Culik

3.1K 185 39
                                    

Perpustakaan, disinilah aku sekarang. Bersama orang yang paling menyebalkan setelah Gafi.

"Mau ngomong apa? Gue harap lo gak bikin gue naik darah lagi karena perkataan lo yang banyak teka-teki!."

Cowok yang kutanyai malah menyenderkan punggungnya di tembok, tangannya dimasukan ke dalam saku celana. Matanya tak lepas menatapku kurang ajar."Suttt, ini perpustakaan. Jangan terlalu berisik."

Aku hanya berdecih. Kalau Alfi tahu di perpustakaan tidak boleh berisik, lalu kenapa dia membawaku ke sini dengan alasan biar leluasa saat berbicara.

"Terus kenapa lo bawa gue ke perpustakaan, kalau lo tahu disini gak boleh berisik?."

Alfi terkekeh, tangannya bergerak mengacak rambutku yang mana segera ku tepis dengan kesal. "Kalo di luar, lo mau gue babak belur dihajar Geri?."

Aku menyerngit bingung, "Maksud lo?" Tidak mungkin kan, Geri akan menghajar Alfi hanya karena cowok itu berbicara denganku. Mungkin Geri hanya akan marah saja.

"Jangan terlalu percaya sama orang, gue harap lo jauhin Geri. Oh ya, dan Gafi juga."

"Kenapa?!."

"Karena lusa, lusa nanti lo bakal tau semuanya."

Aku terpaku sebentar, bukannya lusa adalah jadwal kemah?. Namun cepat-cepat aku merubah raut wajahku sedatar mungkin.

"Gue gak percaya."

"Lo harus percaya."

"Bukannya lo yang bilang buat gak terlalu percaya sama orang?!."

"Pengecualian buat gue."

Aku kembali berdecih. Melihat wajah menyebalkan Alfi rasanya aku ingin menendangnya jauh-jauh dari hadapanku.

"Kenapa lo gak to the poin aja sih tentang mereka berdua? Apa yang gak gue ketahui dari mereka berdua?"

Alfi mengedikan bahu. Cowok itu menegakkan tubuhnya, lalu berjalan mengelilingi tubuhku. Dan jangan lupakan tangan nakalnya yang minta dipatahkan mengelus kepalaku.

"Sayangnya informasi gak geratis Zei," Ucapnya dengan seringaian.

Aku menepis tangannya, tanganku mengepal seraya menatapnya tajam. "Mau lo apa?."

"Mau gue?" tanya balik Alfi.

Aku makin menatapnya tajam. Sial! Bisakah aku menendangnya sekarang?.

"Ya! Lo pikir siapa lagi?!" Nada bicaraku meninggi sekarang. Tidak peduli dengan tatapan risih dari orang-orang yang ada di sekitar. Entah kenapa aku selalu kesal dengan Alfi. Cowok dihadapan ku ini memang suka sekali menguji kesabaran orang.

Alfi kembali menyeringai, "Lo bisa ngabulin kemauan gue?."

"Mungkin."

"Oke, gue bakal kasih tahu fakta tentang mereka. Dan balasannya.. lo harus putusin Geri dan jadi pacar gue."

Mulutku menganga tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Dari mana Alfi tahu aku pacar Geri? Hubungan kami bahkan belum terhitung satu hari.

"Jangan harap gue bakal ngabulin kemauan lo!."

Alfi kembali mengedikan bahunya, "Kalau begitu lo gak bakal dapet informasi apa-apa." jawabnya seraya menyentuh daguku sebelum berlalu.

Aku menghentakan salah satu kaki ku dengan kesal. "Keparat!." Tau begini aku seharusnya menendang Alfi jauh-jauh sedari tadi.

"Zei."

Bahuku di tepuk dari belakang oleh seseorang, refleks aku menoleh kebelakang dan mendapati Abi yang menatapku bingung.

Aku menggaruk tengkuk belakangku, "Ah, Abi."

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang