9

1.3K 144 14
                                    

Angin malam mulai terasa menggigit hingga terasa ke tulang. Namun belakangan beberapa orang ternyata menyukai suasana seperti ini. Suasana dingin yang menemani ketenangan memang sangat nyaman digunakan untuk bertukar pikiran. Seperti halnya dua orang yang berjalan berdampingan sambil menikmati suasana hening. Meski yang menikmati hanya salah satu dari mereka.

Gadis berambut model bob pendek sedikit di atas bahu, sesekali melirik ke arah gadis lain yang sedang menatap langit. Pandangannya terlihat menerawang seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Sayang, apa ada hal yang mengganggumu?" Jeongyeon berkata sambil membawa jemari Mina untuk digenggamnya lembut.

Mina menoleh dan seketika merasakan hangatnya tangan gadis di sampingnya. Namun, kehangatan ini terasa sangat asing, kehangatan ini bukan kebutuhannya. Iris coklatnya merayap memandang mata indah yang turut menatapnya lembut. Namun kelembutan ini terasa sangat menyakitkan untuknya. Mina menarik nafas sebelum suara merdunya mengalun dari bibir cantiknya.

"Yaaah, ada beberapa hal menggangguku akhir-akhir ini."

"Mau berbagi denganku? Aku siap mendengarkanmu. Dan kalau aku bisa aku akan membantumu."

Benarkah kau bisa membantuku, setelah tau apa yang akan aku bicarakan nanti, Jeong? -Mina

"Mm, tentu. Mari kita bicarakan di sana saja Jeong." Mina mengangguk dan membawa Jeongyeon ke arah bangku panjang yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Setelah mereka duduk keadaan kembali sunyi. Mina dengan kekalutan pikirannya, bagaimana cara memutuskan Jeongyeon tanpa membuatnya terluka. Meskipun kemungkinan itu terjadi tidak ada, tapi masih ada pilihan untuk mengurangi kadar kesakitannya. Sementara Jeongyeon yang hatinya terlampau bahagia karena Mina telah berani memegang tangannya, dengan inisiatifnya sendiri. Belum lagi Mina berjanji akan menceritakan masalahnya padanya. Bukankah itu adalah tanda Mina menganggapnya kekasih?

Seandainya kau tau Jeong...

Seberapa pun Jeongyeon masih tenggelam dalam kebahagiannya, ia tentu masih ingat bahwa bercerita artinya adalah saling bertukar suara. Maka Jeongyeon membuka suara terlebih dulu.

"Hmm, jadi apa yang mengganggumu itu, Mina?"

Bukannya menjawab, Mina hanya memandangnya intens. Namun entah kenapa Jeongyeon sangat tidak suka dengan cara Mina menatapnya sekarang. Dia yang biasanya sangat menyukai iris coklat gadis di depannya, sekarang dibuat takut dengan cara Mina menatapnya. Bukan artinya Jeongyeon penakut, tapi ia takut makna di balik tatapan itu. Ketakutan terbesarnya, dan yang menjadi kelemahannya.

Oleh karena Mina belum menjawab pertanyaannya, Jeongyeon sedikit berdehem untuk menyadarkan Mina.

Dan benar saja Mina tersadar dan mengalihkan pandangannya ke depan. Jeongyeon pun akhirnya mengikuti arah pandang Mina.

Hening...

Hingga akhirnya...

"Jeong, kamu percaya dengan ungkapan 'bahwa cinta sejati akan selalu memberikan ritme terindah dalam hati'?" Mina membuka suaranya dan terdengar mengambang seperti sedang berbicara untuk dirinya sendiri.

"Hmm, ya aku pernah mendengarnya. Tapi bagiku, bukan cinta sejati yang memberi ritme itu. Tapi, kita yang menyesuaikan frequensi ritme itu dengan cinta sejati kita."

"Bukannya itu akan membuat kita menjadi lelah? Karena kita sibuk menyesuaikan ritme dengan orang yang kita anggap adalah cinta sejatinya?"

Jeongyeon menggeleng, dan tersenyum.

"Hidup itu penuh dengan perjuangan, sayang. Begitupun dengan cinta sejati, tidak ada orang yang menemukan cinta sejati seperti menarik lotre. Semua butuh perjuangan dan proses."

My Last Station: Rounded Love (MiChaeng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang