25. Dinas Tiba-tiba

5.5K 466 44
                                    

Bila kamu tak mampu membuatku tersenyum, maka biarkan aku memalingkan wajahku untuk mencari warna jingga yang mampu membuatku bahagia. Tapi, itupun jika aku mampu melakukannya.

---

Sudah sepekan berlalu sejak aku melakukan tindakan yang kadang kupikir tidak masuk akal. Di mana hari aku sangat lelah dan berada di titik terendah. Dengan sadar aku beradu argumentasi dengan pak Alfa dengan ujung aku mengundurkan diri meski pada kenyataannya aku tetap menjadi asisten pak Alfa.

"Eh mantan," kata mbak Nur yang duduk di kursinya. Ya, sejak aku menyatakan bahwa aku adalah mantan kekasih masa SMA  sang boss. Mbak Nur seolah-olah memusuhi diriku karena merasa ditipu dan selalu memanggilku dengan sebutan itu padahal jujur saja kalau aku sangat tidak nyaman.

"Mbak jangan mulai deh," kataku masih menggarisbawahi beberapa kalimat sumbang dan tak pas dalam sebuah laporan.

"Dla, itukan fakta. Bahwa kamu adalah mantan."

Aku menoleh ke arah Mbak Nur yang juga sibuk dengan pekerjaannya tapi masih bisa menyahut. Aku menaruh bolpoin lalu memutar kursi.

"Menjadi sosok yang dicampakkan itu tak mudah mbak, jika mbak Nur mau tahu." Aku mengatakan itu lalu berdiri dari dudukku. Aku melangkah menuju ke arah lift dan menekan tombol angka sembilan. Entahlah apa yang aku lakukan. Setelah sampai di lantai sembilan aku menekan tombol satu dan itu berulang-ulang hingga beberapa kali sebelum aku kembali ke lantai di mana aku bekerja.

"Sebenarnya apa yang kamu lakukan?" tanya pak Alfa yang ada di depan lift.

"Tidak ada," jawabku tenang meski dalam hati tak ada ketenangan sama sekali.

"Kamu kurang kerjaan? Naik turun sejak tadi?" tanya pak Alfa.

"Bapak tahu?" tanyaku dengan berani.

"Menurut kamu?"

"Saya tidak yakin," jawabku dengan polos.

"Sudah sana kembali bekerja," kata pak Alfa lalu masuk ke dalam lift. Aku merasa ada yang aneh lalu menoleh ke belakang dan kulihat pak Alfa menatapku dengan tatapan mata yang tidak biasa. Meski terlihat datar dan kosong akan tetapi ada sesuatu yang terasa aneh dan mengganjal.

"Ada apa dengan pak Alfa?" tanyaku kepada mbak Nur.

"Memangnya pak Alfa kenapa?" tanya Mbak Nur balik membuatku semakin bingung.

"Oh tidak apa," kataku lalu kembali duduk di kursi. Kemudian kami sama-sama terdiam dan sibuk dengan pekerjaan.

"Al," panggil Mbak Nur sambil menaruh segelas es teh. Meski di taruh di dalam gelas aku tahu bahwa minuman itu minuman dingin sebab ada uap di dinding-dinding gelas.

"Apa mbak?" tanyaku sambil menoleh.

"Untuk kelakuanku beberapa hari ini aku minta maaf," kata mbak Nur tiba-tiba membuatku menatap mbak Nur dengan menilai setiap jengkal raut wajahnya.

"Mbak Nur kenapa?" tanyaku heran.

"Aku kan minta maaf ke kamu," jawab Mbak Nur.

"Gak perlu minta maaf, kan gak ada salah."

"Aku tahu kamu gak nyaman dengan panggilanku selama ini," kata mbak Nur.

"Memang iya, akan tetapi itu bukan masalah besar karena selama ini aku sudah menyiapkan diri untuk hal ini sejak masa itu." Aku mengatakan itu sambil menarik bibirku segaris lurus.

"Maaf," kata mbak Nur.

"Jangan minta maaf, itu bukan kesalahan."

"Tetap saja itu membuat kamu pasti tidak nyaman," jawab Mbak Nur.

Setia Di Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang