Bab 22

613 106 6
                                    

EMPAT BULAN KEMUDIAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

EMPAT BULAN KEMUDIAN

Dulu yang mengisi hari-hari Ivory adalah Kiri, Lo'ak, Spider, dan Neteyam. Kini hari-harinya dilewati bersama Salion, Mo'at, ibunya, dan rakyat Omaticaya pada umumnya yang dia temui saat ada perkumpulan.

Kegiatannya juga berubah drastis. Dulu hanya melompat dari tempat ke tempat sambil bersenda gurau. Kini jauh lebih padat. Berburu, mengobati, memasak, latihan menari untuk perayaan, berbaur dengan para remaja di klannya walau tak kenal, dan semacamnya.

Setelah memiliki pola kehidupan yang sama selama bertahun-tahun, ternyata hanya butuh waktu empat bulan untuk merubahnya. Dan, Ivory menyukai kehidupan barunya. Itupun mengejutkannya.

Walau begitu Ivory belum sampai di titik dimana dia tak lagi merasa sentimental saat teringat dengan Neteyam dan Kiri. Untuk itulah dia membiarkan dirinya sibuk agar tak teringat dengan mereka.

Selama empat bulan ini Ivory dan Neteyam tetap berkomunikasi lewat Seze walau tersendat-sendat. Sementara Ivory selalu mengirim surat, Neteyam mau tak mau hanya mengirim pesan seperti biasanya.

Baru dua hari yang lalu Neteyam mengirim pesan yang berisi panorama kembalinya Tulkun. Itu sangat indah. Seluruh rakyat begitu terkesima sampai-sampai Ivory ikut merasakannya seakan dia ada di sana. Bagian terbaiknya adalah senyuman Neteyam. Terkadang Ivory lupa betapa menawannya dia.

Malam tadi Ivory baru saja mengirim surat pada Neteyam. Entah sudah sampai atau belum, tapi Ivory sudah tak sabar untuk mendapatkan balasannya.

Menunggu selalu menyakitkan. Jadi menjelang mendapat balasan dari Neteyam, Ivory seperti biasa mengalihkan perhatiannya dengan beraktivitas.

"Maaf Mother, aku tidak bisa membantu membuat sarapan kali ini." Ivory mengikat cepol rambutnya. "Sebagai gantinya, aku akan membawakan ikan saat pulang."

"Kau mau kemana? Masih pagi sekali. Dad bahkan belum bangun," tegur Ninat saat melihat anak gadisnya sudah segar disaat matahari belum muncul.

"Aku ada janji dengan Salion." Ivory mencium pipi Ninat sekilas. "Aku akan pulang sebelum siang. Dah, Mom!"

Hari ini Salion akan membantu Ivory membuat ikatan dengan Direhorse, hewan gesit berkaki enam yang ditunggangi Na'vi ketika berada di tengah-tengah hutan, sempurna untuk perburuan maupun pertempuran.

Dari kemarin Ivory hanya berburu secara mengendap-ngendap, bersembunyi di balik semak-semak lalu melepaskan panah ke sasaran. Satu-satunya hal yang menghentikan Ivory berburu bersama kawanan Na'vi lainnya hanya lah karena dia belum bisa mengendarai Direhorse.

Ivory memutuskan hari ini dia harus bisa menguasai Direhorse, dia tak akan pulang ke rumah jika belum berhasil. Sengaja Ivory memilih pagi-pagi buta agar tak ada Na'vi yang berlalu-lalang memperhatikannya.

"Cemas?" tanya Salion selagi mereka berjalan menuju tempat dimana sekawanan Direhorse berkumpul.

"Sangat." Ivory merenggangkan telapak tangannya yang berkeringat.

"Santai saja, Direhorse tidak liar dengan Na'vi,"

"Bukan Direhorse yang kucemaskan. Tapi kemampuanku. Bagaimana jika aku gagal?"

"Coba lagi sampai bisa." Salion tersenyum menyemangati. "Lagipula waktumu seharusnya mempelajari ini masih tahun depan, kau masih punya banyak waktu."

Begitu sampai di lokasi, langkah Ivory terhenti. Dia meneguk ludah melihat sekumpulan Direhorse yang entah mengapa terlihat lebih besar dari biasanya.

Salion yang merasakan ketidakhadiran Ivory di sisinya lantas menoleh. Dia terkekeh saat mendapati Ivory membeku jauh di belakangnya. "Ayo! Katamu ingin cepat selesai 'kan?"

"Aku menarik ucapanku. Sekarang Direhorse yang kucemaskan," tandas Ivory.

"Kau sudah pernah menjinakkan Ikran. Mereka jauh lebih menantang dari Direhorse," cetus Salion. "Ini akan baik-baik saja. Cobalah untuk tenang."

"Baiklah." Ivory mengikuti Salion yang membawanya ke seekor Dihorse. Dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum menaikki hewan berkaki enam tersebut. "Woah, pendek sekali," serunya sarkastis.

"Kau tahu, berbeda dengan Ikran yang hanya setiap pada satu Na'vi, Direhorse bisa ditunggangi oleh siapapun. Biasanya seorang Na'vi punya tunggangan favoritnya masing-masing." Salion memukul-mukul pelan tubuh si Direhorse. "Entah ini membantu atau tidak, tapi Direhorse yang sedang kau dudukki adalah favoritnya Neteyam."

Mata Ivory membesar oleh kegembiraan. "Oh ya?" Dia lantas mengelus-elus sisi kepala Direhorse. "Bagaimana kau tahu?"

"Neteyam tidak pernah mengendarai Direhorse lain selain yang ini. Setidaknya dari sepenglihatanku."

Rasa semangat Ivory mulai menutupi rasa takutnya. "Aku akan menjadikannya favoritku juga." Dan saat Ivory membuat ikatan dengan Direhorse itu, merasakan nafasnya dan detak jantungnya, seketika Ivory merasa lebih dekat dengan Neteyam dibandingkan 5 menit yang lalu—sekonyol apapun kedengarannya.

Saat melihat Ivory menunggangi Direhorse itu dengan penuh tekad hingga segala sesuatunya terjaga, Salion menutup mulutnya dengan satu tangan, tak percaya. Dia bertanya-tanya apa Ivory akan seperti itu jika saja dia tak menyebut-nyebut tentang Neteyam. Walau begitu Salion bersorak bahagia untuk Ivory.

"Kembali lah, kau sudah berhasil!" panggil Salion. "Wow, mungkin itu rekor tercepat."

Ivory mengarahkan Direhorse-nya kembali ke tempat semula. Dia melompat turun dari Direhorse dan secara naluriah memeluk Salion. "Astaga, aku tidak menyangka! Aku bahkan mengira sampai siang nanti aku belum berhasil! Neteyam, aku senang sekali!"

Tak memedulikan bagaimana Ivory salah menyebut namanya, Salion membalas pelukan gadis itu, turut bahagia untuk teman barunya. "Kau sudah siap. Selamat datang di tim."

Salion mengenalkan Ivory dengan teman-teman prajuritnya. Seperti biasa, mereka menyambut anggota baru dengan tangan terbuka. Mereka mengajarkan Ivory cara berburu dalam sekawanan. Namun tentunya mereka tidak bisa mengajarkannya hanya dalam satu hari.

Ivory menarik diri saat siang tiba. Sebelum pulang ke rumah, Ivory pergi ke sungai di dekat tenda Neteyam, memancing ikan untuk diberikan pada ibunya sesuai janjinya pagi tadi.

Hari ini Ivory merasa bangga dengan dirinya. Namun rasa bangga itu justru membuat sisi melankolisnya mencuat.

Dia ingin membagi rasa bangganya pada Neteyam. Sekarang juga. Neteyam adalah pasangannya, dia pantas menjadi yang pertama yang mengetahui pencapaiannya, bukan Salion ataupun pejuang yang lain. Namun Ivory tahu itu tak mungkin, akan selalu seperti itu entah sampai kapan.

Biasanya Ivory berpaling dari rasa sakitnya dengan beraktivitas. Namun kali ini dia tak kuasa lagi. Dia membiarkan air matanya bercucuran mulai dari saat dia memancing hingga sepanjang jalan pulang.

"Ivory!" Ninat terkesiap melihat penampilan gadis itu. "Apa yang terj—"

Ivory memeluk ibunya. Dan menangis di sana. "Kapan mereka pulang?" tanyanya, terdengar putus asa.

Ninat membalas pelukan Ivory dengan hangat. Dia memilih untuk tak mengatakan apa-apa karena dia tak tahu jawaban dari pertanyaannya.

Ninat duduk bersimpuh, membaringkan kepala Ivory di pangkuannya, dan menyenandungkan lagu yang menidurkan Ivory ketika dia masih bayi. Tangannya menyeka air mata Ivory dan membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang.

Mata Ivory mulai meredup bersama rasa sakitnya. Untunglah, setidaknya ibunya masih bersamanya.

The Last Letter | NeteyamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang