalu murung untuk itu dan pergi ke Dufan tidak akan membuatnya kembali tersenyum.

“Lo benar. Seharusnya gue memikirkan hal itu.”

Moza menghela napas menyadari kesedihan di wajah Kara. Padahal rasanya baru tadi siang mereka berdua menangis karena mengunjungi pemakaman Kara tapi sekarang ia harus melihat wajah itu bersedih lagi.

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang