42. Tak Berujung

5.7K 471 19
                                    

Bila jalan masih memiliki ujung, jika memang sudah paling ujung maka akan buntu. Berbeda dengan kisah kita yang hanya ada di persimpangan tanpa ujung dan pertemuan.

---

Hubungan itu jelas antara dua orang atau lebih saling keterkaitan. Tidak ada hubungan seorang diri, karena pada kenyataannya hubungan tetap membutuhkan lawan. Bahkan tali saja yang dihubungkan membutuhkan dua ujung meski berbeda sama seperti hubungan.

Aku mulai letih mencerca pak de Han tentang sosok yang sudah menjadi suamiku. Sungguh ini di luar ekspektasi dariku. Dulu aku santai saja dan mengatakan iya kala pak de mengatakan bahwa suamiku itu nantinya akan menemui diriku jika urusan pekerjaannya selesai akan tetapi setelah terjadinya kerenggangan antara diriku dan pak Alfa aku merasa ada yang kurang.

Aku yang sudah merasa bersalah telah menyimpan rasa kembali pada lelaki itu berharap bahwa suamiku mau hadir dan menghilangkan segala rasa ini. Akan tetapi sekali lagi takdir berkata lain, karena sesuai dengan perjanjian lelaki itu akan datang setelah dia menyelesaikan semua pekerjaan yang ditangguh. Dan kini, menghindar dari pandangan pak Alfa adalah hal yang paling baik harus dilakukan akan tetapi bagaimana caranya jika masa kerjaku masih satu bulan lagi.

Aku sadar diri bahwa kami sempat terbawa suasana dan kini pak Alfa yang mungkin menyadarinya pun semakin menjaga jarak denganku, bahkan hal-hal yang sering kulakukan kini dilakukan oleh Sarah atau bang Fahmi. Aku hanya bisa diam dan menerima karena memang ini yang terbaik bagi kami. Dan sebelum bunga-bunga dalam rasaku berkembang bukan kah alangkah lebih baik jika harus dipotong lebih awal.

Aku mengambil hasil copy lalu memasukkan ke dalam map, aku sedikit heran kala melihat berkas-berkas banyak yang berubah. Aku tidak tahu akan tetapi sejak pak Fatih mulai ngantor di sini semuanya menjadi semakin sibuk. Aku mengambil berkas asli lalu menyimpan di tempat semula.

"Berkasnya sudah, Mbak Alya?" tanya Sarah dengan lembut. Aku sungguh merasa bersalah melukai hati seorang Sarah. Padahal perempuan ini adalah perempuan yang baik.

"Sudah, ini." Aku memberikan berkas yang kukopy ke Sarah. Kami sudah sepakat bahwa Sarah akan memanggilku dengan embel-embel mbak sedangkan aku memanggilnya langsung dengan nama.

"Oh iya, maaf merepotkan tapi bisa bikinkan kopi untuk pak Alfa?" tanya Sarah sambil meringis. Aku hanya diam kemudian mengangguk lalu berjalan menuju ke pantry. Aku sudah hampir sebulan tidak pernah berinteraksi sama sekali dengan pak Alfa seperti yang sudah kubilang semuanya dialihkan. Aku hanya akan membantu mbak Nur dengan pekerjaan remeh saja, jadi ini pertama kali aku kembali membuatkan kopi untuk pak Alfa akan tetapi entah mengapa aku kehilangan minat.

"Al, ada air dingin gak?" tanya bang Ziyad yang tiba-tiba muncul dengan sebotol berwarna kuning isinya tetapi botolnya seperti kaca, bening.

"Dispenser Bang," jawabku sambil menunjuk ke arah dispenser.

"Kamu sedang apa?" tanya bang Ziyad.

"Membuat kopi untuk pak Alfa," jawabku sambil membuka gula yang ada di toples.

"Wah akhirnya si dinding buka puasa," kata bang Ziyad.

"Oh pak Alfa mau membatalkan puasa," kataku sambil mendekati dispenser.

"Bukan, Alfa kan udah hampir sebulan gak minum kopi dia hanya minum air putih saja sampai kemarin cek gulanya turun."

Aku menoleh ke arah bang Ziyad yang sibuk mengocok botolnya. Aku sempat berpikir bahwa kebutuhannya dipenuhi oleh Sarah.

"Memangnya kenapa?" tanyaku penasaran. Aku penasaran saja alasan dibalik semua itu. Ini bukan karena aku yang tidak membuatkannya bukan. Aku tak ingin berbangga hati, takut nanti sudah terbang lalu jatuh.

Setia Di Hati (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang