Bab Terakhir

1.2K 136 36
                                    

now play in multimedia
The songcord - Zoe Saldana

* * *

Semua yang bernyawa pernah terjebak dalam momen dimana mereka begitu ketakutan hingga ingin bersembunyi di kerak planet, namun sayangnya satu-satunya cara mengatasi rasa takut itu adalah dengan menghadapinya.

Momen itu terjadi beberapa kali dalam hidup Ivory. Saat akan menjinakkan Ikran, saat pertama kali berburu dalam kelompok, dan saat ini...beberapa menit sebelum tenda penuh kenangan itu akan dihancurkan.

"Kau yakin ingin melakukan ini?" tanya Salion saat dia dan Ivory sedang berjalan menyusuri hutan menuju tujuan.

Ivory terlihat tegang dan wajahnya pucat. Butuh beberapa saat baginya untuk menjawab. "Ya. Ini salah satu cara untuk menutup kebisingan di hatiku agar pikiranku bisa kembali ke jalannya," cetus Ivory sambil mempercepat langkah kakinya.

Dan saat akhirnya mereka sampai di tempat, Ivory merasakan udara seakan tersedot keluar dari paru-parunya. Melihat tenda itu secara langsung membuatnya semakin goyah. Untuk pertama kalinya Ivory mempertanyakan apakah dia yakin dengan hal ini atau emosinya membuatnya bersikap bodoh.

"Kau yakin?" Salion mengulangi pertanyaannya.

"Ya, tentu saja," kata Ivory sambil berusaha menjaga suaranya tetap tenang. "Apa kau keberatan jika aku menunggu di sisi lain? Aku tidak mau melihatnya."

"Tidak masalah." Salion memberikan busur yang mengalungi punggungnya pada Ivory. "Tolong jaga sebentar."

Sementara Salion mempersiapkan alat untuk merobohkan tenda, Ivory berdiri di tepi sungai, berusaha mengabaikan tenda yang berada beberapa langkah di sisinya, lebih memilih memandang the Tree of Voices yang berada di seberang sungai.

Ivory menggigit bibir sambil memainkan jari-jarinya yang berkeringat dingin. Ivory tahu Neteyam akan kecewa. Namun dia juga bertanya-tanya, jika hal ini membantunya untuk lupa dan kembali bahagia, mungkinkah Neteyam justru mendukungnya?

Lalu Ivory teringat, Neteyam sudah meninggal. Sangat sia-sia memikirkan pertanyaan yang tak akan pernah dijawab.

Ivory ditarik keluar dari pemikirannya ketika tiba-tiba terdengar sebuah pergerakan tepat di belakangnya. Dahi Ivory mengernyit. Dia menoleh ke belakang. Begitu melihat apa yang ada di depannya, Ivory terkesiap hingga tubuhnya nyaris saja hilang keseimbangan.

"Neteyam?" Ivory maju satu langkah mendekati seorang pemuda yang berdiri membelakanginya. "Kau kembali?"

Saat pemuda itu berbalik, Ivory merasakan dingin menyerang punggungnya. "Itu benar-benar kau," lirihnya terkesima.

Namun bukannya mendatanginya, Neteyam hanya berdiri diam sambil menatap Ivory dengan terperangah. Ivory mengenali tatapan itu. Membuat kupu-kupu berterbangan di perutnya. Air mata lolos dari mata Ivory saat dia kembali merasakan percikan yang ditimbulkan oleh cara Neteyam memandangnya.

Sudah lama dia tidak merasakan sensasi menggelitik seperti itu.

"Oh, Eywa." Ivory menjatuhkan busur di tangannya dan berlari memeluk Neteyam. Kehangatan menyelimuti Ivory saat Neteyam balas mendekapnya hingga kakinya terangkat dari tanah.

"Katakan sesuatu, Neteyam," pinta Ivory sambil menyundulkan kepalanya ke ceruk leher Neteyam, menghirup aromanya sebelum suatu hari nanti dia lupa. "Aku ingin mendengar suaramu."

The Last Letter | NeteyamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang