30. Hari yang Dinanti

5.7K 504 75
                                    

Bila jalan cerita bisa ditentukan, maka cerita sempurna akan menjadi kisah indah kita berdua. Bagaikan bunga-bunga di taman yang bermekaran.

---

Pagi ini adalah pagi yang mendebarkan bagi mbak Yuni dan aku hanya bisa melihat dari jauh sebab saat ini mbak Yuni sedang dikerumuni oleh teman-temannya dan juga saudara dari mempelai pria yang terlihat begitu akrab.

"Aku turut bahagia," kataku dengan pelan lalu membalikkan tubuh dan di sana kulihat  Denis menatapku sambil tersenyum.

"Kamu sudah sampai?" tanyaku pada Denis yang saat ini rapi dengan pakaian resmi kemeja warna mustard dan jas semi formal warna hitam senada dengan warna celananya.

"Sudah, mengapa tidak masuk?" Aku melangkah menuju ke arah area akad nikah yang disediakan berbentuk tiga panggung berjajar dengan panggung di tengah lebih kecil.

"Oh mbak Yuni sudah banyak yang menemani," jawabku menatap warna ungu muda dan kuning emas. Pagi ini akan diselenggarakan akad nikah dengan konsep bernuansa dalam sebuah ruangan yang hanya dihadiri oleh sanak saudara dan beberapa teman dekat juga tetangga dekat. Baru nanti sore tepatnya setelah shalat Asar akan diadakan acara resepsi pernikahan.

"Kamu adiknya, kamu tidak ingin menemani?"

"Bukan tidak ingin, akan tetapi kamu jelas tahu jika aku di sana kami hanya akan menangis." Aku mengatakan itu dengan pelan karena kami hanyalah sebatang kara kala kedua orang tua kami meninggalkan kami. Selain itu, kejadian sepuluh tahun yang lalu, aku masih mengalami ketakutan yang tak bisa kupahami.

"Hari ini aku akan menjadi penerima tamu, jadi aku akan ke depan." Aku melangkahkan kakiku meninggalkan Denis yang ternyata dipanggil untuk melakukan sesuatu. Aku menyusut air mataku yang hampir terjatuh.

Aku mengambil ponsel dan di saku gamis yang kupakai. Niat hati ingin bercermin takut bedakku luntur. Sungguh aku tak ingin berdandan sedemikian rupa tapi paksaan dari saudara calon kakak iparku membuatku menurutnya.

Big Boss (Pak Alfa)

Jangan menangis, ini adalah hari bahagia. Maaf untuk yang kulakukan di masa lalu.

Aku mengedarkan pandangan mencari sosok yang mengirimkan pesan akan tetapi aku tidak menemukannya. Tapi jika dipikir-pikir lagi tidak mungkin pak Alfa hadir di acara ini karena hanya saudara saja.

Big Boss (Pak Alfa)

Warna gamis kamu sangat cocok untukmu, cantik. Tersenyumlah dan kembali warnai hari-harimu. Untuk yang sudah berlalu maaf, tapi aku sama sekali tidak menyesali keputusanku. Hanya saja seperti yang pernah aku katakan bahwa  ada hal yang disesali ada pula yang disyukuri. Dan aku cukup bersyukur bisa bertemu dengan kamu kembali meski hanya sebatas menjadi teman lama. Berbahagialah

Aku menatap gamis berwarna mustard dengan borkat melapisi kain satin berwarna senada lalu mengenakan hijab berwana krem dan dilapisi warna senada dengan gamis. Tapi tunggu dulu, di mana pak Alfa? Bagaimana bisa dia tahu diriku? Aku mengabaikan permintaan maafnya dan malah terfokus pada mencari sosok yang mengirim pesan.

Aku berjalan menuju ke arah depan kulihat rombongan Pa de Han berjalan bersama dengan semuanya bercorak coklat tua dengan panduan warna mustard.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh," salam ku mendekati mereka lalu menjabat tangan satu persatu kecuali kak Dahlan dan kak Joni yang merupakan sepupuku dan sepupu iparku.

"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," jawab meraka.

"Kamu apa kabar, Nduk?" tanya pak de sambil memelukku. Aku cukup dekat dengan beliau oleh sebab itu kami terlihat akrab bagai anak dan bapak tapi jarak menjadi kendala bagi kami berdua.

Setia Di Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang