Geri Alfian Hangga

4.9K 258 2
                                    

Aku tersentak kaget saat tau siapa orang yang tengah duduk di sampingku. Bukan kaget, lebih tepatnya tidak percaya saat Tante Hanum bilang Geri adalah putranya.

Geri Alfian Hangga. Selain Gafi, Geri juga adalah salah satu cowok terpopuler di sekolah ku. Apalagi mengingat Geri notabennya ketua OSIS di SMAN 11.

Geri sepupu Gafi. Ya, aku tau itu dari Zalfa. Saat istirahat tadi, Zalfa tidak henti menceritakan tentang Geri.

Dimulai dari paras Geri yang lebih tampan dari Gafi, sampai sampai tentang sikap dan perilakunya.

Zalfa selalu membanding bandingkan Geri dan Gafi. Bisa dibilang, Zalfa salah satu penggemar berat Geri.

Tadi aku menegurnya untuk tidak terlalu tergila gila pada Geri. Karena aku takut, jika Gibran tau Zalfa salah satu penggemar berat sahabatnya.

Kalian tau apa jawabannya? Zalfa bilang itu wajar, karena Zalfa hanya mengagumi Geri dan akan tetap setia kepada Gibran.

Geri dan Gafi adalah kakak kelas ku. Meraka duduk di bangku kelas XI Ipa 1.

Meskipun notabennya kakak kelas, aku tidak pernah berniat untuk menyebutnya dengan embel embel Kakak.

"Ger, ini Zein. Zein, ini Geri anak sulung tante." Ujar Tante Hanum mengenalkan kami.

Aku hanya tersenyum canggung. Sedangkan Geri, cowok itu hanya mengangguk tanpa tersenyum.

Dia menatapku datar, nyaris tanpa ekspresi. Benar saja kata Zalfa, Geri memang dingin. Cowok itu sangat dingin dan cuek.

"Zein." Ucapku mengenalkan.

Geri sama sekali tidak menyahut. Sumpah, aku jadi malu sendiri.

"Geri." Tegur Tante Hanum.

"Jangan gitu." Bisik Tante Hanum yang masih bisa aku dengar.

Tante Hanum tersenyum tidak enak pada Bunda.

"Mm, Geri sekolah dimana Num?." Tanya Bunda.

"Di Dignity. Kalo Zein dimana?."

"Dignity? Zein juga disana."

"Ah yang bener, ko aku gak pernah liat kalo lagi pembagian rapot."

Bunda tertawa pelan "Zein baru masuk sekarang."

"Lah ko? Bukannya anak kita seumuran?."

"Iya. Waktu itukan aku sempat pindah ke Jerman, delapan bulan kalo gak salah. Setelah urusan kerja ku selesai, kita pindah lagi ke sini. Terpaksa, Zein harus nunggu pembelajaran baru lagi buat lanjutin jenjang SMA." Jawab Bunda panjang lebar.

Memang benar kata Bunda, seharusnya sekarang aku sudah duduk di bangku kelas sebelas.

Bunda dan Tante Hanum terlihat asik membahas sesuatu, sampai sampai mereka lupa tidak sedang berdua disini.

Bunda dan Tante Hanum tengah membahas tentang masa SMA mereka.

Sampai asiknya, Bunda jadi lupa dengan ku yang sedari tadi sudah tidak nyaman.

Aku ingin pulang saja.

"Pacar Gafi?."

Uhuk

Aku tersedak oleh air liur ku sendiri.

Aku melirik Geri yang ternyata tengah menatapku.

Dia bertanya padaku?

"Bukan." Jawabku cepat.

Setelah jawabanku, dia tidak menyahut lagi. Cowok itu diam dengan ponselnya.

Kenapa Geri bisa berpikir seperti itu?

Pasti gara gara siang tadi.

Hari pertama aku menjadi pelayan Gafi. Sepulang sekolah tadi, aku tidak diperbolehkan pulang dulu oleh Gafi.

Aku disuruh untuk membeli air minum untuknya. Setelah itu, Gafi menyuruhku untuk menyusulnya ke lapangan.

Dia menyuruhku ini itu, bahkan dia memintaku untuk mengelap sepatunya saat dilapangan tadi.

Sebenarnya aku malu, apalagi ketika teman teman Gafi memusatkan perhatiannya kepadaku. Termasuk Geri.

Gafi adalah kapten basket. Aku sungguh dibuat ribet oleh Gafi.

Aku membawa semua barang Gafi. Mulai dari tas, baju seragam, handuk kecil, sampai sampai aku disuruh untuk membawa air mineral nya.

Gafi tidak memperbolehkan ku untuk menaruhnya di tempat duduk. Katanya takut kotor.

Aku tidak bego, saat Gafi beralasan seperti itu dan aku percaya. Aku tau Gafi hanya ingin mengerjai ku.

Sudah aku bilang kan, baru satu hari saja aku sudah lelah menjadi pelayannya.

••••••

"Zein, kapan kapan main ya ke rumah Tante." Ujar Tante Hanum saat berpamitan.

"Iya Tante."

"Besok ke rumah Tante ya?."

Aku melirik sebentar ke arah Bunda.
Aku kesal saat Bunda mengangguk mengijinkan.

Bukannya aku tidak ingin berkunjung ke rumah Tante Hanum, hanya saja aku tidak ingin bertemu dengan Geri dan Gafi.

Cukup di sekolah aku di kerjai Gafi. Di luar sekolah jangan.

Katanya sih rumah mereka berdampingan. Makanya aku ogah ogahan tidak mau.

Aku sangat bingung saat Tante Hanum masih menunggu jawabanku.

"Mm Tante, kaya nya besok gak bisa. Lagian kan Zein gak tau rumah Tante dimana." Jawabku sedikit tidak enak.

"Ah iya."

"Geri, besok kamu pulang bareng Zein ya. Ajak Zein ke rumah kita."

"Lagian kan kalian satu sekolah. Jadi kamu gak perlu repot jemput Zein."

Ah!

Jangan mau Geri.

Jangan mau.

"Hm." Geri menggangguk mengiyakan.

"Tapi Tante-."

"Bunda ijinin kamu ko." Timpal bunda.

Ahhh Bundaaa!

"Tuh, bunda udah ngijinin."

"Gimana? Mau yah?." Tanya Tante Hanum penuh harap.

"I-iya Tante." Jawabku terpaksa.

Aku tidak enak jika harus menolak, lagian tidak ada salahnya jika berkunjung satu kali.

Hanya satu kali.

******

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang