43. Deru Ombak

5.8K 491 47
                                    

Ombak mungkin mengajarkan kepada kita tentang kehidupan. Di mana seberapa jauh pantai sedekat itu dia akan menyapa. Sama halnya seberapa jauh jarak dan waktu bahkan jodoh tak akan ada yang bisa menebaknya.

---

Aku menatap Denis yang duduk di ujung meja, sedangkan aku duduk ada di samping Sarah juga pak Alfa dan pak Fatih di depan kami berdua. Aku berhadapan dengan pak Alfa sedangkan pak Fatih berhadapan dengan Sarah sedangkan Denis bak seorang kepala keluarga duduk di ujung seorang diri.

Aku sudah memesan menu baru, bukan lagi ayam geprek atau makan ayam lainnya sebab tidak ada akan tetapi dengan bahan ayam juga sih dengan nama yang berbeda yaitu stiek ayam. Aku terdiam sambil memainkan jari sedangkan pak Fatih berbincang seru dengan Denis. Kami ada di rumah makan khas kejawawen, jadi semacam makanan prasmanan juga ada makanan yang individual. Aku terdiam kala ponselku berbunyi ada pesan masuk akan tetapi aku hanya diam saja sebab tidak sopan rasanya bermain ponsel di tengah banyak orang. Untuk mengalihkan perhatian aku menoleh ke samping di sebuah gazebo- gazebo terdapat banyak sekali keluarga yang mengumpul dan makan bersama ada juga anak kecil yang terlihat riang sambil gembira tertawa bersama membuatku tersenyum tanpa sadar. Aku jadi ingat, dulu aku juga sebahagia itu. Ada ayah dan ibu yang selalu mengajak kami makan di luar sesekali atau pergi ke taman bermain atau tamasya bersama. Ayah bukan pegawai jadi beliau memiliki banyak waktu untuk kami dan aku harus bersyukur akan hal itu karena pada kenyataannya aku bukanlah anak yang kekurangan belas kasih sayang.

"Coklat panas buat my princess Alya," aku menoleh ke arah Denis yang tersenyum lebar ke arahku. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

"Mbak Alya suka coklat?" tanya Sarah tiba-tiba dan aku hanya bisa mengangguk saja.

"Semua berbahan coklat?" tangannya lagi seperti antusias.

"Iya," jawabku tidak yakin.

"Wah, sama kayak bang Alfa dong." Aku terdiam saja menatap Sarah yang tampak antusias dan terlihat berbeda.

"Oh," aku menjawab seadanya saja sedangkan Sarah menatap ke arah pak Alfa dengan sorot mata yang tak bisa kupahami aku menoleh ke arah Denis yang tersenyum untukku dan aku berusaha untuk mengangkat sudut bibirku.

Tak selang beberapa lama, meja didominasi pembicaraan antara mereka berempat tentang banyak hal sedangkan diriku hanya menyahut sesekali saja. Aku kembali mengalihkan perhatian ke arah gazebo-gazebo yang semakin petang terlihat indah untuk dipandang. Aku tadi belum sempat menanyakan banyak hal kepada Denis sebab tak enak dengan mereka.

"Makanan sudah sampai," kata pak Alfa menyadarkan diriku dari pemikiran panjang.

Aku menatap menu di depanku sambil tersenyum kala melihat ada sambal kesukaanku dan kala tanganku mengulur untuk mengambil Denis dengan sengaja mengangkatnya hingga membuatku berengut.

"Jangan kayak anak kecil deh," kataku dengan ketus membuat pak Fatih terkesima.

"Wah, wajah malaikat ini bisa ketus juga." Aku menoleh ke arah pak Fatih dengan heran. Aku tak tahu kalau pak Fatih beranggapan tentang diriku berlebihan seperti itu, memang lelaki itu pernah mengatakan bahwa dia jatuh cinta padaku sejak pandangan pertama akan tetapi sungguh sikapnya sama sekali tidak mencerminkan orang yang jatuh cinta, membuatku curiga.

"Jangan salah, dia ini serigala bersayap kupu-kupu." Aku menoleh ke arah Denis yang menatapku dengan tatapan menggoda. Sungguh perumpamaan yang tidak biasa sekali mana ada serigala bersayap, temanku satu itu memang benar-benar perlu diterapi. Atau jangan-jangan Denis berubah sejak dia gagal menikah, tapi aja bukannya dia memang aneh seperti itu.

"Kalau boleh tahu, bang Denis sudah lama mengenal mbak Alya"? tanya Sarah tiba-tiba sambil menaruh ponsel dan menoleh ke arah Denis yang tampak berwajah serius.

"Lumayanlah, kami kan dua sahabat tak terpisahkan. Jadi sahabat sehidup semati," kata Denis dengan nada lebai membuatku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa mengeluarkan suara. Sungguh, Denis dan segala pemikiran yang absurdnya.

"Benar-benar sahabat? Pyur?" tanya pak Fatih membuatku menoleh dengan cepat ke arah Denis. Aku memang pernah menanyakan ini akan tetapi seperti biasa lelaki yang berstatus sebagai sahabat ku selalu menjawab jauh dari konteks pembicaraan.

"Ya enggak juga sih, ada rasa tak rela juga saat melihat dia menikah akan tetapi sifat persaudaraan di antara kita lebih kental." Aku terdiam, aku tidak paham dengan jawaban ambigu itu. Aku memang pernah berharap bahwa berjodoh dengan Denis sebab aku sudah mengenal dia luar dalam. Bahkan keluarganya pun mengenalku dengan baik bahkan sering kami pergi bersama dulu jika ada urusan serupa dan ayah ibu Denis menganggap diriku juga seperti anaknya jadi jika berjodoh dengan lelaki yang berstatus sahabatku itu berarti aku tidak perlu lagi beradaptasi dengan lingkungan dan orang baru. Tapi apalah daya, jika kami memang tidak berjodoh. Dan jika ditanya bagaimana perasaan yang kumiliki, perasaanku pada Denis berbeda dengan perasaan ku pada pak Alfa dulu ataupun sekarang. Aku memposisikan Denis sama halnya aku memposisikan mbak Yuni, karena lelaki itu adalah sosok yang ada dalam gelap dan terangku.

"Sudah, ayo makan!" ajak pak Alfa sambil menaruh sayur di piringnya Sarah. Aku hanya melirik saja lalu berdiri.

"Mau ke mana?" tanya pak Fatih.

"Cuci tangan," kataku lalu beranjak menuju westafel. Aku bermain air beberapa saat kala menatap anak kecil berpipi cubi  dan memakai kos berwarna merah tampak asyik berlarian di dekat kolam ikan. Aku khawatir sebab tidak ada orang dewasa yang mengawasinya dan belum juga aku beranjak aku mendengar suara dentuman dan aku hanya bisa membulatkan mataku dan secara reflek berlari menolong anak kecil yang terjatuh ke kolam ikan.

"Innalillaahi," aku berteriak sambil masuk ke dalam air dan mengangkat anak kecil yang menangis mungkin karena terkejut dan tak lama banyak orang berbondong-bondong.

"Apa yang telah terjadi?" tanya seorang lelaki yang membantuku akan tetapi aku tak bisa bersuara mataku sudah nanar melihat darah yang mengalir deras di kening anak itu. Aku panik tapi entah mengapa aku tak bisa melakukan apapun. Ingatan kala aku menemukan ayahku seperti kaset rusak dalam pandanganku membuatku tak mampu melakukan apapun. Sungguh, aku tidak bisa melihat dengan jelas mataku terasa buram dan yang kulihat hanya kerumunan orang dan juga kilas balik kondisi ayahku. laa haula wa laa quwwata illaa billaah, aku mengatakan itu berulang kali di dalam hati.

"Tolong, tolong," hanya kata itu yang mampu kuucapkan dengan suara jelas hingga aku melihat kerumunan mulai bubar dan anak kecil itu dibawa lari entah ke mana. Nafasku mulai tersengal dan aku tidak tahu apapun yang kutahu saat ini ada aura hangat melingkupi tubuhku dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tidak akan terjadi apapun dan ada kata bahwa aku harus tetap ingat kepada Allah sebelum semuanya terasa gelap dan aku terasa terbang dan ringan.

---

Jeng.... Jeng.... Jeng...

Apa yang akan terjadi selanjutnya????

Ayo, siapa yang bisa tebak?????

Hehehe....

Siapa tahu tambah inspirasi dan ide...
Heheehe....

Keep istiqamah yaa...
Jangan lupa banyak berdzikir dan baca Alquran yaa ..

Ingat, bukan karena target atau pujian akan tetapi sebagai bentuk ibadah kepada Allah.

Kulli bismillahirrahmanirrahim dalam setiap hendak melakukan apapun....

mawarmay

Lampung, 9 Ramadhan 1441 H

Setia Di Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang