EPISODE 14. Dia ... bisa melihatnya?

115 25 12
                                    

Moza merasa beruntung karena tidak merasakan dorongan alam ketika sedang berada di jalan yang macet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Moza merasa beruntung karena tidak merasakan dorongan alam ketika sedang berada di jalan yang macet. Akan sangat sulit untuk mobilnya bergerak dan mencari kamar mandi umum. Untungnya ia merasakan hal itu ketika ada di depan rumah Eisha. Selepas menyelesaikan urusan alamnya Moza segera membuka pintu kamar mandi dan mendesah lega.

“Kakak pacarnya kak Eisha, ya?”

“Anjir!” Moza dibuat terkejut tidak lama setelah membuka pintu kamar mandi dan disambut oleh bocah pendek bermata lebar.

Entah ini hanya perasaannya, tapi bocah laki-laki itu terlalu pendek. Moza seketika jadi teringat dua bocah botak asal negeri seberang. Tidak lama ia bisa mengendalikan kekagetannya dan menekuk lututnya untuk menyamakan tinggi dengan bocah yang kemungkinan besar adalah adik sepupu Eisha.

“Kakak tinggi pacarnya kak Eisha, ya?” Bocah itu mengulangi pertanyaannya.

“Ng ... kamu tahu dari mana kata pacar? Anak seumur kamu seharusnya belum tahu soal itu.”

“Dari temanku. Dimas udah punya pacar, anak kelas satu B.” Zio membalas yang justru membuat Moza kaget bukan kepalang. Kenapa pula anak sekecil ini bisa tahu soal pacaran?!

“Kamu kelas berapa?”

“Kelas satu A.”

Moza hendak membuka mulut lagi namun Eisha lebih dulu datang dan menghampiri mereka berdua. Ia langsung berdiri lagi dan menatap ke arah gadis itu yang sudah mengganti seragamnya menjadi pakaian rumahan. Rasanya sedikit berbeda karena Mendung yang mengenakan pakaian rumahan terasa lebih ramah dan bersahabat.

“Kak Moza udah selesai?”

Moza mengangguk. “Udah, kalau gitu gue pamit dulu.”

“Nama Kakak—Kak Moza, ya? Nama aku Zio!”

Moza urung melangkah setelah mengucapkan kalimat pamit dan kembali menatap ke arah bocah pendek yang ternyata bernama Zio dan masih kelas satu  A. Ia bukan orang yang terbiasa berinteraksi dengan anak kecil hingga sempat dibuat bingung harus merespon apa. Namun melalui ekor matanya ia bisa melihat Eisha mengisyaratkan untuk membalas sapaan bocah itu.

“Halo, Zio. Salam kenal, ya.” Moza mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dan diterima Zio dengan senang hati dengan tersenyum lebar.

“Salam kenal juga Kak Moza. Kalau udah besar nanti Zio kepengen tinggi kayak Kak Moza. Kalau gitu ayo sekarang kita makan malam. Dari tadi kita nungguin kak Moza yang tinggi.”

Moza melongo mendengarnya tapi tidak membalas apa-apa ketika bocah kecil yang cerewet itu menariknya ke ruang makan. Eisha sendiri mengikuti mereka di belakang dengan senyum tipis karena kelakuan adik sepupunya yang lucu itu. Saat sampai di ruang makan sudah ada Restu, Tari, juga bocah smp bernama Galuh yang pernah menghampirinya di trotoar.

“Malam Om, Tante.” Moza menyapa dengan canggung kemudian duduk setelah dipersilahkan oleh tuan rumahnya.

Restu membalas dengan senyum lebar lalu menatap bergantian ke arah Eisha dan Moza penuh arti. Tari pun melakukan hal yang tidak jauh berbeda dan membiarkan keduanya duduk berdampingan dan membuat Zio duduk di pangkuannya.

MENDUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang