Maaf Zein

3.6K 236 35
                                    

Chapter ini aku persembahkan buat kalian yang masih setia baca cerita ini, dan juga buat kalian yang selalu komen, vote, dan suport aku. Aku gak bakalan bosen bilang terimakasih banyak sama kalian yang selalu support aku❤

Aku nulis chapter ini sambil denger lagu Billie Elis 'I love you'. Gila sih, lagunya berpengaruh banget sampai bikin aku pengen nangis sendiri.

Lagunya tuh bener-bener pas banget sama keadaan Zein sekarang.

*********

"Fuck! Sial! Bego! Bodoh!."

"Agrhhh Sial! Sial! Sial!."

Geri tidak henti meneriaki dirinya sendiri dengan umpatan. Tangannya mencengkram kuat rambutnya yang acak-acakan. Lalu setelahnya memukulkan kepalan tangannya ke tembok. Berkali-kali sampai rasanya kepalan tangannya kram dan berdarah.

Betapa bodoh dan brengseknya ia saat ini. Bodoh karena berpikir Zein tidak akan tahu tentangnya dan Luna. Brengsek karena telah menyakiti perasaan Zein.

"Fuck! Persetan lo Gafi!." Teriak Geri seraya kembali memukulkan kepalan tangannya saat mengingat kembali wajah kemenangan Gafi. Cowok itu dan Alex telah merencanakan ini semua. Mereka menyimpan kamera tersembunyi untuk merekam Geri dan Luna, lalu setelahnya Gafi mengirimkan vidio itu pada Zein.

"Sialan Gafi! Berani-beraninya lo kasih vidio itu ke Zein sampe nyakitin hatinya." Umpat Geri geram.

Ah! Geri benci mengakui ini. Tapi sebenarnya yang menyakiti hati Zein disini adalah dirinya sendiri. Tapi tetap saja, Gafi tidak berhak ikut campur dengan urusannya. Ia pasti akan menceritakan tentang hubungannya dengan Luna pada Zein secara langsung. Ya, itu pasti. Tapi tidak sekarang. Untuk sekarang Geri tidak ingin kehilangan Zein.

"Shit!." Geri benci pada dirinya sendiri karena tidak bisa memilih salah satu diantara mereka. Kedua perempuan itu terlalu mempengaruhi hidupnya. Mereka mempunyai peran penting dalam hidupnya. Dan itu akan sangat sulit untuk memilih salah satunya.

Geri tidak ingin kehilangan Luna, tapi Geri lebih tidak ingin kehilangan Zein. Geri mencintai Zein, tapi ia juga mencintai Luna. Mau sebanyak apapun luka yang Luna berikan padanya, ia tetap tidak bisa membencinya. Cintanya pada Luna terlalu dalam dan bertambah setiap harinya, begitupun pada Zein.

Egois? Ya, Geri memang egois. Ia tidak peduli dengan itu. Yang ia pedulikan adalah bagaimana caranya mencintai mereka berdua tanpa menyakiti salah satunya. Tapi sial! Faktanya ia tidak bisa mencintai dua orang wanita sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

Zein, gadis itu sukses menguasai emosi dan pikiran Geri. Bahkan dia membuat Geri tidak memikirkan keadaan Luna sedikitpun. Geri lebih memikirkannya. Berpikir bagaimana caranya mendapatkan ampunan dan maafnya.

Semua adrenalin dalam diri Geri meningkat bertambah dengan rasa penyesalan yang makin menyerangnya.

Dadanya sesak memikirkan kondisi Zein saat ini. Ia ingin menemuinya, meminta maaf, memeluknya erat, dan menghapus air matanya yang kian mengalir deras, lalu berjanji tidak akan menyakitinya lagi. Tapi ia terlalu pengecut untuk melakukan itu semua. Ia terlalu takut untuk mendengar kata putus dari mulut Zein. Geri belum siap untuk itu. Ia belum siap dan tidak akan pernah siap untuk kehilangan Zein. Geri mencintainya, sangat.

"Agrhhh!" Geri kembali memukulkan kepalan tangannya ke tembok.

Geri kalut. Pagi sampai malam ia tetap diam disini, di kamar Zein. Mengumpati dirinya sendiri atas kebodohan yang dilakukannya, melampiaskan semua rasa sesak yang menyerang dadanya dengan menyakiti dirinya sendiri.

"Fuck! Gue gak tahan!" Geri ingin menemui Zein sekarang. Ia ingin memeluknya erat lalu meminta maaf sebanyak-banyaknya walaupun ia tau itu tidak akan merubah apapun. Tapi Geri tidak tahan. Geri ingin merengkuh tubuh kecilnya, menenangkannya, dan menghapus air matanya.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang