16. Perbincangan

5.6K 463 33
                                    

Aku melepasmu dengan tenang
Mencoba menerima setiap keputusan
Meski angin hanya berhembus dan menyapa sekali, tapi di sudut dari ini masih ada kata memiliki.

---

Seseorang pernah berkata kepadaku bahwa hidup ini tidak tergantung pada mimpi yang kuharapkan akan tetapi tergantung pada ketetapan yang diberikan oleh Allah dan usaha yang kukerahkan. Oleh sebab itu, aku secara jujur mengatakan bahwa tak ingin terpaku pada masa lalu. Akan tetapi, hati ini tidak bisa berbohong bahwa masa lalu masih begitu mempengaruhi.

Siang ini terasa begitu melelahkan, tadi setelah shalat Dzuhur berjamaah di masjid universitas Kota aku memilih duduk di kantin asrama putri, rencananya aku sedang menunggu salah satu mahasiswi yang memang aktif di mata kuliah yang aku sampaikan.

Aku menatap jam yang melingkar di tanganku, sejak bekerja dengan pak Alfa aku menjadi orang yang sangat mementingkan waktu, memahami arti waktu dan tanggung jawab akan waktu. Jadi, kata Mbak Yuni aku adalah seorang perempuan yang disiplin sejak bekerja dan segala hal terstruktur oleh jadwal.

"Maaf kak lama," kata seorang perempuan cantik dengan hijab dan gamis berwarna sama, navy.

"Iya," jawabku dengan senyum tipis lalu menyeruput es coklat yang tadi kubeli sambil menunggu.

Hani adalah mahasiswi psikologi yang aku lupa semester berapa. Tapi gadis ini sangat energik dan menyenangkan di pandang mata. Tak akan pernah ada yang sadar bahwa gadis ini sudah bukan lagi gadis akan tetapi istri dari seseorang. Dan seseorang itu, aku mengenalnya dengan baik akan tetapi gadis di depanku ini tidak perlu tahu.

"Kamu mau membicarakan apa?" tanyaku, kulihat senyum cerahnya terbit. Sungguh aku iri padanya, sebab dia begitu mudah tersenyum tanpa merasa bahwa senyum itu sebuah beban.

"Aku ingin mendengar cerita, bukan sekadar berbincang biasa. Bolehkan kak?"

Aku melihat wajahnya yang berseri-seri penuh harap, sungguh dia gadis yang cantik wajar saja kalau sepupuku itu begitu menggila dengan melakukan banyak hal untuk mendapatkan gadis ini. Aku bisa merasakan ketulusan dan hatinya yang baik dari gadis ini sejak pertama kali bertemu.

"Apa yang ingin kamu dengar?" tanyaku dengan pelan sambil membenarkan posisi duduk.

"Aku ingin mendengar kisah tentang Ummul masakin."

Wajah cerahnya terlihat begitu antusias kala menyebut nama Ummul masakin. Apa kalian tahu siapa itu Ummul masakin? Beliau adalah ibunda kaum fakir miskin.

"Apa yang ingin kamu ketahui?" tanyaku lagi ingin mengorek pengetahuan yang dia miliki. Jika dia sudah tahu julukan Ummul masakin tentu dia tahu sosok itu siapa.

"Semuanya," jawabnya dengan cepat.

"Beliau adalah Ummahatul Mukminin, ibunda bagi orang-orang mukmin. Namanya Zainab binti Khuzaimah, beliau lahir di Makkah sekitar tiga belas tahun sebelum nabi diutus. Jadi beliau adalah orang yang termasuk pertama kali masuk Islam." Aku membuka cerita dengan mengenalkan sosok perempuan luar biasa di zaman Rasulullah shalallahu alaihi wa salam.

"Lalu, bagaimana bisa disebut Ummul masakin?" tanya Hani.

"Seperti yang sudah pernah saya jelaskan di kelas sebelumnya, Islam datang tidak dalam keadaan langsung berjaya dan segala menjadi mudah. Akan tetapi sebaliknya, Islam datang dengan segala sesuatu yang berat untuk dipikul akan tetapi pada masa itu orang-orang masih bertahan memukulnya sehingga kita bisa menikmati Islam hingga kini." Aku memberi jeda lalu menarik bibirku sebelum melanjutkan.

"Dulu, hidup sangat berat bagi orang Islam. Bahkan mereka rela mengorbankan segala hal guna menikmati tauhid. Maka, di masa yang sulit itu membuat ibunda kita bertambah teguh pada agamanya. Beliau adalah wanita yang rajin puasa, shalat, dan beribadah kepada Allah. Beliau juga orang yang rajin berdzikir secara lisan dan hatinya dan beliau mendapatkan gelar ini Ummul masakin karena beliau tidak pernah berhenti infaknya kepada orang-orang fakir miskin. Begitulah beliau mendapatkan gelar ini," kataku menatap wajah Hani.

Setia Di Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang