Hari ini adalah hari terakhir ulangan semester di sekolahnya, bikin Eisha melangkah dengan sangat ringan saat berjalan pulang sekolah. Tadinya Ira mau pulang bersamanya tapi urung terjadi karena pacarnya mendadak mengajak ke suatu tempat.
Langkah Eisha langsung terhenti saat sampai di depan gerbang makam yang terbuka lebar. Tanpa bisa dicegah dia menoleh ke dalam dan tidak seperti yang sudah-sudah dadanya terasa lebih lapang saat menatap ke tempat itu. Tadinya Eisha hendak melanjutkan langkahnya namun batal saat menyadari dari kejauhan keberadaan Tari.
Gadis itu terpaku sejenak sebelum akhirnya memutuskan melangkah masuk ke area pemakaman. Hari ini bukan hari kamis jadi terang saja keadaan makam sepi apa lagi hari sudah mulai beranjak sore. Eisha berjalan ke arah Tari yang sedang menabur bunga tidak hanya pada makam Galuh tapi juga makam anggota keluarganya.
"Tante?"
Tari langsung menoleh, membuat Eisha bisa melihat wajah tersenyum wanita itu. Tidak lama wanita itu berdiri dan mengusap lengannya.
"Baru pulang?"
"Iya. Tante ... lagi kangen Galuh?"
Eisha mengatakannya dengan sangat hati-hati dan tidak seperti yang diperkirakannya Tari tersenyum dengan ringan. Pandangannya kembali pada makam putrinya sejenak lalu kembali pada Eisha.
"Tadi Tante tidur siang dan mimpi sesuatu tentang Galuh. Di sana Galuh masih kecil banget dan lagi ngerengek sama Tante buat minta digendong. Lucu banget, Tante jadi kangen sama Galuh."
Mendengarnya tanpa bisa ditahan membuat Eisha merasa sedih. Kenangannya bersama Galuh mendadak terputar dengan cepat dalam kepalanya, membuat tanpa sadar kedua sudut bibirnya agak turun ke bawah. Walau Moza bilang kalau Galuh pergi dengan tenang dengan pakaian dan pita cantik di rambutnya, tetap saja bagi adiknya itu pantas untuk mendapatkan akhir yang lebih baik.
"Jangan nangis dong, Sayang."
Tari mengangkat kedua tangannya, mendaratkannya di atas bahu Eisha dan menepuknya pelan. Eisha tertawa singkat bersamaan dengan air mata yang keluar dari balik kelopak matanya.
"Harusnya aku di sini yang hibur Tante. Maaf, karena aku benar-benar cengeng."
Tari tersenyum. "Mau Tante peluk?"
Eisha tanpa ragu mengangguk dan detik selanjutnya wanita itu menariknya ke dalam sebuah pelukannya. Eisha membalas dengan melingkarkan kedua tangannya di sekitar tubuh Tari dan meletakkan dagunya di bahu tantenya.
"Makasih Tante."
Tari tidak menjawab namun tidak lama Eisha merasakan sebuah tepukan lembut di kepalanya. Rasanya menyenangkan dan membuat Eisha benar-benar merasa disayang.
"Tante yang harusnya makasih sama kamu. Makasih udah percaya sama tante dan om Restu dan biarin kita jaga kamu. Hm?"
Eisha mengeratkan pelukannya, tidak mampu menjawab ucapan itu karena suaranya yang bergetar karena tangis. Ada perasaan menyenangkan yang meledak di dadanya yang bodohnya baru Eisha sadari sekarang.
***
Ada banyak kekosongan yang ada akibat kepergian Galuh. Semuanya masih sangat terasa sakit namun perlahan Eisha bisa kembali menata dirinya kembali. Hari sudah beranjak sore dan Eisha turun ke dapur. Di sana sudah ada tante Tari yang sedang sibuk menyiapkan bahan masakan dan Zio yang sedang berusaha membantu mengupas bawang.
"Aku mau bantu."
Tari mendongak lalu tersenyum. "Kamu urus sayurannya, ya. Tante mau ngolah dagingnya."
Eisha mengangguk lalu melakukan apa yang disuruh sambil matanya terus mengawasi Zio yang berusaha sangat keras untuk mengupas bawang hanya dengan tangannya. Bocah itu memegang bawang dengan sangat hati-hati sambil matanya terus berkedip-kedip. Eisha tersenyum geli melihatnya sampai akhirnya Zio menyerah dan mengangkat wajahnya yang sudah dipenuhi oleh air mata.
"Zio."
Bocah itu langsung menoleh ke arahnya. "Apa, Kak?"
"Mending kamu mandi deh. Biar Kak Eisha yang ngupas bawangnya."
Zio langsung menggeleng, bahkan secara reflek memeluk bawang yang ada di pelukannya.
"Kamu habis main dari luar, kan?"
Kepalanya mengangguk sekali.
"Badan kamu kotor habis main. Mending mandi dulu."
Anak laki-laki itu terlihat akan memberikan argumennya namun batal setelah mencium bau badannya sendiri. Hidungnya mengkerut sampai akhirnya menyerah dan meletakkan bawang yang sejak tadi di genggamannya.
"Kalau gitu aku mandi dulu."
Eisha mengangguk lalu setelah Zio keluar dari dapur segera mengambil alih pekerjaan bocah itu. Gadis itu membantu beberapa hal hingga setelah selesai tante Tari menyuruhnya untuk mandi. Eisha menurut lalu kembali ke kamarnya. Tadinya setelah sampai di kamar dia mau langsung mandi namun justru berakhir di meja belajar. Bukan untuk belajar melainkan untuk sekali lagi membuka surat terakhir yang Galuh kirimkan padanya.
Mungkin dia adalah salah satu orang yang paling beruntung di dunia ini.
Berapa kalipun di pikir hal itu terus berputar di kepada Eisha. Walau sempat ragu tentang keadaan Galuh tapi melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Deven baik-baik saja membuatnya super lega. Galuh baik-baik saja, Deven pun begitu. Dua hal itu cukup meyakinkannya kalau mama, papa, dan Daiva pasti juga baik-baik saja di tempat yang berbeda darinya.
Eisha lalu meletakkan surat itu kembali ke laci meja belajarnya kemudian meraih handuk. Gadis itu berjalan ke kamar mandi namun mendadak suara kepakan dari luar jendela menarik perhatiannya. Kepalanya menoleh dan melihat sosok burung gagak putih yang bertengger baru saja terbang pergi. Sesaat hal itu mengingatkannya pada keajaiban yang telah terjadi padanya, pada kebaikan yang telah dunia ini berikan padanya.
Eisha tidak mengerti betul apakah burung gagak putih itu membawa suatu pertanda baik. Namun mengingat bagaimana Deven pernah berubah menjadi itu apa dia bisa menyimpulkan hal yang sama?
Apa dunia ini juga sedang menyiapkan sesuatu untuk seseorang melalui burung gagak putih itu?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
MENDUNG
Novela JuvenilCOMPLETED [Fantasy-Romance] "But, Dear there is a sun after rain, love after pain."-Unknown Mendung tidak selalu murung, ketika kamu mau tersenyum kamu akan menemukan sisi lain dari mendung. Sisi menyenangkan yang jarang orang lain ketahui. Kehilang...