Sejak kecil Ivory memiliki hubungan yang erat dengan keluarga sully. Mereka bermain bersama dan selalu ada untuk satu sama lain. Namun lama kelamaan Neteyam mulai memandang Ivory dengan cara yang berbeda. Sayangnya kemanisan di antara mereka diperta...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hubungan Ivory dan Neteyam mengalami perkembangan semenjak perkemahan itu. Jika sebelumnya mereka tak memedulikan keberadaan satu sama lain walau berada di tempat yang sama, kini mereka setidaknya saling melempar senyuman jika bertemu.
Namun tidak dengan hari ini.
Ivory seperti biasa bermain dengan ketiga temannya di kediaman keluarga sully. Walau mereka melakukan hal yang menghibur, namun mereka diam-diam merasa tegang mendengar Jake memarahi Neteyam di bawah sana.
"Kenapa sih dia? Neteyam?" tanya Spider akhirnya, orang pertama di antara mereka berempat yang tak lagi berpura-pura tuli.
Kiri melirik Lo'ak. Lo'ak lantas menegurnya dengan ketus, "Apa?"
"Spider bertanya ada apa denganmu—ups, maksudku Neteyam," sinis Kiri.
"Tidak perlu dibahas jika memang tidak mau," sanggah Ivory yang tidak menginginkan ketegangan di antara mereka walau rasa penasaran juga memenuhi dirinya.
"Tidak, tidak. Jika Dad tidak tahu yang sebenarnya, setidaknya kalian perlu tahu," timpal Kiri.
Loak memandang Ivory dan Spider secara bergantian, lalu berdecak sambil mengedikkan dagunya pada Kiri, "Kau saja yang cerita."
Ternyata tema ceritanya sama seperti biasanya. Setiap kali Neteyam dimarahi oleh Jake, hanya ada satu alasan dibaliknya: Lo'ak membuat kesalahan dan Neteyam mengakui dirinya lah yang bersalah. Sekali pun Neteyam tak mengaku bersalah, tetap dia yang pertama disemprot.
Sering menghabiskan waktu di rumah keluarga sully membuat Ivory tanpa sengaja memerhatikan apa saja yang terjadi di dalamnya. Dan hal-hal yang terjadi pada Neteyam membuat Ivory tersadar bahwa bebannya sebagai anak sulung dan calon Olo'eyktan jauh lebih berat dari yang dibayangkan.
Mau tak mau Ivory berpikir bagaimana nasibnya jika menjadi pasangan Neteyam...mereka akan berbagi beban.
"Ivy!" Tuktirey memeluk Ivory dari belakang.
"Tuk!" balas Ivory sama antusiasnya.
"Lah? Sejak kapan namanya Ivy?" Lo'ak terkikik.
"Itukan panggilan kesayangan!" Tuk membela diri.
"Aw, Tuk, terima kasih untuk gelang dan nama panggilannya yang lucu!" kata Ivory.
"Aku senang kau suka gelangnya." Tuk duduk di pangkuan Ivory. "Tapi kukira panggilan kesayanganmu memang Ivy?"
"Tidak kok." Ivory menggeleng. "Ini pertama kalinya aku mendengar nama Ivy, dan aku cukup menyukainya."
Tuk ber-oh panjang sebelum dia tertawa gemas. "Kemarin saat aku membicarakanmu dengan Neteyam, dia selalu menyebut namamu Ivy. Kurasa itu panggilan kesayangannya untukmu!"
Mata Ivory melebar mendengarnya. Sebisa mungkin dia menahan sudut bibirnya untuk tak ikut melebar. Giliran Spider yang terkikik, namun langsung berhenti saat melihat ketidaksenangan Lo'ak dan Kiri.
Saat hari mulai memasukki sore, Ivory memutuskan untuk pulang. Seperti biasa Neytiri mengantarkan tamunya turun dari tenda.
Ivory meneguk ludah melihat gelap gulita menguasai langit. Dia menyukai cuaca mendung, namun tidak disaat dia harus berjalan pulang melalui hutan seperti saat ini.
Neytiri tersenyum tipis melihat itu. Dia mendongak ke tendanya dan berseru, "Neteyam!" Lalu matanya beralih pada Ivory. "Kuharap tidak masalah jika Neteyam menemanimu pulang."
"Oh? Tidak perlu repot-re—"
"Sama sekali tidak." Neytiri berusaha menahan senyuman menggoda. Dia sekali lagi memanggil Neteyam hingga anak sulungnya itu keluar, "Antarkan Ivory ke rumahnya, kita tidak mungkin membiarkannya pulang sendirian dalam cuaca gelap seperti ini."
Wajah Neteyam terlihat muram. Telinganya merunduk. Ivory tidak asing dengan pemandangan ini. Setiap kali Neteyam melakukan kesalahan yang membuat orang tuanya marah, dia akan seperti ini, menjadi lebih pendiam dan sedikit mengerikan.
Tanpa mengatakan apa-apa Neteyam berjalan terlebih dahulu dan melambaikan tangannya pada Ivory dengan maksud 'ayo'.
Rasanya berjalan sendirian di hutan dalam cuaca mendung lebih baik daripada ditemani anak laki-laki sempurna yang baru saja melakukan kesalahan, pikir Ivory.
Neteyam terus berjalan tanpa mengatakan apa-apa, sesekali menoleh untuk memastikan Ivory aman. Sudah mencapai tengah hutan pun mereka belum juga bertukar sepatah kata, membuat Ivory menggigit bibir dengan greget.
Tiba-tiba terdengar ranting patah dan suara geraman.
Telinga Neteyam dan Ivory terangkat. Keduanya berhenti dan menengok kesana-sini dengan waspada. Secara naluriah Neteyam meraba cawatnya, dan berdecak saat menyadari dia tak membawa pisau. Untuk pertama kalinya dalam perjalanan ini Neteyam berbalik seutuhnya.
"Kau bawa pisau?" tanyanya pada Ivory.
"Aku tidak membawa apa—"
"Sial." Neteyam menatap sesuatu di belakang Ivory dengan mata merana. Dengan segera dia meraih Ivory dan memindahkan gadis itu ke depannya, lalu berlari dari kejaran seekor hewan buas di belakang mereka.
"Kita kemana!" teriak Ivory. "Memanjat pohon?!"
"Satu hal yang bisa dilakukan si skxawng itu adalah memanjat pohon!" papar Neteyam. "Kau lari saja, aku akan mengalihkannya!"
"Apa? Tidak! Kita akan bebas bersama!" respon Ivory histeris mengingat Neteyam keras kepala mengenai masalah mengorbankan diri sendiri.
Secara naluriah Ivory memanggil Ikran-nya. Dan dalam sejekap mata Ikran-nya mendarat di atas hewan buas itu, sengaja membuatnya terperangkap. Bergegas Ivory menarik tangan Neteyam untuk menaikki Ikran-nya.
"Pegangan!" pinta Ivory. Begitu tangan kanan Neteyam memeluk pinggangnya, Ivory mengintruksikan Ikran-nya untuk terbang menjauhi hewan buas itu.
Tanpa sengaja mereka bersiul secara bersamaan begitu udara langit menerpa tubuh mereka yang berkeringatan. Ivory menatap Neteyam dari balik bahunya dan Neteyam balas menatapnya, mereka berdua tertawa.
Neteyam mendongakkan kepala, menatap langit yang mulai menurunkan rintik hujan. Dia tersenyum lebar dan bernafas dengan gembira seakan ini pertama kalinya dia melakukan hal itu.
Kecuali, ini memang pertama kalinya dia melakukan hal itu.
Neteyam tak pernah begitu merasakan kebebasan sebelumnya. Selalu disibukkan dengan latihannya, tanggung jawab akan keluarganya, bahkan hanya diizinkan terbang bersama Ikran-nya jika hanya ada keperluan.
"Aku tidak tahu terbang solusi yang baik untuk menghiburmu," gumam Neteyam pada dirinya sendiri. Kini dia terlihat seperti anak kecil yang baru mendapatkan hadiah.
Ivory merasa iba melihat itu. Sesuatu meyakinkan Ivory bahwa Neteyam tak pernah menunjukkan sisi rentannya pada siapapun sebelumnya.
Neteyam bersiul hebat saat hujan turun. Untuk beberapa saat mereka terbang kesana-kemari bermandikan hujan.
Saat tawa Neteyam terdengar di sela rintik hujan, Ivory cukup yakin dia tak pernah mendengar hal yang lebih baik sebelumnya. Hal itu juga mendorong Ivory untuk menyadari bahwa dia mulai jatuh hati pada Neteyam.
***
lebih pilih yang mana 1. jadi na'vi warrior 2. jadi na'vi tsahik