EPISODE 20. Happy Past

113 25 10
                                    

Moza tidak tahu betul apakah yang dilakukannya ini sesuatu yang benar atau tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Moza tidak tahu betul apakah yang dilakukannya ini sesuatu yang benar atau tidak. Selama hidupnya dia tidak pernah berurusan dengan perempuan sesedih Mendung. Kebanyakan perempuan yang pernah jadi pacar atau gebetannya adalah perempuan yang selalu menampakkan wajah cerah ketika bersamanya. Namun saat melihat gadis itu menangis bahkan sebelum turun dari mobil hati Moza serasa ditempeli besi panas saat melihat air mata terus-terusan luruh.

“Kamar lo bagus.” Moza memberanikan diri untuk berkomentar setelah menuntun gadis itu duduk di atas ranjang yang masih berbalut kain putih.

Eisha diam saja dengan mata memandang ke sekitarnya dengan nanar. Melihat itu Moza menghela napasnya entah untuk ke berapa kalinya hari ini. Kakinya bergerak lalu ikut menjatuhkan diri di atas kasur tepat di samping Eisha.

“Kalau gue boleh tanya apa yang bakal lo lakukan sama rumah ini di masa depan? Rumah ini sepenuhnya hak milik lo, kan?”

Gadis itu menoleh ke arahnya dengan sisa jejak basah di wajahnya. Bibirnya masih sedikit tertarik ke bawah namun Moza tahu jika Eisha berusaha untuk tidak terlihat sedih.

“Gue ... nggak tahu. Mungkin gue akan menjualnya.”

“Dan meninggalkan segala kenangan lo di sini?”

Kepala Eisha tertunduk mendengar balasannya. “Gue ... nggak tahu.”

Kamar milik Eisha ini mungkin adalah salah satu hal yang tidak akan pernah Moza sangka dimiliki gadis itu. Kamar ini didominasi dengan warna putih dengan sedikit tambahan warna merah muda dibeberapa titik. Di banyak sisi tembok terpajang banyak foto bersama keluarganya juga potret Eisha yang menggunakan seragam putih biru.

Dalam foto itu Eisha adalah gadis yang selalu tersenyum dengan banyak teman yang mengelilinginya. Dalam beberapa foto pula Moza dapat melihat potret Kara yang hanya dengan melihatnya saja membuatnya sakit. Laki-laki itu benar-benar sudah tiada.

“Lo dulu banyak senyum.”

Eisha mengangkat kepalanya dan matanya langsung bersitatap dengan deretan foto kenangannya bersama teman juga keluarganya. Di foto itu ia tersenyum begitu lebar hingga matanya membentuk bulan sabit yang indah. Diam-diam benak Eisha menghangat mengingat apa yang telah lalu dan tidak mungkin lagi terulang.

“Gue tahu.”

“Kalau bisa dan jika ada kesempatan gue ingin melihat lo senyum kayak gitu saat sama gue. Tapi gue tahu itu nggak akan mudah. Gue harap lo bisa berdamai dan mengingat masa lalu lo dengan cara yang menyenangkan. ” Moza mengatakannya dengan menatap wajah gadis itu dari samping.

Wajahnya masih tampak murung seperti tadi namun samar ia bisa melihat kehangatan di wajahnya. Moza tahu terlalu cepat baginya jika menyimpulkan membawa Eisha ke sini akan membuatnya berdamai dengan masa lalu, namun melihat kehangatan itu saja rasanya semua sudah cukup. Mata gadis itu masih menatap ke sekeliling hingga kemudian kepalanya tersentak ke samping, tepat ke arah matanya.

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang