Berhenti atau lanjutkan?

2.7K 136 56
                                    

"Jangan pergi, gue mohon. Gue gak bisa kehilangan kalian."

Kalimat itu, terus terngiang di telingaku. Seolah mengolok-olok tentang kenaifanku selama ini. Aku berbohong pada diriku sendiri. Aku menyakinkan diriku sendiri bahwa Geri tidak akan pernah mengkhianatiku. Dia tidak mungkin menyakitiku. Namun malam ini keyakinan itu runtuh seketika. Dan setiap kalimat yang Geri katakan dengan jujur, seolah meruntuhkan duniaku.

Aku harus apa?

Haruskah aku berhenti dan pergi, atau memaafkan dan melanjutkan?

Aku tidak tahu harus apa sekarang. Saat ini aku hanya ingin menangis. Meluapkan semua emosiku dengan menangis. Rasa sesak ini tidak mau hilang walaupun aku sudah memukul dadaku beberapa kali. Rasa sakit ini pun tidak kunjung hilang, membuat suara isak tangis ku pecah.

Aku tidak ingin mengingat setiap kalimat yang Geri lontarkan tentang Luna. Namun percayalah, semakin aku berusaha untuk tidak mengingatnya, semakin terngiang jelas kalimat itu ditelinga ku.

Geri sudah pergi. Aku menyuruhnya pergi walaupun di luar masih hujan. Terdengar jahat, namun aku bisa apa? Aku tidak ingin menangis dihadapan Geri. Sudah cukup Geri melihatku menangis. Aku tidak ingin lagi menangis dihadapannya. Karena itu hanya akan membuat semuanya tampak jelas bahwa betapa lemahnya aku saat ini.

Aku duduk di atas lantai, memeluk kedua lutut ku dan menyembunyikan wajahku di lipatan tangan. Lalu menggeleng pelan saat ucapan Emeli kembali terngiang di telingaku.

"Lo harus tau alasan kenapa Geri deketin lo. Semua itu gak lebih dari permainan. Lo cuman jadi mainan Geri. Semua orang juga udah tau. Jadi, lo gak usah geer sama perlakuan Geri yang baik sama lo."

"Gue harus apa Zein? Gue cinta Luna. Sangat. Seberapa banyak Luna nyakitin gue, gue gak pernah bisa benci dia Zei. Makanya gue panik waktu liat Luna hampir bunuh diri. Gue gak bermaksud ninggalin lo sendiri, tapi kemarin keadaannya beda. Gue minta maaf."

Aku langsung menutup telingaku saat kalimat menyesakkan itu yang selanjutnya terngiang. Bahuku makin berguncang akibat tangis pecah yang tidak bisa ku tahan. Aku mengeratkan pelukanku, menggigit bibir bawahku kuat agar isak tangis sialan ini tidak terdengar terlalu jelas.

Entah sudah berapa lama aku duduk disini, dilantai dingin dengan suara rintik hujan yang terus terdengar jelas. Sampai aku tidak sadar ada seseorang yang mendobrak pintu rumah beberapakali. Suara langkah kaki yang terdengar terburu-buru makin mendekat, lalu selanjutnya aku merasakan seseorang memelukku erat. Sangat erat sampai membuatku sesak.

"Sory.." lirihnya sambil terus memelukku.

Aku tidak tahan lagi, aku benar-benar terlihat lemah sekarang. Aku langsung mendorong tubuh Geri. Lalu berdiri dan mengusap air mataku yang kembali mengalir. "Kenapa lo masih disini brengsek?!."

Demi apapun, aku tidak berniat mengatakan dia brengsek. Aku bahkan tidak sadar kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku.

Keadaanya basah kuyup. Dia tersenyum getir sebelum menjawab pertanyaanku. "Gue gak bisa ninggalin lo sendiri dengan keadaan lo yang kaya gini. Lo gini gara-gara gue, jadi biarin gue disini sampe pagi nanti. Jangan paksa gue pergi Zein."

Geri meraih tanganku, menariknya lalu kembali memelukku. Sekarang bajuku ikut basah karena keadaan Geri yang basah kuyup.

Aku kembali mendorong tubuhnya, "Gue mohon Geri, biarin gue sendiri." Mohonku dengan suara memelas. Sudah kubilang aku tidak ingin terlihat lemah dihadapan Geri, maka dari itu aku mati-matian menahan tangis ku yang ingin kembali pecah karena melihat Geri.

Geri menghembuskan nafas berat, terlihat bingung dan frustasi. Saat baru saja Geri ingin membuka mulut, suara dering telpon yang terdengar nyaring mengalihkan perhatiannya. Geri menatapku sebentar, lalu berjalan sedikit menjauhiku untuk mengangkat telpon.

Jelek, Bodo Amat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang