Bab 23

689 115 8
                                    

Gelegar petir membangunkan Neteyam dari tidur siangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gelegar petir membangunkan Neteyam dari tidur siangnya. Setelah kesadarannya terkumpul, Neteyam mengambil posisi duduk dan mengedarkan pandangan. Orang tuanya tak ada. Hanya ada dirinya, Kiri, Lo'ak, dan Tuk yang masih tidur siang.

Neteyam pergi ke halaman depan. Dia tersenyum melihat suasana yang terbentang di hadapannya. Awan kelabu menggantung di langit. Berbeda dari biasanya, Desa Awa'atlu terlihat sepi seakan tak berpenghuni. Begitu angin laut yang kencang menerpa, Neteyam bersiul puas sambil merenggangkan tubuhnya.

Neteyam menjulurkan kepalanya ke dalam Marui. "Aku mau jalan-jalan sebentar. Panggil aku jika membutuhkan sesuatu."

Lo'ak yang berbaring di sebelah Tuk hanya bergumam mengiyakan.

Sementara punggung Kiri langsung menegak. "Aku ikut!"

Neteyam lantas menoleh pada Lo'ak yang matanya sayup-sayup. "Lo'ak," panggilnya hingga mata Lo'ak kembali mencelang. "Menjelang aku dan Kiri pulang, jangan tinggal—"

"Tidak perlu dibilang. Tidak mungkin aku meninggalkan Tuk sendirian," sela Lo'ak dengan nada menggerutu.

Neteyam menyengir. "Hanya mengingatkan." Kemudian dia beralih pada Kiri yang sedang mengenakan jubah hijaunya. "Ayo."

Mereka berjalan di tepi pantai dengan Kiri berada agak jauh di belakang Neteyam. Menit-menit awal terasa amat tenang. Tenggelam dalam pemikiran masing-masing ditemani gerimis kecil.

Namun lama kelamaan Neteyam menemukan sebuah keganjalan. Benar-benar tak ada siapapun selain dirinya dan Kiri di luar Marui. Neteyam tak ingat bahwa rakyat Metkayina takut dengan hujan, karena itu tak mungkin.

"Neteyam, awas!" pekik Kiri.

Neteyam sudah siap mengelak ketika dia mendapati Seze lah yang sedang terbang ke arahnya. Kiri berteriak dan menutup wajahnya dengan telapak tangan ketika Seze mendarat di bahu Neteyam.

"Skxawng! Sudah kubilang awas malah diam!" celetuk Kiri histeris. Setelah beberapa saat, dia mengintip melalui jari-jarinya. "Apa kau baik-baik saja?"

Neteyam tertawa hingga matanya menyipit dan taringnya terlihat. Untuk sesaat dia merasa terharu melihat Kiri khawatir terhadapnya, tapi selebihnya dia tergelitik melihat keterkejutan Kiri yang berlebihan.

Mendengar tawa Neteyam, Kiri menurunkan tangannya dari wajahnya. Gadis itu mengerucutkan bibir sambil menyilangkan tangan di dada melihat Neteyam justru terlihat akrab dengan hewan yang dikiranya berbahaya.

"Ini Seze." Kepala Neteyam terarah pada Seze yang masih duduk di bahunya. Dia mengambil sepucuk surat dari paruh hewan itu. "Lihat, dia membawa surat dari Ivory."

Kedua alis Kiri terangkat mendengar itu. Dituntun oleh ketertarikan yang tiba-tiba meluap, Kiri menghampiri mereka. Senyuman Kiri terbentuk selagi jemarinya membelai kepala Seze dengan lembut.

The Last Letter | NeteyamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang