-Tentang mimpi yang bisa berubah haluan karena sebuah kenyataan-
***
Tentang rasa yang mungkin tak bisa dipahami oleh hati, membuat sebuah kenangan mulai menyusut bersembunyi di balik ingatan. Mungkin diam dianggap melupakan akan tetapi kadang diam adalah cara paling ampuh untuk meredam sebuah kenangan yang tak mau berhenti berputar.
Aku mengayun sepedahku menuju ke arah taman perumahan, di mana tempat ramai penuh dengan adegan yang mampu menghibur jiwa-jiwa yang kian hari mulai merindu.
"Sore Mbak Alya," sapa Delia salah satu tetanggaku.
"Sore juga Delia, assalamu'alaikum, " jawabku sambil mengayunkan tangan.
Aku tidak mendengar suara jawaban dari Delia sebab aku sudah berpindah tempat beberapa meter darinya. Komplek perumahan ini lumayan ramai di sore hari sebab banyak anak yang keluar rumah dan akan tetap sepi dan sunyi di siang hari karena semua beraktivitas meninggalkan rumah.
Aku menoleh ke arah lapangan basket yang tak jauh dari jalan hanya tersekat oleh beberapa jalan setapak dan tempat duduk. Aku tersenyum dan hanya berhenti di pinggir jalan, menatap keseruan anak remaja yang sedang bermain basket.
Aku tersenyum kala salah satu remaja yang kukenal melambaikan tangan ke arahku, tanda bahwa dia memanggilku untuk bergabung bermain bersama. Ya, meski memakai pakaian yang sangat tertutup seperti ini kadang kala hatiku mulai risau aku suka ikut bermain basket bersama beberapa remaja di lapangan.
Aku memberikan tanda silang dengan lenganku kepada remaja yang dengan semangat memanggilku, sebagai tanda bahwa hari ini aku tak ingin bergabung bersama mereka.
Kulihat mereka memahami isyarat dariku, aku hanya mengangguk lalu kembali mengayun sepeda menuju taman yang ada di sebelah lapangan basket.
Aku adalah Ramizah Alya, seorang perempuan berusia dua puluh tujuh tahun. Ya, aku setua itu memang tetapi masih ada masa remaja yang hilang tak bisa kupahami. Hingga kadang ada rindu yang menyusup tapi tak pernah kutahu asalnya.
Aku menaruh sepedaku lalu berjalan menuju ke arah kursi yang kebetulan kosong, duduk dan mengeluarkan ponsel. Mengambil beberapa gambar lalu ku upload di media sosial.
Kali ini aku mengambil gambar sebuah kursi kosong dengan beberapa daun di atasnya, tak lupa aku mempercantik filternya supaya enak dipandang mata. Setelah yakin gambar sudah cantik aku mulai memikirkan caption yang akan kutulis.
Tanganku bergerak dengan lincah menuang kata demi kata menggambarkan sebuah penantian.
-Penantian paling panjang adalah penantian yang tak pernah berujung. Mungkin waktu bisa menghitungnya akan tetapi perasaan tak terbatas oleh angka. Sebatas harapan yang mungkin tak akan terlihat oleh mata tapi hati jelas bisa menilainya.-
Setelah foto benar-benar sudah terkirim aku menarik lurus bibirku lalu mendongak menatap ke arah langit yang warna birunya mulai memudar. Seperti senja yang menyampaikan kedatangan gelap maka aku masih setia menanti sang fajar terbit kembali.
Aku menunduk menatap layar ponsel yang menyala dan banyak notifikasi yang masuk, aku bukanlah orang yang selalu membagikan momentum di sosial media. Aku hanya melakukannya sesekali jika memang merasa sepi. Padahal sudah jelas nyata bahwa ada Allah yang selalu menemani akan tetapi tak bisa dipungkiri kadang kita melupakannya.
---
Aku melangkah masuk ke dalam rumah, bisa kulihat rumah ini tampak sepi sebab aku hanya tinggal dengan kakakku dan satu asisten rumah tangga yang akan pulang di sore hari.
"Kamu dari mana?" tanya Mbak Yuni, kakak perempuanku dan satu-satunya keluarga yang kumiliki saat ini.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh," salamku dengan senyum tipis.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," jawab Mbak Yuni sambil mengulurkan tangannya yang tersimpan gelas air putih.
"Dari taman Mbak, lihat keramaian."
Aku duduk lalu meminum minuman yang diberikan Mbak Yuni, sebelumnya aku sudah mengucapkan bismillah untuk memulai minuman.
"Tadi Dennis ke sini, katanya kamu nyari kerjaan."
"Oh iya, niatnya begitu."
"Kenapa? Bukannya usaha keluarga sudah membuatmu sibuk." Aku hanya tersenyum tipis lalu menaruh gelas di meja.
"Aku ingin coba kerja di kantor Mbak, ya memanfaatkan ijazah sebelum menikah." Aku mengatakan itu dengan nada renyah akan tetapi aku bisa melihat perubahan ekspresi wajah mbak Yuni.
Aku tidak pernah percaya sebuah kutukan dari manusia, akan tetapi apa yang menimpa kita berdua kadang membuatku terlena dan memiliki ketakutan yang tak bisa kunilai artinya.
"Ya, menikmati masa lajang," kata mbak Yuni mengambil gelasku lalu berjalan menuju ke dapur.
Aku menoleh ke arah sebuah lemari yang sudah hampir sepuluh tahun ini dikunci rapat tanpa dibuka lagi, lemari di mana kenangan keluarga kami tersimpan dengan rapi.
"Denis bilang di perusahaan resmi ponsel tapi lupa tanya merk-nya, " kata Mbak Yuni kembali dengan nampan berisi dua cangkir dan sepiring pisang coklat.
"Jauh?" tanyaku mengambil alih nampan yang dibawa Mbak Yuni.
"Ada di jalan Flamboyan," kata Mbak Yuni.
"Lumayan, paling cuman dua puluh menit." Aku menaruh di meja lalu berjalan menuju westafel untuk cuci tangan.
"Kamu yakin, bisa naik kendaraan umum?"
"Yakin, nanti kalau sulit kan bisa naik taksi online Mbak."
"Ya terserah kamu, yang penting jangan terlalu memforsir diri."
"Iya, tenang saja."
Aku duduk lalu mulai menikmati pisang coklat dan segelas teh hangat. Kemudian kami berbincang banyak hal tentang bisnis keluarga dan juga banyak hal. Tapi yang pasti satu topik yang tidak akan pernah dibahas oleh kami entah sampai kapan yaitu tentang masa lalu.
Kami menyadari bahwa kami tidak akan bisa menghapus masa lalu akan tetapi kami juga berharap bahwa mampu membuat masa kelam itu menjadi masa yang layak untuk dikenang. Dan untuk melakukan semua itu kami butuh waktu yang tak bisa kami prediksi kapan akan datang menghampiri.
Aku dengan segala kegagalan yang kumiliki dan mbak Yuni dengan segala takdir yang tak bisa diubah oleh diri. Penyesalan memang selalu datang di akhir kisah akan tetapi penyesalan bukan akhir dari sebuah kisah, sebab penyesalan adalah awal kisah baru yang kelam antara kuat bertahan atau lirih bercampur baur menjadi satu dalam sebuah kubangan. Dan kami, hingga detik ini masih mencoba bertahan supaya tak jatuh dalam kubangan kelam masa lalu yang harusnya terbuang.
---
Hehehe .....
Ada yang rindu kisah baru....
Ini kisah paling fresh hehehe....
Jarang-jarang kan kak Ros bawa kisah baru...Hehehe....
Katanya mantan harus dibuang ke laut. Tapi menurut kak Ros sih gak semua mantan ya harus dibuang. Kadang juga boleh dipungut kembali buat mainan terus dibuang. Wkwkwkw....
Kejam...
Emang!
Cerita baru....
Ditunggu vote dan komentar....
Tolong tandai typo yaaaaa....
Jazakumullahu Khoir.Pagi ini di tempat kak Ros tinggal mendung-mendung manjah Alhamdulillah....
Yuk sebutkan kota kalian tinggal dan juga suasananya...
Lampung, 28 Februari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Setia Di Hati (Selesai)
ChickLit#MantanSeries Bila orang bilang hal yang paling berpengaruh itu adalah perpisahan tanpa pesan, maka aku tidak menyetujuinya. Sebab, bagiku yang paling mempengaruhi bukan perpisahan tanpa pesan akan tetapi pertemuan kembali setelah perpisahan tanpa p...