26

1.3K 106 19
                                    

⚠️typo⚠️







Enjoy!






Sejak Chaeyoung menanyakan tentang bagaimana rasanya memiliki bayi, Mina terlihat begitu terganggu dan resah. Pasalnya kemarin juga mereka merasakan salah satu tahap pada masa pacaran. Perdebatan. Kemarin adalah perdebatan perdana mereka, kecil sih, hanya saja cukup mengguncang terutama bagi Mina. Sebut saja Mina tidak cukup siap dengan perdebatan mereka. Ia hanya ingin menikmati masa-masa indah ini lebih lama lagi.

Mina bukan tidak mau memiliki anak, tentu saja dia ingin setidaknya satu. Apalagi jika ia memliki anak dengan orang terkasihnya, itu adalah mimpi terindahnya, dan harus diwujudkan. Tapi, tidak sekarang, bahkan untuk membayangkannya pun dirinya masih belum siap. Chaeyoung memang tidak menyebutkan ingin punya anak sekarang. Ya, tidak mungkin, membuatnya saj--- oops, maaf maksudnya prosesnya pun tidak sesimpel mengucapkan. Tetapi, jika Chaeyoung sudah membayangkan, setidaknya mentalnya sudah siap. Sedangkan dirinya? Ia hanya ingin fokus dengan karirnya saat ini.

Tidak ada yang perubahan besar dalam keseharian mereka, perdebatan kecil tidak akan mengubah apapun, bukan? Chaeyoung masih tetap mengantar jemput Mina, sarapan bersama dan kegiatan-kegiatan lainnya. Hanya, mungkin, rasanya mereka sedikit berjarak. Mina tidak suka, Chaeyoung pun sama. Tapi, ternyata jika ego yang berbicara semuanya serba berat dan rumit, karena hingga saat ini keduanya belum ada yang mengalah dan minta maaf.

Seperti pagi ini, Chaeyoung mengantar Mina sampai depan kantornya namun tidak ada ucapan yang bermakna saling memberi semangat. Keduanya terdiam membisu, hingga akhirnya Mina memutuskan untuk keluar dan meninggalkan Chaeyoung sendiri.
.
.
.
.
.
Bruk

"Ha~~h" Chaeyoung mengeluarkan nafas kasar. Moodnya pagi ini tidak lebih baik dari kemarin.

Kenapa susah sekali meminta maaf? Padahal tadi waktu yang tepat untuk berbaikan. -Chaeyoung.

"Chaeng? Chaeyoung?! Yah! Cebol!!" Mendadak suara melengking dari seseorang di depannya mengejutkannya. Terlebih dengan hardikan terakhir, rasanya ia ingin membengkokan leher orang yang mengejeknya.

"Yah, siapa yang kau panggil cebol tadi?! Huh?" Chaeyoung menyalak garang terlebih dengan mood tidak bagusnya pagi ini.

"Kau, tentu saja. Kau kira ada berapa orang di sini?" Sahut orang tadi santai.

"Tinggiku 172, kau jangan meng--"

"Dan aku 183, tentu kau lebih pendek dariku." Potongnya lagi cepat.

"Yah! Chou Tzuyu, kau punya masalah apa denganku? Ayo kita selesaikan dengan baik-baik. Heran, pagi-pagi bukannya penuh senyuman tapi semua membuatku tidak mood saja." Gerutunya panjang lebar.

"Woah woah santai kawan. Kenapa kau ini? Ada masalah?" Tzuyu bertanya. Karena biasanya bayi macan di depannya ini akan membalas lelucon savagenya dengan lelucon lagi.

Sigh!

Terdengar lagi helaan berat dari Chaeyoung. Ia terlihat menimbang-nimbang haruskah ia menceritakan masalahnya atau tidak. Menggigit bibir tebalnya, Tzuyu yang melihatnya pun menyeletuk,

"Aku di sini menunggu, kalau kau lupa. Dan lagi tidak perlu digigit seperti itu bibirnya, Chaengbol. Aku tidak akan tergoda"

"Yah!" Chaeyoung kembali berteriak. Pagi ini entah kenapa ia suka sekali berteriak.

"Kau tinggal menceritakannya, biasanya juga begitu." Tzuyu kembali berbicara dengan santainya, lalu duduk di sofa dengan nyaman.

Baiklah.

Dan mengalirlah serangkaian cerita sewaktu Michaeng memulai perdebatan mereka, dan situasi mereka saat ini. Selesai bercerita, ia melihat Tzuyu hanya manggut-manggut tidak menanggapi.

My Last Station: Rounded Love (MiChaeng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang