Cekcok

3.3K 178 20
                                    

Baru saja Geri ingin menyuapiku, teriakan yang tidak terlalu kencang dari jandela lantai atas membuatku dan Geri sontak menatap ke belakang. Tepatnya ke jendela kamar Gabrian, Kakak Geri.

Kak Gabrian tersenyum seraya melambaikan tangan ke arahku, lalu beralih menatap Geri tajam.

"Heh! Lo apain Zein?."

Pertanyaan Kak Gabrian sontak membuatku menyerngit. Aku melirik Geri yang tengah menatap kakaknya dengan wajah yang ditekuk kesal.

Geri hanya berdecak tanpa berniat menjawab pertanyaan kak Gabrian.

"Gak ada ahlak emang si Geri, bikin api unggun gak ngajak-ngajak gue." Kak Gabrian menggeleng pelan, lalu beralih menatapku dengan cengiran lebar.

Aku tidak mengerti kenapa kak Gabrian bisa tiba-tiba muncul di jendela kamarnya. Ini mungkin sudah hampir jam setengah satu, jam dimana orang-orang terlelap dengan selimut yang membelit tubuhnya. Aku pikir orang rumah sudah terlelap, termasuk kak Gabrian.

"Zei? Gue boleh kesana?." Ucapan kak Gabrian terjeda sebentar. Ia menatapku dengan kedua halis yang dinaik turunkan. "Ikut nganget."

Mendengar itu Geri langsung menatap Gabrian tajam. "Gak! Gaboleh, apaan lo!." Lalu tangannya segera melingkar di bahuku, menarikku agar lebih mendekat.

Kulihat Kak Gabrian mencibir atas respon Geri. "Gak nanya lo juga, orang gue nanya Zein." Kak Gabrian kembali menatapku, "Zei, boleh gak?."

Aku menggaruk pelan tengkukku, bingung harus menjawab apa. Sebenarnya aku ingin berdua saja dengan Geri, tapi bagaimana bisa aku melarang kak Gabrian untuk ikut menghangatkan tubuhnya. Itu terlihat tidak tahu diri mengingat siapa aku di rumah ini. Tapi tangan Geri yang melingkar dibahuku semakin mengerat, seperti memberi kode untuk tidak mengijinkan Kak Gabrian bergabung dengan kami.

"Aaaa- boleh." Ucapku akhirnya.

Selanjutnya aku merutuki diriku sendiri karena Geri langsung melepas tangannya dibahuku dengan tatapan yang menatapku tidak percaya. Aku hanya balas menatapnya miris. Apalah dayaku yang bukan siapa-siapa di rumah ini.

Saat aku ingin mengambil ikan bakar, aku dikagetkan dengan kedatangan kak Gabrian yang tiba-tiba menggeser Geri menjauh, lalu tanpa dosa duduk ditengah-tengah.

Kak Gabrian mengacak rambutku pelan sebelum mengambil ikan bakar milik Geri. "Mantep nih malem-malem dikasih ginian."

Aku melirik Geri yang tengah menatap kak Gabrian gerah, dadanya naik turun akibat menahan kesal. Aku menggigit bibir bawah seraya menatap Geri dengan tatapan minta maaf.

"Eh." Seolah sadar, Kak Gabrian menolehkan wajahnya ke arahku. "Kok ikan bakarnya gak dimakan Zei?."

"Ah iya, ini dimakan kok." Ucapku sedikit canggung. Ini pertama kalinya aku mengobrol sedekat ini dengan kak Gabrian, tapi sikap kak Gabrian menunjukkan seolah kami sudah kenal dekat, dan itu membuatku sedikit bingung sekaligus aneh.

"Makan Zei, gak usah sungkan. Anggap aja rumah sendiri." Kak Gabrian terus mengajakku bicara, seolah hanya ada kami berdua disini.

Geri mengeram kesal. Cowok itu mengacak rambut belakangnya frustasi, lalu bangkit untuk menggeser tubuh Kak Gabrian menjauh dariku.

"Jauh-jauh lo." Ucap Geri kesal seraya duduk di sisiku.

Kak Gabrian protes tidak terima. Dan selanjutnya percekcokan antar adik kakak terjadi. Mulutku menganga tidak percaya. Hanya gara-gara tempat duduk, mereka bisa saling mengumpat seperti ini?.

"Shit!"

"Fuck!."

Umpatan keduanya yang tidak selesai-selesai membuatku gerah. Namun saat aku ingin melerai keduanya, suara dari kaca jendela rumah sebelah membuat mereka terdiam.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang