Harus

4K 230 9
                                    

"Maaf. Gue mohon jangan pergi."

Aku mematung mendengar ucapan Geri. Ini— terdengar asing. Sikap Geri setiap harinya berubah. Kadang dingin seperti orang mati, kadang menyebalkan, dan kadang juga terlihat aneh seperti sekarang. Sudah kubilang kan, Geri susah untuk di tebak.

Aku menatap Geri bingung. Geri masih saja menggenggam tanganku. Masih erat, bahkan sangat erat.

"Lo kenapa?."

Geri diam. Cowok itu menatap lurus ke arahku. Tatapannya berbeda seperti biasanya. Biasanya Geri menatapku dengan tatapan datar dan dingin, namun sekarang tatapan itu tidak terlihat lagi. Tatapan itu terganti dengan tatapan sendu dan penuh kekhawatiran.

Oke, aku tidak ingin dibilang geer. Tapi ini kenyataannya, aku melihat kekhawatiran itu di mata Geri.

Tatapan Geri begitu menghangatkan. Sampai aku tidak sadar mataku kembali berair. Aku tidak bisa terus menatap Geri. Walaupun Itu menghangatkan, tapi disisi lain juga menyakitkan.

Kurasakan tangan Geri terangkat, mengusap air mataku dengan lembut. "Kenapa nangis?."

Aku menepis tangannya pelan, lalu melepaskan genggamannya di tanganku. "Gapapa."

Melihat Geri seperti ini.. haruskah aku percaya dengan kata-kata Emeli?

Ahh rasanya membingungkan.

"Zei?."

Aku mendongak, menatap Geri yang kembali menggenggam tanganku. "Kita pulang." Ucapnya pelan.

"Nggak, gue mau—."

"Gue janji gak bakal nanya-nanya lagi."

Aku terdiam. Melepas genggaman Geri, lalu kembali memasang seatbelt.
Lagi pula mana mau aku pulang sendiri saat malam sudah sangat larut.

********

Mobil Geri terparkir rapih di depan rumahku sejak satu menit yang lalu. Aku melirik Geri, cowok itu tengah melepas seatbelt. Lalu membuka pintu mobil dan keluar begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Aku menyerngit bingung melihat tatapan Geri yang kini sudah berubah seperti biasa. Datar dan dingin.

Sepertinya ucapan Emeli memang benar, aku hanya dijadikan mainan Geri. Catat! Hanya mainan, tidak lebih.

Pintu mobil terbuka, menampilkan Geri yang berdiri menungguku untuk segera keluar.

Saat aku bergerak untuk melepas seatbelt, tangan Geri tiba-tiba menghentikannya.

Cowok itu menatapku sebentar sebelum menunduk, melepas seatbelt yang masih terpasang di tubuhku.

Aku menepis tangan Geri. Aku tidak bisa membiarkan Geri bersikap yang bisa membuatku makin jatuh hati. Mulai hari ini aku harus menghindarinya. Aku tidak ingin tau lebih dalam lagi tentang Geri. Cukup sampai sini.

Geri menatapku bingung, "lo kenapa?."

"Gapapa."

Aku tersentak kaget saat baru saja akan turun Geri malah menghadang jalanku.

Aku menatap Geri sebal, "Awas, gue mau turun." Ucapku seraya mendorong tubuh tinggi Geri.

"Emangnya lo bisa jalan?."

Jawaban Geri— sangat terdengar menyebalkan. Geri pikir kakiku patah apa, sampai tidak bisa berjalan.

"Bisa."

Kulihat Geri mengangkat satu sudut bibirnya, "coba jalan." Ucapnya menantang.

Aku berdecak, bersiap untuk keluar dan membuktikan perkataan Geri salah. Gesekan di pergelangan kaki akibat tali yang terlalu terikat kuat, tidak mungkin membuat kakiku mendadak tidak bisa berjalan kan?.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang