Bab 18

765 123 10
                                    

Seminggu sudah berlalu semenjak mereka meninggalkan hutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu sudah berlalu semenjak mereka meninggalkan hutan. Ivory belum menerima sepeser pesan pun dari Neteyam. Namun Seze juga tidak ada di Taman Eldest yang mengartikan makhluk itu sedang dalam perjalanan, entah baru pergi atau sudah di jalan pulang.

Ivory menyibukkan diri agar dia tak punya waktu untuk tenggelam dalam kesedihannya. Mulai dari membantu ibunya memasak, belajar ilmu pengobatan bersama Mo'at, lebih sering membuat sesuatu seperti cawat atau hiasan, dan semacamnya.

Hari itu, sesuatu terjadi disaat Ivory sama sekali tidak mengharapkannya.

Ivory dan orang tuanya sedang sarapan di alam terbuka dengan angin sepoi-sepoi menerpa. Hingga sekali waktu angin kencang datang, meniupkan aroma gadis itu ke arah orang tuanya. Tubuh Ivory yang ber-aroma ganjil namun tak asing membuat orang tuanya terdiam dan saling bertukar pandang.

"Ivory." Ninat menarik lengan Ivory yang sedang makan. "Apa kau sudah mating bersama seseorang?"

Mata Ivory membulat mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu. Dia melirik ayahnya yang ternyata juga mengirim tatapan menuntut. Sebelumnya Ivory tak takut jika ada yang tahu dia dan Neteyam sudah terikat, namun melihat reaksi orang tuanya sekarang membuatnya berpikir ulang.

Ivory mengangguk dengan perlahan. "Iya, dengan Neteyam."

Ibunya mengerang. Sedangkan rahang ayahnya mengeras sebagai respon.

"Kukira kalian menyukai Neteyam?" Dahi Ivory mengernyit. "Apalagi Mom."

"Aku menyukai Neteyam. Aku senang dia bersama anakku. Tapi kau terlalu muda untuk itu, Ivory," ujar Ninat. "Kau masih 17 tahun."

"Memangnya Neteyam 40 tahun? Kami hanya beda satu tahun kok," jawab Ivory heran.

"Ini masalah budaya kita. Neteyam sudah siap. Dia sudah melewatkan ritual-ritual itu. Memang sudah waktunya dia memilih perempuan," jelas ibunya. "Tapi kau belum."

"Kau masih perlu belajar, Nak. Setelah membuktikan dirimu memiliki setidaknya kemampuan dasar pejuang Omaticaya, baru waktunya kau memilih pasangan," sambung sang ayah. "Yang kau lakukan sekarang hanya lah bermain, dan ayah tidak menyalahkanmu untuk itu karena kau masih muda. Ayah menyalahkanmu untuk ini, melakukan sesuatu yang belum waktunya."

Ninat meletakkan telapak tangannya di dadanya, syok. "Kukira Neteyam cukup pintar untuk tahu waktumu belum tiba. Dia seharusnya menunggu."

Lalu Ninat melanjutkan lagi. "Sebagai pasangan Neteyam, seharusnya kau sekarang ikut pindah dengannya. Tapi kalian tidak membiarkan itu terjadi 'kan? Karena kalian sadar, kau masih bergantung dengan orang tuamu dan bukannya pasanganmu."

Ivory tak harus berkata apa. Hardikan orang tuanya yang tak putus-putus membuatnya tersinggung. Namun kebenaran dari apa yang disampaikan orang tuanya membuatnya merasa bersalah dan malu.

Setelah beberapa lama, Ivory menghela nafas. "Maafkan aku. Tapi tidak ada yang bisa lakukan, bagaimana pun juga itu sudah terjadi."

"Kalau begitu, kau yang harus mendewasakan dirimu." Ayahnya berdeham. "Mulai besok, Salion akan mengajarimu cara memanah."

The Last Letter | NeteyamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang